Keesokan harinya, Galang sudah siap berangkat ke sekolah. Ia mendekati tempat tidur adiknya, lalu mengguncangnya dengan kasar.
"Hei, bocah! Bangun! Nanti kau telat ikut upacara!"
Ryan, yang masih setengah sadar, meraba-raba ponselnya. Begitu melihat jam, matanya langsung membelalak.
"APA?!" teriaknya kaget.
Galang mendengus sambil menggeleng. "Dasar bocah."
Ryan segera melompat dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Tak ingin makin terlambat, ia berlari menuju sekolah sambil menggigit sepotong roti.
"Kakak sialan! Membangunkanku saat sudah hampir siang!" gerutunya sambil berlari.
Saat sudah hampir sampai, Ryan melihat dari kejauhan bahwa upacara akan segera dimulai. Seorang satpam berdiri di gerbang, bersiap menutup pagar sekolah.
"Tunggu, Pak! Jangan tutup pagarnya dulu!" teriaknya panik.
Ryan semakin mempercepat langkahnya, tapi pagar semakin tertutup.
"Sial, andai saja aku bisa lebih cepat lagi… mungkin aku bisa melewatinya!"
Saat pagar hampir sepenuhnya tertutup—
WHOOSH!
Tiba-tiba, Ryan melesat seperti kilat dan sudah berada di halaman sekolah dalam sekejap. Ia terdiam, jantungnya berdegup kencang.
"Apa… bagaimana aku bisa lari secepat itu?" bisiknya tak percaya.
Pikirannya melayang pada kata-kata sosok misterius yang pernah menemuinya. "Apakah ini… kekuatan yang dia maksud?"
Sebelum sempat merenungkan lebih jauh, suara satpam membuyarkan lamunannya.
"Nak, cepat simpan tasmu di kelas! Upacara akan segera dimulai!"
Ryan tersadar dan segera berlari ke kelasnya.
"Baik, Pak!"
Saat upacara berlangsung, Ryan kembali melamun.
"Bagaimana aku bisa melakukannya tadi? Apakah aku masih bisa mengulanginya?"
Pikiran jahilnya muncul. "Kalau benar bisa… aku bisa kabur dari upacara ini dan bersembunyi di kelas!"
Ia menoleh ke sekitar, memastikan tidak ada guru yang memperhatikannya.
"Baiklah… kurasa aman untuk mencobanya."
Ryan menutup mata dan mencoba mengaktifkan kekuatannya lagi. Dalam sekejap, ia melesat dari barisannya, tanpa ada siswa lain yang menyadari kepergiannya.
Atau setidaknya, itulah yang ia pikirkan.
"RYAN! KEMARI CEPAT!"
Seketika wajahnya pucat. Ternyata, seorang guru melihatnya kabur.
Ryan akhirnya dihukum push-up 50 kali setelah upacara selesai.
Saat pulang sekolah, ia masih memikirkan kejadian tadi.
"Sial! Sampai kena hukuman segala!"
Tapi lebih dari itu, ada satu hal yang mengganggunya.
"Bagaimana aku bisa berlari secepat itu? Bahkan aku sendiri tidak menyangkanya…"
"Tapi… ketika mencobanya lagi, malah ketahuan."
Ryan mendesah, lalu berpikir sejenak.
"Atau mungkin aku harus melatihnya?"
Matanya berbinar saat sebuah ide muncul.
"Oh iya! Aku tahu tempat yang pas untuk latihan!"
Tanpa membuang waktu, Ryan bergegas menuju lokasi tersebut.
Namun, sesampainya di sana—
"Sial! Tempatnya sudah diisolasi polisi!"
Ia melihat garis polisi menghalangi area yang biasa dikunjungi sosok misterius itu. Tapi karena tidak ada siapa pun di sekitar, ia tersenyum kecil.
"Tidak masalah. Justru ini kesempatan bagus!"
Dengan hati-hati, Ryan menerobos masuk ke area terlarang itu.
"Baiklah… aku akan terus berlatih sampai bisa mengendalikannya!"
Ia mulai berlari, mencoba mengaktifkan kecepatannya kembali. Namun, tak semudah yang ia kira. Berkali-kali ia gagal, tapi tetap tidak menyerah.
Beberapa waktu kemudian, suara familiar menghentikan latihannya.
"Apa yang sedang kamu lakukan?"
Ryan menoleh. "Putri?"
Gadis itu mendekat dengan senyum tipis.
"Bagaimana kau tahu aku di sini?"
"Aku hanya menduga saja… kupikir kau akan ke sini lagi."
Ryan terkekeh. "Hahaha, ternyata feeling-mu kuat juga!"
Putri tersenyum. "Tidak juga."
Ia menatap Ryan, penasaran. "Jadi, sebenarnya apa yang sedang kau lakukan di tempat seperti ini?"
"Aku sedang melatih kekuatanku."
Putri terkekeh. "Hahaha."
Ryan mengernyit. "Kenapa kamu tertawa?"
"Tidak apa-apa, maaf."
Putri kemudian berkata dengan lembut, "Kalau begitu, aku akan menonton dan mendukungmu."
Ryan tersenyum. "Terima kasih."
Ia kembali berlatih dengan semangat. Setelah beberapa lama, Putri menghampirinya sambil membawa sebotol minuman dan bekal.
"Sebaiknya kau istirahat sebentar."
Ryan mengangguk. "Iya… aku juga sedikit capek."
Tiba-tiba, perutnya berbunyi keras.
Putri tertawa. "Hahaha!"
Ryan cemberut. "Jangan tertawa… Aku belum makan siang!"
"Iya, iya… Ini, aku bawakan bekal untukmu."
Ryan menerima bekal itu dengan senang hati. "Terima kasih… Aku bersyukur bisa memilikimu."
Putri tersentak. Wajahnya tiba-tiba memerah, lalu ia memalingkan wajahnya.
Ryan mengernyit. "Ada apa dengan wajahmu?"
"T-tidak apa-apa… Sebaiknya kau makan dulu."
Ryan mengangkat bahu dan mulai makan. Mereka mengobrol dengan santai, menikmati kebersamaan mereka.
Setelah selesai makan, Ryan berdiri dengan semangat baru.
"Baiklah! Staminaku sudah pulih kembali!"
Ia menatap Putri dengan penuh semangat. "Terima kasih atas bekalnya!"
"Sama-sama," jawab Putri dengan senyum lembut.
Ryan kembali berlatih sampai hari mulai gelap. Putri akhirnya mendekatinya lagi.
"Ryan, sebaiknya kau berhenti dulu. Hari sudah mulai gelap."
Ryan menghela napas. "Haha… iya, sebaiknya aku lanjutkan besok saja."
"Kalau begitu, ayo kita pulang."
Mereka berjalan pulang bersama, mengobrol dengan asyik.
Di tempat lain, sosok misterius berjalan terseok-seok, tubuhnya penuh luka. Ia memasuki sebuah kerajaan megah dan langsung menuju singgasana raja.
"Salam, Yang Mulia."
Sang raja menatapnya dengan tajam. "Apa yang terjadi padamu? Kau berantakan sekali. Apa itu ulahnya?"
"Benar, Yang Mulia."
"Berdirilah."
Sosok itu bangkit perlahan.
"Bagaimana perkembangannya?"
"Seperti biasa, Yang Mulia."
Sang raja berpikir sejenak, lalu berkata, "Kalau begitu, beristirahatlah. Aku akan menugaskan ksatria utamaku untuk melanjutkan tugasmu."
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Pergilah."
Setelah keluar dari istana, sosok misterius itu menyeringai.
BERSAMBUNG…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Filanina
latihannya ga diceritain? hanya lari-lari saja?
2025-02-27
0
Filanina
hehehe... adegan template...
2025-02-27
0