Asap hitam di sayap kiri pesawat dan percikan api di bagian moncong, Satu tangan Paman Berg memelukku, satu tangannya lagi menarik kemudi pesawat, dia berusaha sekuat tenaga untuk menarik Rosi ke atas tapi usahanya tak berhasil.
Aku mendengar pesawat terbatuk-batuk sebelum akhirnya mesin berhenti berderu, lalu kami meluncur turun seperti sepotong besi yang jatuh dari atas langit.
Paman Berg mengumumkan.
"Lindungi kepalamu, Nona Alesia! Ini akan sedikit berguncang."
Kurasa ini akan lebih dari sedikit berguncang.
Kami mendarat darurat, pendaratan yang tidak mulus, berantakan, penuh dengan hentakan. Aku segera memasukkan Mike ke dalam jaket agar dia tidak terlempar keluar lalu aku memegang kedua sisi pesawat dengan sangat erat.
Pesawat Rosi meluncur menghantam deretan pohon kelapa lalu menyusur tanah, menabrak pinggiran jalan, kami terus meluncur, terpental-pental lalu menghantam pagar, melindas kursi taman sebelum akhirnya pesawat Rosi bisa berhenti.
Aku melihat baling-baling pesawat terlempar dari moncong Rosi, dia menggelinding lalu menancap di pagar.
Belum satu hari aku sampai di pulau Naira, properti keluarga sudah rusak, kurasa Nenek Lucy tidak akan menyukai melihat pesawat hancur berantakan.
Paman Berg meloncat keluar lalu membantuku turun dari pesawat.
Paman Berg bertanya, "Nona Alesia, apa aku baik-baik saja?"
"Iya tenang saja, kepalaku masih ada ditempatnya," kataku, "itu kenapa kita harus selalu memakai helm saat kita terbang."
Sementara Paman Berg mengeluarkan setelan jas nya dan menggunakannya untuk mencoba memadamkan api yang menyala di pesawat, aku sendirian berjalan lunglai melintasi halaman dan terduduk di pinggiran sebuah pancuran air. Aku mencoba mengatur nafasku yang terengah-engah. Aku mengamati tanganku yang terluka oleh pecahan kaca, dan jaketku yang sobek di mana-mana karena ranting pohon. Aku melepas helm dan membuka jaketku, aku tidak bisa melihat diriku sendiri tapi aku yakin kalau aku tampak berantakan.
Aku merasa lelah dan pusing, aku duduk menatap sekelilingku, aku tak tahu tempat apa ini? sebuah pulau di tengah laut yang dikelilingi kabut dan dibentengi oleh deretan batu karang.
Aku melihat ke belakang, sebuah kastil tua yang tinggi seperti mendongak menatapku balik, sebuah kastil di pulau terpencil dengan dua menara tinggi di bagian barat dan timur. Aku bertanya-tanya apakah di dalam sana ada penyihir atau raksasa bermata satu.
Kastil Bintang tidak hanya tampak misterius tapi juga mempesona.
Aku mendongak menatap atap kastil yang terbuat dari kaca yang menampilkan langit yang dipenuhi bintang seolah layar raksasa. Lalu, kemudian aku menyadari kalau bintang-bintang yang muncul di atap itu bukan berasal dari pantulan langit malam di atasnya, itu langit mereka sendiri, seolah kastil ini memiliki bintang-bintangnya sendiri, langit mereka sendiri.
Aku terpesona menatap kastil besar di depanku, aku terpana sekaligus merasa takut.
Dengan hanya menatap kastil yang menjulang tinggi di depanku, membuatku menduga kalo aku harus belajar sopan santun dengan lebih baik, kurasa aku akan belajar berjalan lurus dengan menjaga buku di atas kepalaku agar tidak terjatuh, aku juga mungkin harus belajar cara makan yang benar benar dan rumit. Atau yang terburuk, aku mungkin harus memakai baju dengan gaun menggelembung yang akan membuatku tampak seperti orang bodoh.
Pintu utama berderak terbuka, seorang perempuan muda memakai piyama tidur keluar dan menuruni tangga dengan tergesa-gesa tapi tetap terlihat anggun. Saat aku melihat perempuan itu pertama kalinya aku langsung terpana sekali lagi, kupikir dia wanita paling cantik yang pernah kulihat, aku bisa mencium bau harum tubuhnya dari kejauhan, bau bunga mawar yang kuat dan elegan, dia melihat ku sedang duduk melongo lalu dia tersenyum dan senyumannya bisa melelehkan hati siapa saja.
Aku berdiri dan merasa malu dengan bajuku yang kekecilan dan sepatuku yang terlalu sederhana dan berlubang. Perempuan cantik itu menunduk memegangi pundakku, dan aku tiba-tiba gugup dan berkeringat dingin.
Perempuan cantik itu berkata, "Akhirnya kalian sampai, aku menunggumu dari tadi, Alesia."
Perempuan itu menempelkan tangannya yang lembut di pipiku, menatapku dengan bola matanya yang biru cerah, dia mengatakan kalau aku mirip ibuku, ayahku hanya mewarisi warna kulitnya yang coklat padaku dan itu bagus.
Aku ingin bertanya bagaimana dia bisa mendapatkan rambut indah bergelombang seperti itu, tapi tidak jadi kulakukan karena Mike keburu mengeluarkan kepalanya dari jaket dan mengeong.
Perempuan cantik itu melirik Mike dan tampak terkejut.
"Kau membawa kucing?"
"Boleh aku merawatnya, tolong katakan pada Nenek Lucy agar mengizinkan aku merawatnya," seruku.
Perempuan itu tampak bingung.
"Paman Berg belum bercerita tentang Nyonya Lucy padamu?"
"Hanya sedikit," kataku, "Paman Berg bilang kalau Nenek Lucy seperti nenek tua biasa, kurasa nenek tua biasa akan menyukai Mike. Bisakah kau mengatakan pada Nenek Lucy kalau Mike ini sudah seperti saudaraku sendiri aku tidak ingin berpisah dengannya."
Perempuan itu menghela nafas lalu dia berkata, "Tidak ada satupun di sini yang boleh berkeluarga dengan kucing tapi iya nanti ku sampaikan."
"Flexi, dia jadi gila!" kata Paman Berg.
Paman Berg akhirnya muncul dengan menunjukkan kemudi pesawat yang menggantung di tangannya.
Perempuan cantik itu mendongak pada Paman Berg.
"Tentu saja, semakin hari kawanan burung Phoenix akan terus berubah, mereka merasakan, mereka sedang bersiap, dan mereka akan semakin liar."
Paman Berg berkata, "Dalam beberapa hari kurasa kita tidak akan bisa melewati kabut itu lagi."
Aku mendongak menatap Paman Berg, apa maksud perkataannya tadi? tidak akan bisa melewati kabut lagi! Itu terdengar seperti kita akan terjebak di pulau ini selamanya.
Paman Berg menatap ke arah pantai.
"Kurasa kita harus mencari jalan keluar lain."
Perempuan itu mendesah dan berkata, "Tidak ada jalan lain Berg, kau tahu itu."
Rosi mendadak berdentum sebuah ledakan muncul dari sayapnya lalu dia jatuh bergulung di tanah.
Paman Berg menghadap Rosi dia menatap pesawatnya itu dengan kecewa. Paman Berg meletakkan kedua tangannya di pinggang dan tampak lelah.
"Terlebih dulu kurasa kita harus membawanya ke pantai untuk diperbaiki," kata Paman Berg.
Perempuan itu berdiri membersihkan lututnya yang berdebu, dan beralih berkata padaku.
"Ayo kita masuk, di dalam kastil lebih hangat," seru perempuan itu.
Aku membiarkan perempuan cantik itu memegang tanganku dan menuntunku menaiki tangga depan, aku seperti terhipnotis dia mempunyai aura yang membuat semua orang akan mengikutinya tanpa berpikir panjang. Di depan pintu aku sadar Paman Berg tidak ikut bersama kami, aku menoleh ke bawah dan melihat Paman Berg sedang berjalan menyeberangi halaman menuju baling-baling pesawat yang tersangkut di pagar, sepertinya dia sedang sibuk dengan Rosi dan tidak akan ikut masuk ke dalam kastil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Maki Umezaki
Kalau tidak update, penggemar setiamu bakal hilang nih
2024-01-01
0