Amarah Ryan tak terbendung. Energinya meledak tanpa kendali, menyelimuti tubuhnya dengan aura yang menggetarkan seluruh arena. Di kejauhan, Demigod hanya tersenyum, menikmati momen langka ini seakan telah menantikan pertarungan ini sepanjang hidupnya.
"Ayo, Nak... teruskan," suara Demigod terdengar tenang.
"Keluarkan semua amarahmu kepadaku."
Tiba-tiba, Ryan menghilang dari pandangan. Demigod terkejut. Dalam sekejap, sebuah pukulan telak menghantam tubuhnya dari belakang, membuatnya terlempar jauh.
"Cepat sekali..." gumamnya, masih berusaha memahami apa yang baru saja terjadi.
Namun, sebelum ia bisa mencerna serangan pertama, Ryan sudah berada di belakangnya lagi, siap melancarkan serangan berikutnya. Demigod kembali terpukul keras. Kali ini, serangannya jauh lebih fatal.
"Ukh..."
Demigod terdiam. Matanya tajam, memperhatikan pergerakan Ryan. Ia sadar dirinya tak mampu lagi mengikuti kecepatan lawannya. Setiap serangan datang dari arah yang tak terduga. Untuk pertama kalinya, Demigod merasa tak berdaya.
"Apa...?"
Ryan kini tidak hanya bertarung—dia seakan ingin mengakhiri hidup Demigod. Dan Demigod hanya bisa pasrah.
Namun, sebelum serangan terakhir bisa mendarat, sebuah suara telepati terdengar di benak semua peserta.
"Untuk semua siswa... Mohon untuk menghentikan pertarungan kalian."
"Waktu ujian kali ini telah dipercepat dan dinyatakan selesai."
"Jika ada yang bertindak gegabah, mereka akan didiskualifikasi."
"Jadi untuk semua siswa, harap hentikan pertarungan kalian."
"Terima kasih atas perhatiannya."
Seketika, seluruh arena berubah hening. Para siswa yang masih bertarung berhenti, menatap satu sama lain dengan kebingungan.
"Ada apa ini?"
"Kenapa tiba-tiba dihentikan?"
"Apakah terjadi sesuatu?"
Sementara itu, Ryan mendapati dirinya berada di depan sebuah portal misterius. Kakinya melangkah maju tanpa sadar, seakan ada kekuatan tak terlihat yang menariknya masuk.
Namun, tepat saat ia hampir menyentuh portal, Ricardo tiba-tiba muncul dan menekan perutnya dengan kuat, menyegel energinya dalam sekejap. Aura mengerikan yang tadi mengamuk tiba-tiba lenyap, dan Ryan pun pingsan di tempat.
"Untung saja aku sempat..." gumam Ricardo sambil tersenyum tipis. Dengan sigap, ia mengangkat tubuh Ryan dan menjauhkannya dari portal.
Kebingungan di Kalangan Siswa
Di tempat lain, para siswa mulai ramai membicarakan kejadian ini.
"Kenapa ujian tiba-tiba selesai?"
"Benar! Sedikit lagi aku bisa mendapatkan cukup lencana untuk lulus!"
"Pak, ada masalah apa sebenarnya?"
Seorang guru berdiri di hadapan mereka dan mencoba menenangkan suasana.
"Semuanya harap tenang!"
Namun, ada satu hal yang menarik perhatian mereka.
"Eh? Aku tidak melihat Stevani, Demigod, Ryan, atau Bryan."
"Benar juga. Ke mana mereka?"
"Mungkin Bryan sudah dimakan binatang buas?"
"Hahaha!"
"Semuanya diam!" suara sang guru menggelegar.
"Ayo kita cari mereka!"
"Kenapa kita juga harus ikut...?" salah satu siswa mengeluh.
"Ikuti saja!"
Dengan enggan, para siswa pun kembali memasuki hutan.
Setelah beberapa menit mencari, salah satu dari mereka berteriak, "Hei! Aku menemukannya!"
Ketika mereka sampai di lokasi, semua orang terkejut melihat pemandangan di depan mereka.
Tanah di sekitarnya hancur. Pohon-pohon tumbang. Bekas pertarungan hebat masih terasa di udara.
"Apa-apaan tempat ini...?"
"Apakah mereka bertarung sampai titik darah penghabisan?"
Seorang siswa menunjuk ke arah tubuh Demigod yang tergeletak di tanah, terluka parah dan tak sadarkan diri.
"Demigod... dikalahkan?"
Keraguan memenuhi benak mereka.
"Lalu siapa yang mengalahkannya?"
"Iya, siapa yang bisa mengalahkan Demigod?"
Tiba-tiba, seseorang menunjuk ke arah lain. "Lihat! Itu Bryan!"
Semua mata tertuju pada Bryan, yang juga tergeletak di tanah bersama Stevani. Namun, yang paling mengejutkan adalah sesuatu yang ada di tangannya—lencana milik Demigod.
"Bukankah itu lencana Demigod?"
"Benar! Itu miliknya!"
Perlahan, kesimpulan mulai terbentuk di benak mereka.
"Jadi... Bryan yang mengalahkan Demigod?"
Tiga Hari Kemudian
Ryan akhirnya siuman. Saat membuka matanya, suara yang familiar menyambutnya.
"Ryan! Kau sudah sadar!"
Ryan menoleh dan melihat Bryan berdiri di sampingnya, wajahnya penuh kegembiraan. Tanpa menunggu, Bryan langsung memeluknya.
"Kita lulus dalam ujian, Ryan!"
"Hah?"
Dengan bangga, Bryan mulai menceritakan bagaimana dirinya yang mengalahkan Demigod, menyombongkan diri seakan-akan itu adalah kemenangan pribadinya.
Ryan menatapnya, masih sedikit bingung.
"Tunggu... tapi aku jelas melihat Demigod menusukmu tepat di jantung..."
Bryan tertawa. "Tidak usah dipikirkan! Aku ini kuat, tidak akan semudah itu mati!"
"Tapi—"
"Dan aku berhasil mengalahkannya! Hahaha!"
Ryan hanya bisa tersenyum. Meski tahu kebenarannya, dia bersyukur Bryan baik-baik saja.
"Syukurlah kalau kau selamat..."
Pengumuman Kelulusan
Di akademi, pengumuman kelulusan resmi diumumkan.
Bryan - 8 Lencana
Ryan - 6 Lencana
Stevani - 4 Lencana
Alonso - 3 Lencana
Seorang siswa menoleh ke Bryan. "Eh, aku tidak melihat Demigod di kelas ini."
Tanpa sadar, Bryan tertawa. "Hahaha! Mungkin dia malu karena kalah dariku!"
Siswa lain hanya menatapnya dengan sinis, merasa kesal dengan kesombongannya.
Hadiah dari Lily
Di tempat latihan, Ryan kembali berlatih bersama Lily.
"Selamat atas kelulusan ujian pertamamu."
"Terima kasih, Lily."
Lily tersenyum. "Karena kau lulus, aku punya hadiah untukmu!"
Dengan semangat, ia mengaduk-aduk tas kecilnya. "Sebentar... di mana aku menyimpannya..."
Ryan menunggu dengan penasaran.
"Ah, ini dia!"
Lily mengeluarkan sebuah kalung kristal indah dan menyerahkannya kepada Ryan.
"Apa ini?"
"Ini bukan kristal biasa, tahu!" Lily mengerucutkan bibir, berpura-pura ngambek. "Aku mendapatkannya dengan susah payah!"
Ryan tersenyum dan mengenakannya. "Keren!"
Lily tersenyum puas. "Kau menyukainya?"
"Iya!"
"Syukurlah."
Mereka kembali ke latihan seperti biasa.
"Baiklah, sekarang kita akan melatihmu agar lebih kuat lagi!"
"Terima kasih, Lily!"
Sementara itu, di asrama, Bryan bermimpi bahwa Stevani jatuh cinta kepadanya...setelah mengalahkan demigod
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments