Ryan dilempar ke dalam kamar asrama dengan kasar. Guru yang membawanya mengunci pintu dari luar, lalu pergi begitu saja.
“Hey! Buka pintunya!” Ryan menggedor-gedor pintu dengan kesal.
“Buka pintunya, aku bilang!”
Suara dari dalam kamar menyela teriakannya.
“Hei, bisakah kau diam?”
Ryan berbalik. Di hadapannya, seorang pemuda setengah telanjang duduk santai di ranjang.
“Siapa kau?” tanya Ryan waspada.
“Apa kau juga dibawa ke sini oleh kakek tua itu?”
Ryan mengangkat alisnya. “Kau tahu tentang dia?”
“Tentu saja.” Pemuda itu menghela napas. “Aku sudah bertahun-tahun terjebak di kamar ini. Kakek tua itu menyebalkan.”
Mendengar ucapannya, Ryan ikut kesal.
“Benar! Aku bahkan dipaksa tinggal di sini!”
“Serius?”
“Ya! Andai saja aku cukup kuat, pasti sudah kupatahkan beberapa tulang punggungnya,” ujar Ryan setengah bercanda.
Mereka tertawa bersama.
“Aku serius,” tambah Ryan, yang justru membuat tawa mereka semakin keras.
Obrolan berlanjut, dan tanpa disadari, mereka mulai akrab.
“Oh iya, namamu siapa?” tanya Ryan.
Pemuda itu tersenyum. “Namaku Bryan.”
Ryan terkejut. “Serius? Namaku Ryan! Nama kita hampir sama!”
Mereka kembali tertawa.
“Lalu, kenapa kau dibawa ke sini?” tanya Bryan.
“Aku akan dimasukkan ke akademi.”
Bryan mendadak panik.
“Benarkah?”
“Ya, kenapa?”
Bryan merosot ke sudut ruangan, meratapi nasibnya.
“Apakah aku akan turun tingkat lagi? Padahal aku baru naik tingkat tahun ini… dan sekarang akan turun lagi…”
Ryan mengerutkan dahi. “Ada apa denganmu?”
Bryan menarik napas panjang, lalu kembali mendekati Ryan.
“Kalau begitu, kapan kau mulai masuk akademi?”
“Mungkin besok.”
Bryan kembali meratap di pojokan.
“Hei, ada apa denganmu?” ujar Ryan kesal.
Bryan menenangkan diri, lalu menepuk bahu Ryan.
“Semangat, Bro.”
“Hadeh… sebenarnya aku juga tidak mau masuk akademi itu. Tapi aku tidak bisa kembali ke tempat asalku.”
Bryan tiba-tiba bersemangat.
“Kalau begitu, aku akan membantumu!”
“Membantuku?”
“Ya! Aku akan membantumu kabur dari sini dan kembali ke tempat aslimu!”
Ryan menatapnya, terkejut sekaligus senang.
“Kalau begitu, aku juga akan membantumu keluar dari tempat ini!”
“Tapi bagaimana caranya? Pintu kamar ini dikunci.”
Bryan menyeringai sambil mengeluarkan sebuah kunci.
“Aku punya kunci cadangan.”
Mereka keluar dari kamar dengan hati-hati, mengendap-endap melewati lorong asrama.
“Kenapa kita harus sembunyi?” tanya Ryan.
“Ssstt! Penjagaan di sini ketat. Jika ketahuan, kita akan lebih sulit kabur.”
“Begitu ya…”
“Kamu diam saja dan ikuti aku.”
Mereka terus berjalan dalam kegelapan, hingga tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari belokan. Bryan dengan sigap menarik Ryan ke tempat persembunyian.
“Ryan, kemari!” bisiknya.
Mereka nyaris tertangkap, tapi berhasil mengelabui para penjaga.
“Pfft… Hampir saja,” bisik Bryan lega.
Tapi suara lain tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.
“Apanya yang hampir saja?”
Mereka berdua tersentak. Bryan menoleh dan melihat sosok yang sangat ia takuti—Master.
“Ryan, lari!”
Mereka berlari sekencang mungkin, tapi penjaga asrama segera mengejar.
“Tangkap mereka dan bawa kembali ke kamar mereka!”
“Sial! Kita ketahuan sama kakek tua bangka itu!” gerutu Bryan.
Tiba-tiba, Master muncul di belakangnya.
“Siapa yang kau sebut tua bangka?” tanyanya sambil tersenyum.
Bryan terkejut setengah mati.
“TIDAKKK!!!”
Master mengetuk kepalanya hingga ia tersungkur. Ryan yang melihatnya terdiam sejenak, lalu menggertakkan giginya.
“Ryan, larilah! Jangan hiraukan aku!” teriak Bryan.
Ryan mengangguk dan segera berlari meninggalkan temannya.
“Tangkap dia!” teriak salah satu penjaga.
Ryan mengerahkan auranya, dan mendadak ia merasakan perubahan drastis pada tubuhnya.
“Apa ini?”
Kecepatannya meningkat sepuluh kali lipat. Dengan mudah, ia melewati para penjaga yang mencoba menangkapnya.
“Ini… luar biasa.”
Di istana, seorang pengawal memberi laporan kepada Raja.
“Yang Mulia, dua tahanan mencoba kabur dari asrama.”
Raja menatapnya dengan tajam. “Tangkap mereka dan bawa kemari.”
Seorang pria maju ke depan.
“Izinkan saya menangkapnya sendiri.”
Raja mengangguk. “Baiklah, Albert. Pergilah.”
Ryan terus berlari, tetapi tiba-tiba seseorang menghadangnya.
“Siapa kau?” tanyanya.
Pria itu berdiri dengan penuh wibawa.
“Perkenalkan, namaku Albert Viscon. Bangsawan dari keturunan Viscon.”
Tanpa aba-aba, Albert langsung menyerang.
“Cilaka!” Ryan segera menghindar.
Para pengawal bersorak.
“Tuan Albert! Tuan Albert!”
Ryan menggeram, risih mendengar sorakan itu.
“Tcih.”
Albert kembali menyerang, tetapi Ryan masih bisa menghindar.
“Baiklah… Kali ini aku akan sedikit serius,” ujar Albert.
Ia maju dengan kekuatan penuh, menghancurkan tanah di bawahnya. Ryan tidak bisa menghindar.
“Aku tidak bisa bergerak!”
Ryan menutup mata, bersiap menerima serangan. Namun sesuatu terjadi—serangannya berhasil ditangkis!
Di istana, Ryan dilemparkan ke hadapan Raja dalam keadaan terikat.
“Lepaskan aku!”
“Maaf sudah merepotkanmu, Albert,” ujar Raja.
Albert membungkuk hormat. “Sudah sepatutnya saya melayani Anda, Yang Mulia.”
“Lepaskan aku!” teriak Ryan. “Bagaimana dengan keluargaku? Atau Putri?”
“Kau tenang saja, aku sudah mengirim pengawal untuk menjaga mereka.”
“Kalau begitu, izinkan aku berpamitan pada Putri.”
“Tak perlu. Dia sudah tahu kau ada di sini.”
“Sial!”
“Bawa dia kembali ke kamarnya.”
“Baik, Yang Mulia.”
Ryan diseret oleh para pengawal.
“Awas kau, Raja sialan!”
Di kamar asrama, Bryan langsung membuka ikatan Ryan.
“Kau baik-baik saja?”
“Sial.”
“Aku baik-baik saja…”
Bryan menepuk pundaknya. “Tak apa, bro. Masih banyak kesempatan untuk kabur.”
Ryan tersenyum. “Terima kasih sudah membantuku.”
“Sudah kewajiban kita saling bantu.”
“Kita tidur dulu. Besok kita buat rencana baru.”
Mereka pun tidur.
Namun di tengah malam, Ryan bermimpi buruk. Ia melihat keluarganya dan Putri disandera oleh sosok berjubah.
“Lepaskan mereka!”
Pedang terayun. Darah berceceran.
Ryan bangkit dengan aura putih yang membara. Bryan terbangun dan menjerit ketakutan.
“Tolong aku…” katanya gemetar.
Ryan menghancurkan pintu kamar, melukai para penjaga di sekitarnya.
Albert muncul lagi. “Kali ini aku tak akan lembut.”
Pertarungan pun kembali dimulai.
Albert mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghadapi Ryan. Keduanya saling menatap tajam, merasakan aura masing-masing yang semakin memanas.
“Ini akan jadi pertarungan yang sulit…” gumam Albert.
Namun, sebelum ia sempat menyerang, Ryan tiba-tiba bergerak lebih cepat darinya!
BOOM!
Ledakan dahsyat menggema di dalam istana. Pintu singgasana hancur berkeping-keping, mengagetkan para penjaga dan raja yang duduk di tahta.
Dari balik asap, Ryan muncul tepat di hadapan sang raja.
Raja yang terkejut nyaris tidak sempat bereaksi, namun dalam sepersekian detik, ia berhasil menghindari serangan Ryan yang menghancurkan kursi singgasana hingga terlempar jauh.
Seketika, istana berubah menjadi medan pertempuran.
“Dia… sekuat ini?” Raja menatap Ryan dengan tidak percaya.
Ryan mengamuk, menyerang membabi buta. Namun, tidak satu pun serangannya berhasil mengenai raja. Gerakannya cepat, tetapi raja jauh lebih terlatih dalam bertarung.
Dengan satu serangan telak, raja berharap bisa membuat Ryan pingsan dan menyadarkannya. Tapi saat serangannya mendarat, Ryan sama sekali tidak terpengaruh!
Tanah di bawah kaki Ryan hancur, namun tubuhnya tetap berdiri tegak. Matanya bersinar dengan aura putih yang semakin berkobar.
Tiba-tiba, Ryan berteriak seperti binatang buas!
"GRAAAAAAHHHH!!!"
Gelombang energi menyebar ke seluruh ruangan.
Raja mengernyit, menyadari sesuatu. “Aku harus pergi dari sini sebelum kerusakan semakin besar.”
Tanpa berpikir dua kali, raja melompat keluar dari istana, menjauh dari pusat kekacauan. Namun, sebelum ia bisa bernapas lega—
WHOOSH!
Ryan sudah ada di hadapannya!
"Tidak bisa kuhindari!"
Ryan mengangkat tinjunya, siap menghantam raja dengan kekuatan penuh. Namun, tepat saat pukulan itu hampir mengenai target—
Portal muncul di depan Ryan!
Di dalamnya, terlihat Putri sedang belajar. Ia menoleh ke portal dengan ekspresi terkejut saat melihat penampilan Ryan yang begitu mengerikan.
“Putri…” suara Ryan terdengar parau.
“Ryan?”
Begitu melihat Putri, cahaya putih yang menyelimuti tubuh Ryan langsung meredup. Aura liar yang sebelumnya mengamuk kini menghilang seketika.
Tubuh Ryan melemas. Matanya perlahan tertutup.
BRAK!
Ryan jatuh, tetapi Putri dengan sigap menangkapnya.
“Ryan, sadarlah!”
Raja mendekati mereka dengan langkah pelan.
“Maaf…” ucapnya dengan nada serius.
Putri menggelengkan kepala. “Tidak masalah.”
“Apakah dia baik-baik saja?”
“Dia akan baik-baik saja.” Putri tersenyum, yakin dengan ucapannya.
Raja menghela napas lega. “Kamu tidak perlu cemas.”
Putri mengangguk pelan. Ia menatap Ryan yang tertidur dalam dekapannya, lalu tersenyum lembut.
“Terima kasih.”
BERSAMBUNG…
Malam yang Panjang untuk Bryan
Di dalam asrama, Bryan memohon kepada Master dengan wajah memelas.
“Kakek, tolonglah! Aku ingin beda kamar dengannya!”
Master hanya menatapnya dingin.
“Tidak bisa.”
Bryan menghela napas panjang. Ia berbalik dan berjalan pergi dengan lesu.
“Dasar kakek tua bangka pelit…” gumamnya pelan.
Tiba-tiba, suhu ruangan meningkat drastis. Dari belakang, aura api menyala dengan mengerikan.
“Apa kau bilang?” suara Master menggema, penuh tekanan.
Bryan menelan ludah. Perlahan, ia berbalik dengan ekspresi panik.
Master menatapnya dengan api berkobar di tangannya.
“T-Tua bangka?” Bryan tersenyum canggung, berusaha memperbaiki keadaan.
Master semakin mendekat, wajahnya penuh kemarahan.
"TUA BANGKA?!"
“TIDAAAAAAAKKKK!!!” teriak Bryan sejadi-jadinya, suara kejantannya menghilang.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments