Torc sudah berdiri menunggu kami di dekat pintu, tapi aku tidak lagi terkejut melihatnya ada di sana, Torc sepertinya punya kebiasaan untuk mengendap-endap dan muncul tiba-tiba. Torc memasang tampang mengkerut, sepertinya dia masih kesal karena tidak berhasil membawa kabur Mike.
Mike bersembunyi di balik kantong depan baju kodok ku, dia hanya berani menyembulkan kepalanya sedikit untuk melihat situasi.
Aku berjalan mengekor di belakang Torc, aku mengamati dan menyadari kalau Torc terlihat berbeda dibanding pertama kali aku melihatnya, dia nampak lebih membungkuk daripada kemarin pagi tapi jalannya jauh lebih ringan dan cepat.
Kami mengambil lorong yang berbeda untuk bisa sampai ke lantai bawah itu sesuatu yang aneh, aku dan Mike saling melirik satu sama lain.
"Mungkin dia mencari tempat yang sepi untuk menangkap mu Mike," bisikku.
"Diamlah Alesia, atau aku akan mencakar mu."
Kami melewati lorong yang lebih gelap, dengan deretan lukisan foto-foto orang yang memakai baju kerajaan menempel di sepanjang dinding.
Torc berjalan sambil menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, dia seperti sedang mencari sesuatu di antara bingkai foto, dan di sudut-sudut lantai.
Dari belakang punggung Torc aku mendengar dia bertepuk tangan pelan dan bersuara:
"Ck … Ck … Ck … Ck, kau di mana?"
"Apa yang dia cari," bisik Mike.
"Entahlah," kataku, "dia mungkin kehilangan sesuatu."
Mike berbisik, "Kurasa dia hanya kehilangan isi kepalanya."
Kami mengikuti Torc hingga sampai ke pintu menara. Torc membuka pintu dan masuk ke dalam menara dan aku mendengarnya menaiki beberapa anak tangga.
"Ck … Ck … Ck … Ck, kau di mana?" seru Torc.
"Dia benar-benar sudah gila," kata Mike.
Aku berteriak dari luar pintu menara
"Torc, apa kebun stroberinya ada di atas sana?"
Torc tak menjawab ku.
"Kau tidak akan tinggal di sana sampai tengah hari kan? Apa kau masih ingat kita harus memetik stroberi saat masih pagi," teriakku.
Suara Torc yang menggerutu menggema di sepanjang dinding menara, tapi akhirnya langkah kaki Torc terdengar berhenti lalu dia terdengar kembali menuruni tangga. Torc muncul di pintu menara dengan wajah kesal.
"Dia sudah tidak ada di sana lagi, itu karena kalian terlalu lama makan dan mengganti baju, aku sudah kehilangan dia," kata Torc sambil menggerutu.
"Kau kehilangan apa?" tanyaku.
Torc membuka mulut tapi rahangnya seperti tertahan, dia tidak jadi menjawab pertanyaanku, dengan wajah kesal dia berjalan melewati ku.
Kami akhirnya menuruni tangga hingga ke lantai bawah, berjalan menuju bagian belakang kastil, ke arah dapur.
Ada lima orang Torc lain di dapur, mereka menggunakan sarung tangan plastik hingga ke siku mereka. Para Torc itu sedang memotong wartel dan sayur dan memasukkannya ke dalam kuali yang mendidih, Torc lainnya sedang membersihkan piring kotor.
Torc yang bersama kami terlihat lebih pendek dan lebih tua dari Torc lainnya di dapur, mungkin itu karena punggungnya yang lebih bengkok dan suasana hatinya yang sedang kesal.
Salah satu Torc menghampiri Torc yang bersama kami dan mereka membicarakan sesuatu dengan sangat pelan hingga tidak bisa kudengar. Sambil menunggu mereka bicara, aku mengamati dapur dan menemukan seekor cacing api yang terpisah dari kawanannya. Cacing api itu menggeliat sendirian di dinding di dekat lemari, dia berwarna hijau dan bercahaya. Cacing api itu tampak seperti potongan lampu stik berukuran lima centimeter yang bisa bergerak.
Cacing api itu seperti kebingungan untuk bisa kembali ke kawanannya di langit-langit dapur, dia berputar-putar di tempat dan sepertinya akan terus seperti itu. Aku menjulurkan jari telunjukku untuk mengambil cacing api tersebut tapi ketika jari telunjukku menyentuh tubuhnya, aku langsung mengerang. Rasa panasnya seperti ketika jari kita disundut dengan ujung korek api yang menyala.
Mendengar ku memekik semua Torc di dapur berhenti mengerjakan pekerjaannya mereka menghampiri dan mengerubungi ku, wajah mereka pucat, mereka seperti orang yang tertangkap basah melakukan kejahatan dan akan segera menerima hukuman berat.
Aku berusaha menenangkan suasana dengan menunjukkan jari telunjukku yang panas dan merah.
Aku mencoba mengeluarkan suara tawa.
"Kurasa ini kenapa mereka dinamai cacing api," kataku, "tidak apa-apa aku baik-baik saja, tidak akan ada yang tahu."
Aku memasukkan jari telunjukku ke dalam mulut untuk mengurangi rasa terbakar yang menyengat.
Seorang Torc perempuan mengambil kain putih dan menyobeknya menjadi kecil, dia menghampiriku dan melilitkan kain kecil itu ke jari telunjukku.
"Oh, itu akan terlihat jelas," kata Torc yang lain dengan suara khawatir.
Aku memasukkan jari telunjukku ke dalam saku celana.
"Tidak akan terlihat lagi sekarang," kataku.
Seorang Torc laki-laki tergopoh-gopoh menyeret kakinya, dia membawa batu dari luar dan menghantamkan batu itu pada cacing api hingga aku mendengar bunyi krek di dinding.
"Apa yang kau lakukan, kenapa membunuhnya?"
Torc laki-laki tadi berkata, "Tak ada yang bisa dilakukan, sekali cacing api terpisah dari kawanannya dia tidak akan pernah bisa kembali lagi, dan jika tidak berada dalam kawanannya cacing api itu akan mati menderita dalam beberapa menit. Nona harus menjauh dari cacing api, mereka berbahaya, satu cacing api bisa membakar satu kayu bakar jika mereka mau."
Torc yang bersama kami melambaikan tangannya.
"Ayo kita pergi, kita sudah terlalu lama di dapur."
Aku mengikuti Torc pergi ke halaman belakang kastil melewati pintu belakang dapur, alih-alih bergerak terus ke timur Torc malah berbelok ke selatan dan pergi ke taman bunga anggrek yang membentuk lingkaran labirin.
Di taman anggrek, Torc kembali bertingkah aneh dia bertepuk tangan lagi dan mulai mencari sesuatu di antara tanaman anggrek yang disusun bertingkat, kali ini dia memanggil apa yang dia cari.
"Kupu-kupu, di mana kau?" seru Torc.
"Nenek-nenek yang mencari kupu-kupu adalah sesuatu yang paling aneh yang pernah kulihat," seru Mike.
Aku membiarkan Torc untuk mencari kupu-kupu, aku mengikutinya mengitari beberapa belokan taman anggrek, sampai akhirnya Torc berdiri terdiam dan mendongak menatap matahari.
"Apa kau sudah menemukan kupu-kupu nya?" tanyaku.
Torc menatapku, sinar matahari sepertinya membuat kewarasannya kembali. Torc melambaikan tangan padaku.
"Ayo … ayo kita sudah terlambat," seru Torc.
Kami akhirnya keluar dari labirin taman anggrek dan berjalan melalui jalur setapak kecil yang terbuat dari batu bata yang berlumut lalu kami berjalan menuruni padang rumput yang lembut.
Setelah berjalan kaki hampir lima belas menit, kami sampai di rumah kaca. Terdapat tiga bangunan rumah kaca berukuran 20 kali 100 meter. Rumah kaca di bagian barat untuk tanaman sayur, kacang dan kentang. Rumah kaca yang berada di tengah untuk gandum dan jagung. Satu Rumah kaca lagi untuk buah-buahan, tempat kami menanam stroberi, anggur, apel dan juga jeruk.
Ada banyak Torc di Rumah kaca nomer dua, mereka tampak sedang memulai menanam jagung sedangkan gandum tampak seperti sudah bersiap untuk dipanen. Aku mencoba mencari Nyonya Lucy di rumah kaca yang kedua tapi tak menemukannya.
Aku berdiri terpaku menatap rumah kaca nomer dua sampai Torc berteriak memanggilku.
"Ayo ... ayo jangan berdiam diri di sana! Stroberi nya tidak akan menunggu kita selamanya," seru Torc.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments