Dingin nan syahdu. Beberapa kali deruan angin mengetuk jendela rumah Paman Ordley layaknya seperti mereka ingin masuk ke dalam rumah bersama orang-orang yang ada di dalamnya.
Tak lama setelah Arley dan Paman Ordley masuk ke dalam rumah, seketika itu juga Paman Ordley menuliskan sebuah pesan dalam secarik kertas.
Lalu sang Paman mengikatkan kertas itu pada seekor burung merpati, yang telah terlatih dalam pengiriman surat. Dan ia menerbangkan merpati itu keluar lewat jendela rumahnya.
Terbanglah merpati itu melewati dinginnya langit malam. Seperti sebuah pertanda, bahwasannya musim gugur akan segera berlalu dan menanti musim dingin untuk tiba.
Ordley Verna, individu satu ini cukup berbeda dengan orang-orang yang Arley kenal.
Biasanya masyarakat Desa selalu menghujat, mengejek, serta menyakiti Arley—bahkan sampai meninggalkan bekas luka pada tubuhnya.
Tetapi, Arley sendiri tidak terlalu mempedulikan hal tersebut—karena ia memiliki sebuah prinsip hidup yang sangat ia pegang teguh, dan tak akan pernah dia lepaskan, sampai kapanpun itu.
Prinsipnya tersebut adalah : "Kejahatan harus dibalas dengan kebaikan, kebaikan akan menularkan kebajikan. "
Prinsip ini sudah Arley pegang sebelum ia dilahirkan ke dunia ini, dan hanya prinsip inilah yang bisa Arley percaya sampai kapanpun.
Di luar itu, Arley juga telah berjanji dengan Ibundanya, bahwasannya ia tidak akan dendam dengan warga desa, karena mereka hanya belum kenal dengan dirinya semata.
Arley percaya, bahwasannya ... pada suatu saat nanti, jika masyarakat desa telah mengenali dirinya dengan baik, maka—mereka bisa menjadi teman-teman karibnya di kemudian hari.
***
Paman Ordley, begitulah biasanya Arley menyebut beliau. Paman Ordley adalah seseorang yang tinggal di pinggir desa, biasanya masyarakat desa menyebut Paman Ordley sebagai penjaga perbatasan, karena posisi rumahnya yang paling dekat dengan mulut hutan.
Demikian beliau tinggal sebatang kara di rumah bertingkat dua ini, tanpa ada yang menemaninya.
Dahulu Paman Ordley memiliki seorang istri dan seorang anak lelaki. Kehidupannya penuh dengan kebahagiaan dan rasa cinta, namun sekitar setahun yang lalu—keluarga beliau terkena musibah.
Musibah yang menyembabkan seluruh perangkat keluarganya tewas, dan tak ada yang tersisa. Istri dan anak semata wayang beliau ditemukan dalam kondisi terbunuh, secara mengenaskan.
Ya, dibunuh oleh monster.
Semenjak itulah Paman Ordley tinggal sendirian di rumah yang cukup mewah ini. Kondisinya yang semakin hari semakin memburuk membuat Arley merasa iba dengan sang Paman.
Berjalannya waktu, Arley berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada sang Paman.
Tentu saja kekosongan pada hatinya membuat sang Paman menerima kekurangan Arley dengan lapang dada.
Demikianlah bagaimana Arley bisa bersosialisasi dengan Paman Ordley.
.
.
.
***
.
.
.
Suhu di luar semakin sejuk, matahari tenggelam dengan cepat, dan bulan bersinar dengan terang.
Suara percikan bunga api yang membakar potongan kayu pinus, menjadi lagu latar belakang pada malam hari ini.
Tak berapa lama kemudian, Paman Ordley menaruh mangkuk-mangkuk berisi sup daging kambing—yang uapnya mengepul di hadapan wajah Arley.
"Makanlah ...," ucap Paman Ordley.
Arley sangat terhanyut ketika melihat kepulan asap yang begitu banyak—muncul dari sebuah mangkuk kecil berukuran dua kepalan tangan orang dewasa. "Huah ...!" jawabnya dengan girang.
"Kalau mau tambah bilang saja, aku membuat porsi yang cukup banyak hari ini." Akhirnya Paman Ordley pun duduk pada kursi makannya.
"Siap Paman! Selamat makan!" ucap Arley sembari ia menyantap sup itu dengan lahapnya.
Pada gigitan pertama, daging sup yang Arley makan—terasa begitu empuk dan lebur, kaldu rempah pada kuahnya terasa sangat kuat dan nikmat, aroma amis sama sekali tidak tercium. Begitu santapan ini tenggelam di dasar perut, kehangatannya langsung terasa merebah ke seluruh tubuhnya.
"Uwah! ini sangat luar biasa enak!" Arley sangat terkejut, sungguh kenikmatan sup ini diluar dugaannya.
Namun secara tiba-tiba—tak sengaja mata Arley melihat ke arah wajah Paman Ordley—yang ketika itu, ia dengan hangatnya tengah memperhatikan segala perbuatan Arley, seperti pandangan seorang ayah terhadap anaknya.
Wajah Arley langsung memerah, dan perlahan kepalanya merunduk malu akibat perbuatan yang ia lakukan sendiri.
"Syukurlah jikalau kau menyukainya." Senyum Paman Orldey sambil memandang Arley dengan gembira.
Setelah puas memperhatikan ekspresi wajah Arley, akhirnya Paman Ordley juga ikut menyantap makan malamnya.
Bibir mereka pun basah dengan kuah sup yang terasa begitu hangat.
"Bagaimana kondisi Ibunda Terra?" Muncul pertanyaan dari sang paman ketika mereka sedang makan dengan lahapnya.
"Emm, masih seperti biasanya, dia masih membuatkan obat untuk warga desa yang datang ke Gereja kami, padahal tugasnya sebagai missionaries Gereja jadi terbengkalai akibat hal tersebut." Jelas Arley sambil mengunyah daging kambingnya.
"Syukurlah, aku berharap beliau panjang umur, agar warga desa ini tetap makmur seperti sedia kala." Disela-sela lahapnya beliau menyantap hidangan malam ini, sang Paman berdoa untuk kemaslahatan desa.
Namun secara refleks—Arley terdiam membisu.
"A-ah?! maafkan aku, seharusnya aku tidak mengangkat topik ini ..., " ujar Paman Ordley canggung. Makan malam menjadi terhenti sesaat.
Sekilas Paman Ordley melihat bekas luka baru pada punggung tangan kanan Arley. Lantas, saat itu juga sang Paman menghela nafasnya dalam-dalam. "Tentu saja kau membenci warga desa, setelah apa yang kau derita akibat perbuatan kami." Ketika itu, alis Paman Ordley mengkerut seperti seseorang yang merasa bersalah.
"Tidak apa-apa Paman, aku mengerti mengapa warga desa membenciku—tetapi aku sama sekali tidak membenci mereka, bahkan aku berharap suatu saat mereka akan menjadi teman-teman karibku—kelak di kemudian hari!" ucap Arley dengan penuh makna.
Seperti tak bisa dihindarkan, wajah Paman Ordley tersenyum lebar dan wajahnya kembali memerah. "Gaaahh! kau anak yang sangat dermawan Argog!" Kemudian lagi-lagi Paman Ordley bertingkah semaunya, ia melompat dari kursi makannya, dan sang Paman memeluk Arley dengan dekapan yang sesak nan hangat.
"P-Paman! aku tidak bisa bernapas!"
"-Ahh?! maaf-maaf, aku merasa begitu bahagia dengan keberadaanmu hari ini Argog—nah ayo kita lanjutkan makan malamnya!"
Jamuan pun kembali berlangsung, selepas itu mereka melanjutkan makan malam sambil berbincang-bincang ringan.
***
----------------------------------------------
Hai! sahabat pembaca dimanapun kalian berada!
Ingat! jangan lupa untuh support Author ya!
Caranya gampang banget kok, cukup tekan tombol like, komen, dan rate *5 pada bagian depan!
Bantuan kalian sangatlah berarti untuk Author, karena setiap support yang kalian berikan, sudah bisa menambah semangat Author untuk melanjutkan kisah ini!
Juga bagi kalian yang berkenan untuk menyumbangkan pointnya!
Author akan merasa sangat berterima kasih!
dan akan semakin bersemangat untuk menuliskan chapter-chapter selanjutnya!
Bahkan Author bisa saja loh memberi Crazy Up!
Baiklah!
Demikian salam penutup dari Author untuk kalian semua!
Jangan lupa untuk tetap berbahagia!
dan selalu berpikiran positif!
Have a nice day, and Always be Happy!
See you on the next chapter!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 282 Episodes
Comments
Andi Asrul Nurdin
hi
2023-04-25
0
Nugroho Asraff
lanjuut...
2020-09-03
0
Derdrik Ambeua
hebat juga anak ini
2020-07-23
2