"Oh, Maksudmu kucing hitam kecil jelek dan bau itu," seru Pika.
Pika akhirnya mengaku, tapi caranya meledek Mike membuatku tambah kesal.
Mia menunjukkan wajah jijik dan berkata, "Kucing dekil itu terlihat seperti baru saja keluar dari dalam kubangan di kuburan."
Kami memang menemukan Mike di pemakaman tak jauh dari halaman belakang panti asuhan tiga hari yang lalu, tapi dia tidak dekil dan bau, kami membersihkannya dan merawatnya dengan baik. Bagiku dan Lori, Mike sudah seperti keluarga baru dan tidak ada yang boleh mengganggu keluargaku. Lagipula Mike jelas lebih baik dari Mia yang tidak punya otak, dia juga lebih bersih dari Bona yang suka makan permen di malam hari dan tidak menggosok gigi lagi hingga membuat giginya kuning dan berlubang.
"Jika kalian berani menyakiti kucingku," aku mengancam.
Pika memasang gerakan ingin muntah lalu dia berseru, "Aku bahkan tidak sudi menyentuh kucing jelek itu, kucing itu mungkin membawa kutu dan sebangsanya, itu sangat menjijikkan!"
Aku mengeram.
"Berhenti menjelekkan Mike atau kau akan menyesal."
Pika selalu bertingkah seolah dia lebih baik seolah dia punya hak mengejek siapapun.
Aku geram dan sudah mengepalkan tinjuku tapi aku mencoba bersabar sebentar lagi dan memberi Pika kesempatan sekali lagi.
"Baiklah, beritahu aku di mana kalian menyimpan Mike?" tanyaku.
Sepertinya Pika ingin mempertahankan sedikit harga dirinya di depan dua anak buahnya, dia berkacak pinggang dan mencondongkan tubuhnya ke arahku dan bicara dengan congkak.
Pike berseru, "Menurutmu aku akan memberitahumu? dasar kau anak burung bangau!"
Dan itu adalah sebuah kesalahan fatal, tidak ada yang boleh meledekku sebagai anak burung bangau, kesabaranku hilang, amarahku yang sudah di ubun-ubun akhirnya meledak.
Tepat saat kilat menyambar aku berlari melompat ke atas kursi lalu menerjang Pika hingga dia terjatuh. Aku menindih Pika dengan tubuhku, aku menekankan tangan kiri ku ke bahunya, menunjukkan kepalan tangan kananku ke wajahnya dan mengancamnya sambil menggertakkan gigi depanku.
"Katakan sekarang atau aku akan memukulmu?" kataku.
Pika mengerang lalu dia tiba-tiba mulai menyerang balik. Pika menjerit histeris lalu mencakar pipiku dan mencoba menjambak aku.
Aku bertahan sekuat tenaga, menahan pukulan ku agar tidak meninju wajahnya. Aku sepuluh tahun dan Pika lebih tua dua tahun dariku tapi aku tidak akan kalah dari anak manja ini. Pika berteriak seperti kehilangan akal sehatnya aku membalas teriakannya. Pika berhasil meraih ujung rambutku dan menariknya sangat kencang hingga aku terseret ke lantai, aku melepaskan kepalan tanganku dan balas menarik rambutnya. Aku dan Pika bergulung-gulung di lantai, perkelahian kami menjadi tak terkendali, kepalaku terbentur kaki kursi, lalu membentur sesuatu yang sekeras batu, tapi aku tidak peduli, selama aku masih bisa menyerang gadis menyebalkan itu aku tidak akan mengalah.
Aku mendengar, Bona memekik dengan suara tertahan.
"Apa kalian sudah gila? Berhenti bertengkar, berhenti berteriak! Nyonya Marta bisa terbangun, kita semua bisa dicambuk!" pekik Bona.
Untuk sesaat aku tidak peduli dengan Nyonya Marta, aku tidak peduli dengan sembilan peraturan utama: no 5 jangan berkelahi atau kalian akan merasakan akibatnya.
Saat sibuk menjambak rambut Pika, aku mendengar Mia bersuara.
"Dia ada di sana, kucingmu ada di sana, kumohon berhentilah," seru Mia.
Mendengar pengakuan Mia, aku berhenti menjambak dan mendongak pada Mia.
Aku mengabaikan Pika yang terus menjerit dan berusaha menendangku, aku melihat Mia melirik ke seberang ruangan, aku menoleh pada jendela yang berguncang karena diterpa angin dan hujan.
"Kalian membiarkan kucing kecil itu di luar sana saat badai hujan!" teriakku.
"Dia mencoba mengigit kami jadi kami meletakkannya di sana, " kata Mia tergagap.
"Pergi dari sini atau aku akan membuat hidungmu berdarah!" bentakku.
Mia menatapku seolah aku orang gila yang sedang mengamuk lalu dia berlari keluar, Bona tergopoh-gopoh menyusulnya.
Aku melepaskan cengkraman tanganku di bahu Pika. Pika duduk di lantai terengah-engah memegangi lengannya yang sakit, dia mengancam akan membalas suatu hari nanti, dia mengatakan bahwa ini belum selesai kemudian dia berdiri dan menyeret kakinya pergi menyusul dua temannya yang lain.
Aku meludah di lantai, gusiku berdarah, merasakan lenganku ngilu dan pipiku perih, Pika mencakar wajahku dengan kukunya yang panjang seperti kucing liar.
Aku segera bangun dan menyebrangi ruangan gudang. Saat membuka pintu jendela, angin kencang menyentak ku hingga aku terdorong ke belakang, badainya sangat buruk.
Aku tidak menemukan Mike di balkon tentu saja dia tidak mungkin berdiri diam di balkon di tengah badai hujan seperti ini. Kucing penakut itu pasti pergi ke suatu tempat untuk berteduh, tapi dimana? Hujan deras yang masuk ke balkon membuatku segera basah kuyup. Aku berjalan hingga ke pinggiran pagar dan menoleh ke bawah saat cahaya kilat menyambar-nyambar aku bisa melihat ke halaman samping yang penuh dengan semak, aku bersyukur karena tidak mendapati Mike tergeletak di halaman, jatuh dari lantai dua bisa membuat kakinya patah. Aku menunduk dan memanggil Mike dan tidak mendapatkan jawaban.
Jika Mike tidak jatuh ke halaman berarti dia di atas atap, kegilaan apa yang membuatnya berada di atas sana! Aku menyandarkan bahuku di pagar dan mendongak untuk melihat ke atas ke pinggiran atap tapi hujan menerpa wajahku hingga aku tidak bisa melihat apapun.
Lalu, aku mendengar suara kecil di dalam bunyi berisik hujan, aku memanggil Mike dan hanya mendapatkan jawaban dari bunyi petir. Aku memanggil lagi dan lagi tapi suara kecil itu tidak muncul lagi hingga aku merasa aku mungkin saja salah mendengarnya, suara kecil itu mungkin hanya suara besi yang terkena hujan.
Ketika aku hendak menunduk untuk mencari lagi di halaman, kepala mungil Mike muncul di bibir atap. Mike tampak seperti bola hitam kecil, bulunya lembek karena kehujanan, tubuhnya menggigil gemetaran.
Mike mengeong ketakutan dan tampak menyedihkan, entah sudah berapa lama dia ada di sana.
"Oh kau ada di sana, bagaimana caramu naik ke sana?" kataku.
Mike mengeong, dia mencoba untuk berdiri lebih ke pinggir atap.
Aku merentangkan kedua tanganku dan berkata, "Tidak apa-apa aku akan menangkap mu, Mike, ayo loncat ke sini."
Mike terdiam, dia tampak ragu-ragu, aku mencoba meyakinkan nya.
"Jangan takut Mike, ini aku! tidak akan ada yang menyakitimu lagi, loncat ke sini, di atas sana berbahaya," kataku.
Mike tak bergerak, aku terpaksa berbohong.
Aku berseru, "Kau pasti lapar, aku punya segelas susu hangat untukmu tapi kau harus turun dari sana."
Demi mendengar segelas susu hangat, Mike yang kelaparan akhirnya bergerak turun tapi kaki kurusnya yang gemetaran dan hujan dan genteng yang licin membuatnya hampir terpeleset jatuh. Hampir jatuh membuat nyali Mike langsung ciut, dia kembali ke belakang hingga aku tak bisa melihatnya lagi. Entah bagaimana caranya ya, Mike si kucing penakut itu bisa naik ke atas atap tapi dia terlalu penakut untuk turun.
Aku memanggil Mike tapi suaranya malah makin menjauh, tak ada jalan lain aku harus memanjat naik ke atas.
Lori pasti menangis ketakutan jika dia ada di sini dan melihatku melepas sandal tidur dan memanjat ke atas pagar balkon. Aku meniti pagar hingga ke ujung balkon.
Berdiri di atas pagar adalah sebuah kebodohan tapi melompat mencoba meraih talangan air di atap adalah sebuah kegilaan.
Aku sudah meloncat setinggi mungkin tapi talangan itu masih terlalu tinggi hingga aku gagal meraihnya dan hampir terjatuh ke bawah. Jika saja aku tidak sempat berpegangan pada pagar aku pasti sudah terjatuh ke halaman.
Sambil bergelantungan di pagar aku menggeser tubuhku ke samping hingga ke dekat tembok dan meraih pipa air yang ada di dinding di samping balkon, pipanya licin hingga aku tergelincir dan melorot berkali-kali. Aku mencengkeram pipa itu kuat-kuat dan perlahan memanjat hingga ke atas. Aku berayun seperti monyet melompat meraih talangan air yang berada satu meter di samping pipa. Dari talangan air, aku menaikkan tubuhku ke atas atap.
Berjalan di atas atap saat badai hujan seperti berjalan di lereng curam yang licin. Dengan air yang mengalir deras di bawah kaki, aku bisa terpeleset kapan saja. Tapi, aku lebih mengkhawatirkan petir nya, mereka menyambar-nyambar dan tampak sangat dekat, seolah mereka berusaha membidik ku dari langit hanya saja belum berhasil, belum!
Aku tidak boleh berlama-lama di atas sini atau petir itu pada akhirnya akan berhasil menggosongkan kepalaku.
Aku melihat sekeliling dan menemukan Mike sedang mematung di bagian ujung barat puncak atap, bagus!
Aku naik ke puncak atap dan merentangkan kedua tanganku lebar-lebar lalu berjalan meniti puncak atap seperti pemain sirkus.
Mike menoleh ke arahku dan aku meneriakinya, "Tetap di sana Mike, jangan bergerak, jangan membuat ini jadi semakin sulit, aku akan ke sana!"
Mike berdiri membeku menungguku, dia terus mengeong seakan dia ingin mengatakan sesuatu. Aku berjalan meniti hingga ke ujung atap di bagian barat. Aku menunduk mengambil Mike, dari atas tempatku berdiri aku bisa melihat area bermain yang sudah rusak, pohon beringin tua tempat anak-anak bermain ayunan, pagar reyot yang membatasi pemakaman. Melihat ke bawah membuat kepalaku terasa berat, dari ketinggian ini jika terjatuh aku bisa celaka, leher dan kakiku bisa patah, aku memeluk Mike di dadaku dan berbalik untuk pulang.
Sambil meniti jalan, aku mengatakan pada Mike bahwa dia aman sekarang, bahwa aku dan Lori menyayanginya lalu sesuatu yang aneh terjadi.
Mike mendongak padaku, mata bulat hijaunya bercahaya menatapku. Di tengah suara angin, badai hujan, dan guntur, dengan suara seperti anak laki-laki berumur delapan tahun kucing itu mengatakan sesuatu yang menakutkan.
Mike berkata dengan sangat jelas.
"Aku juga menyayangimu Sia."
Kaget, membuatku terperanjat ke belakang. Kaki kiriku mengait kakiku yang lain, punggungku menghantam genteng sebelum aku tergelincir dan bergulung, aku mencoba meraih pinggiran atap tapi tak berhasil, aku bisa melihat petir menyambar saat aku jatuh.
Aku jatuh menghadap langit malam yang retak oleh kilat, aku jatuh lebih cepat dari turunnya hujan. Aku memeluk Mike erat-erat, kurasa aku akan mati malam ini. Aku akan pergi meninggalkan dunia ini, meninggalkan sepasang baju lusuh di lemari, tiga potong kue kering yang kusimpan selama dua hari, meninggalkan Nyonya Marta yang bengis, meninggalkan Lori yang merupakan satu-satunya temanku, satu-satunya orang yang akan menangisiku di pemakamanku, aku akan pergi meninggalkan dunia ini bersama nasib burukku.
Kabar baiknya aku akan segera bertemu dengan kedua orang tuaku di surga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments