Suasana tiba-tiba menjadi dingin saat sosok misterius itu muncul di hadapan Ryan.
"Sial! Kenapa dia muncul di saat yang tidak tepat?" pikir Ryan panik.
Dengan keberanian yang tersisa, Ryan berteriak, "Hei! Jawab aku! Apa maksudmu kemarin?!"
Namun, sebelum Ryan sempat melanjutkan, sosok itu tiba-tiba berlari.
"Tunggu!!" Ryan berusaha mengejarnya.
Rasa penasaran membakar dirinya. Ia tak peduli ke mana sosok itu membawanya, yang jelas ia harus mendapatkan jawaban.
---
Sementara itu, di Café Reborn, Putri sudah tiba lebih dulu. Ia menoleh ke segala arah, tapi Ryan belum terlihat.
Seorang pelayan mendekatinya dengan senyuman ramah.
"Selamat datang di Reborn, Kak. Silakan duduk, kami akan segera melayani Anda."
Putri mengangguk. "Kak, apa ada seorang pria yang datang ke sini lebih dulu?"
"Banyak pria yang datang ke sini, Kak. Ada yang berpasangan, ada yang berkelompok, dan ada juga yang sendirian."
"Kalau yang sendirian?" tanya Putri dengan harapan.
Pelayan itu menunjuk beberapa pria yang duduk sendiri di sudut café. Putri memperhatikan mereka satu per satu, tetapi tidak ada Ryan di antara mereka.
Dengan sedikit kecewa, ia menghela napas. "Mungkin dia hanya telat," pikirnya, mencoba tetap berpikiran positif.
"Oh iya, terima kasih, Kak," ujarnya pada pelayan.
"Sama-sama, Kak. Silakan duduk."
---
Di sisi lain, Ryan masih berlari mengejar sosok misterius itu.
"Kau ingin lari ke mana?" teriaknya.
Sosok itu terus berlari, membawa Ryan semakin jauh hingga mereka masuk ke dalam sebuah hutan yang gelap.
Ryan berhenti, terengah-engah. "Ha... Ha... Ha... Apa rencana dia membawaku ke tempat seperti ini?"
Tiba-tiba, sosok misterius itu berhenti dan berbalik menatap Ryan. Sorot matanya tajam, menusuk, membuat bulu kuduk Ryan meremang.
"Jangan-jangan... dia berniat membunuhku?" pikir Ryan, semakin waspada.
Namun, ia mencoba menenangkan diri. "Tidak mungkin. Kalau memang dia ingin membunuhku, kenapa tidak dari tadi saja?"
Ryan menatapnya penuh tanda tanya. "Jawab aku! Apa maksudmu menyebutku Alexander kemarin? Siapa dia?"
Sosok itu tetap diam.
"Katakan sesuatu!" desak Ryan.
Akhirnya, sosok itu berbicara dengan suara berat dan dingin. "Carilah jati dirimu."
"Apa maksudmu?! Setidaknya beritahu aku sedikit saja!"
"Jika kau tidak menemukannya... aku akan membunuhmu."
Ryan terdiam, tubuhnya gemetar. Namun, ia mencoba memberanikan diri.
"Coba saja kalau kau bisa!"
Dalam sekejap, sosok misterius itu menghilang dari tempatnya dan muncul tepat di hadapan Ryan dalam kecepatan yang tidak masuk akal.
Ryan terkejut. "Cepat sekali...!"
---
Di Café Reborn, Putri masih menunggu dengan perasaan gelisah.
"Apa dia lupa janjinya?" pikirnya.
Seorang pelayan menghampirinya. "Apa Kakak sudah menentukan pesanannya?"
Putri tersadar dari lamunannya. "Oh iya, jus jeruk satu."
"Baik, Kak. Mohon ditunggu."
Setelah pelayan itu pergi, Putri mengambil ponselnya dan mencoba menelepon Ryan. Tidak ada jawaban. Ia mencoba lagi dan lagi, tetap tidak ada respons.
Putri mulai berpikir negatif. "Mungkin... dia memang tidak akan datang?"
Namun, ia mencoba menepis pikiran itu. "Tidak... Mungkin dia ada urusan lain. Aku harus menunggu sedikit lebih lama."
---
Malam semakin larut. Ryan tersadar dari pingsannya. Ia membuka mata, kepalanya terasa berat.
"Agh... Kenapa aku tertidur di sini?"
Saat melihat sekelilingnya, ia baru sadar kalau dirinya masih berada di dalam hutan.
"Tunggu... Aku ada janji dengan Putri!"
Dengan cepat, ia merogoh saku dan melihat ponselnya. Ada beberapa panggilan tak terjawab dari Putri.
"Sial! Aku terlambat!"
Ryan langsung berlari menuju café dengan kecepatan penuh. Namun, begitu sampai, Putri sudah tidak ada di sana.
Seorang pelayan menyambutnya.
"Selamat datang di Reborn, Kak—"
"Apa kamu melihat seorang cewek yang datang sendirian tadi?" potong Ryan.
Pelayan itu mendecak kesal. "Dasar cowok PHP," gumamnya pelan.
Ryan mengerutkan kening. "Apa?"
"Oh, tidak ada apa-apa, Kak. Cewek yang Kakak maksud mungkin sudah lama pergi."
Ryan menghela napas dalam-dalam. Hatinya dipenuhi rasa bersalah.
"Sial... Aku mengecewakannya."
Dengan langkah lesu, ia meninggalkan café, mencoba menelepon Putri. Tidak ada jawaban. Ia mencoba beberapa kali lagi, tetapi kali ini, nomor Putri tidak aktif.
Ryan menunduk, merasa benar-benar menyesal.
"Apa dia marah padaku...?"
Ia menghela napas panjang. "Besok aku akan mencoba meneleponnya lagi. Mungkin sekarang bukan waktu yang tepat."
---
Keesokan harinya.
Ryan berulang kali mencoba menelepon Putri, tetapi tetap tidak ada jawaban.
"Dia benar-benar marah padaku..." pikirnya.
Namun, ia masih mencoba berpikir positif. "Mungkin dia belum melihat ponselnya. Aku akan meneleponnya lagi nanti."
Di sisi lain, Putri sedang dalam perjalanan ke sekolah bersama ayahnya. Ia duduk diam, wajahnya terlihat muram.
Ayahnya melirik sekilas. "Anak Ayah kenapa cemberut begitu?" tanyanya sambil tetap fokus menyetir.
Putri terkejut. "Eh? Tidak, Ayah..."
"Apa anak Ayah bertengkar sama pacarnya?" godanya dengan senyum jahil.
Putri langsung salah tingkah. "Ihh, Ayah apaan sih! Enggak kok!"
Ayahnya tertawa kecil. "Terus, kenapa wajahmu berbeda dari biasanya?"
"Aku baik-baik saja kok, Ayah," jawab Putri, lalu tersenyum kecil agar Ayahnya tidak curiga.
Melihat senyuman itu, Ayahnya merasa lega. Perjalanan mereka pun dilanjutkan dengan obrolan ringan.
---
Sepulang sekolah, Ryan masih memikirkan Putri. Ia memutuskan untuk meneleponnya lagi.
Namun, sebelum sempat mengeluarkan ponsel dari sakunya, matanya tiba-tiba menangkap sosok Putri di kejauhan... bersama seorang lelaki lain.
Ryan membeku di tempatnya.
"...Putri?"
Hatinya mencelos. Apa yang sebenarnya terjadi...?
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments