"Orang kok nyebelin gitu."
Sisi menyebikan bibirnya setelah Haris dan Oma Asih pergi meninggalkan klinik sambil menggerutu.
Lia terkekeh sendiri melihat kelakuan temannya satu itu.
"Kamu itu ngapain sih Si."
"Hi.... Sakit hati aku sama dia. Mulutnya itu lho kalau ngomong kayak nggak ada remnya. Blong, nyungsep...."
"ha ha ha ha..." Tawa Lia sambil membereskan peralatannya.
"Kamu kok nggak sakit hati sih Lia dikatain kayak gitu."
"Biarin aja napa Si, pasien itu juga ada yang seperti itu."
"Tapi ini itu keterlaluan Lia, kalau nggak mau periksa di sini Ya sudah, sana ke klinik yang lain kalau berduit sana ke rumah sakit nggak usah ke sini ribet amat Dia pakai ngatain orang."
"Udah nggak usah ngomel aja, berisik.
Lia beranjak meninggalkan ruangan mau ke kamar mandi.
"La, mau kemana ikut..."
Sisi mengikutinya.
"Ke kamar mandi, mau ikut."
Ucap Lia sambil menengok ke belakang melihat Sisi.
"Ish.. Bilang dari tadi."
Sisi masih sewot saja dan Lia terkekeh sendiri melihat Sisi yang menggemaskan.
"Kenapa sih Mbak Sisi."
Tanya temannya Silvi yang di pendaftaran tadi.
"Tau nggak Sil, Oma yang daftar tadi dan mencari Lia."
Silvi menganggukkan kepalanya.
"Iya, kenapa Mbak Sisi."
"Kamu tau nggak, si bapaknya tadi nyebelin banget masa meragukan Lia. Kata anak saya itu lagi sakit malah sampai sini katanya tidak apa-apa, belum lagi malah mempertanyakan vitamin yang diberikan sama Lia. Katanya amankan vitaminnya, berlabel BPOM kan. Aduh.. Bikin emosi jiwa Sil.."
"Masa kayak gitu mbak, tapi memang kelihatannya dia orang kaya."
"Kalau kaya ngapain nggak ke rumah sakit saja, malah ke klinik ini. Nyebelin banget, amit-amit ketemu dia lagi."
"Di sini tadi aja melihat sekeliling gitu mbak, kayak ngecek lokasi aja."
"Iya itu, nyebelin kan.."
Lia datang ke mereka yang masih bergibah dari tadi.
"Sisi, masih aja bahas itu."
"Ini.. nih Sil. Orangnya santai banget nemu pasien kayak gitu." Ucap sambil menunjuk ke arah Lia.
"Ya pasien ada yang seperti itu juga, masa baik semua."
"Tapi kamu itu terlalu baik banget sama orang Lia."
"Udah lah, nggak usah ghibah terus."
Lia beranjak diikuti oleh Sisi.
"La, makan siang yuk."
"Pesan aja males keluar."
"Oke."
Sisi mulai scroll HP nya, mencari selera sesuai dengan dirinya.
🌹🌹🌹🌹🌹🌹
"Kenapa Mama bilang kayak gitu."
Haris terdiam sendiri di ruangannya sambil bersandar di kursi kebesarannya.
Setelah pulang dari memeriksakan Kirana tadi Mama Asih bicara dengan Haris mengenai Lia.
"Kelihatan masih muda banget."
Haris sebenarnya juga memperhatikan Lia saat memeriksa Kirana tadi tapi, memang hanya sekedar mengawasi tak ada rasa yang lain.
"Mending menyelesaikan kerja aja, Dia juga pasti sudah berdua."
~Flashback On~
"Kalau diperhatikan Bidan Lia tadi, pinter banget lho."
"Kenapa Mama bilang begitu, Dia cuma bidan bukan dokter Ma."
"Emang kenapa kalau Bidan, dia kelihatan pinter sayang lagi sama anak-anak. Kiran aja sampai nurut banget sama dia."
"Kebetulan aja kali Ma, Kiran kan gampang Deket sama orang."
"Kenapa nggak coba kamu deketin, siapa tau jodoh. Kirana udah suka banget sama dia, kan mudah mendekatinya."
Haris kaget Mamanya bilang begitu.
"Mama apaan sih, ngomong gitu."
"Kata kamu mau cari yang bisa merawat Kirana, daripada Mamanya Kiran lebih sayang dia lho ke Kirana."
"Mama, nggak semudah itu nyari Mama baru buat Kirana."
"Mau sampai kapan kamu sendiri, Kiran juga butuh seorang ibu yang sayang sama dia."
Haris mending diam saja daripada terus menjawab dan dia akhirnya yang terpojok oleh Mamanya.
"Haris, dipikirkan omongan Mama tadi."
Haris tersenyum saja dan berlalu bersiap ke kantor.
~Flashback Off~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
eni
nah d pertimbangkan rris...omongan orang tua😀
2024-01-17
2