Malam semakin larut. Ryan dan Bryan tetap waspada di tempat persembunyian mereka, mengawasi sekeliling dengan penuh kehati-hatian.
"Apa kau tidak merasakan tanda-tanda musuh, Ryan?" tanya Bryan.
"Tanda-tanda musuh?" Ryan mengerutkan kening. "Aku tidak tahu bagaimana cara merasakannya."
Bryan menghela napas. "Coba rasakan hawa keberadaan seseorang di sekitarmu. Itu cara paling sederhana untuk mendeteksi musuh."
Ryan menatap Bryan dengan serius. "Kau bisa melakukan itu?"
"Tentu saja. Selain itu, kau juga bisa merasakan energi musuh menggunakan deteksi energi."
"Deteksi energi?"
"Konsepnya sama seperti merasakan hawa seseorang, hanya saja kali ini kau harus memperluas jangkauanmu untuk menangkap energi mereka."
Ryan mengangguk. "Itu terdengar sangat berguna."
"Tentu saja. Dalam situasi seperti ini, kemampuan itu bisa menyelamatkan nyawamu."
"Baiklah, aku akan mencobanya."
"Lakukan yang terbaik, Ryan."
Ryan mulai berkonsentrasi, mencoba mengikuti instruksi Bryan. Namun, setelah beberapa saat, ia menggeleng.
"Aku tidak merasakan apa pun selain dirimu."
Bryan menghela napas lega. "Syukurlah kalau begitu."
"Tapi kita tetap harus waspada. Musuh bisa saja muncul tiba-tiba entah dari mana."
"Setuju."
Mereka terus mengawasi area sekitar selama beberapa jam.
"Kurasa semuanya sudah beristirahat."
"Pertarungan juga mulai mereda dari kejauhan," tambah Bryan.
"Benar… Sebaiknya kita istirahat dan bersiap untuk rencana besok."
Namun, sebelum mereka sempat beristirahat, Ryan tiba-tiba merasakan sesuatu. Hawa panas mendekat dengan kecepatan tinggi.
"Bryan!"
Ryan segera menarik tangan Bryan, melompat keluar dari tempat persembunyian mereka. Seketika, bola api raksasa menghantam tempat itu dan meledak dengan keras.
Bryan mengangkat wajahnya, matanya menyipit menembus kabut asap tebal. "Siapa yang berani menyerang kita secara mendadak?"
Ryan menajamkan indranya. "Sebentar… Aku mengenali energi ini."
Terdengar suara tawa di balik kabut. Perlahan, dua sosok muncul.
"John..." gumam Ryan.
"Dan satunya lagi…" Bryan memperhatikan dengan cermat. "Kagura?"
John menyeringai. "Yo, Bryan. Kita bertemu lagi… Apa kalian sudah siap kehilangan lencana kalian?"
Bryan mengepalkan tangan. "Majulah!"
John tertawa. "Kagura, urus murid baru itu. Aku akan bersenang-senang dengan Bryan."
Tanpa menunggu perintah lebih lanjut, Kagura langsung berlari ke arah Ryan, katana terhunus.
"Flower Rose!"
Bilah cahaya berbentuk kelopak bunga mawar melesat ke arah Ryan.
"Fire Ball!"
John melancarkan bola api ke arah Bryan.
Ryan melompat menghindari serangan Kagura, namun begitu kakinya menyentuh tanah, John menghantam tanah dengan sihirnya.
"Vulkanik!"
Tanah di bawah Ryan tiba-tiba bergetar dan retak, mengeluarkan pijaran lava merah menyala.
"Apa?! Sihir tanah bercampur api?!"
Ryan dengan cepat melompat menjauh, tapi Kagura sudah menunggu di belakangnya, mengayunkan katananya.
"Sun Flower!"
Bilah energi berbentuk kelopak bunga matahari melesat ke arah Ryan.
"Sial, aku tidak bisa menghindar!"
Ledakan terjadi. Asap tebal menutupi area sekitar.
John menyeringai. "Kerja bagus, Kagura!"
Namun, begitu asap mulai mereda, mata John membelalak.
"Apa?!"
Ryan berdiri di kejauhan, tubuhnya nyaris tak terluka. "Hampir saja…"
Bryan tersenyum lega. "Ryan, kau baik-baik saja?"
"Ya, terima kasih sudah mengkhawatirkanku." Ryan mengepalkan tangannya. "Sekarang aku akan mulai serius."
Bryan mengangguk. "Semangat, Ryan! Aku selalu mendukungmu!"
Ryan tersenyum, lalu melesat ke arah Kagura. Saat hendak menyerang, tiba-tiba bola api lain meluncur ke arahnya.
Namun kali ini, Ryan bereaksi cepat—alih-alih menghindar, ia memanfaatkan serangan itu untuk berpindah ke belakang Kagura.
"Ball!"
Ryan melepaskan bola energi besar ke arah Kagura. Serangan itu tepat mengenai Kagura dan menghantamnya hingga terhempas jauh.
"Kagura!"
John hendak membantu, tapi tiba-tiba Ryan sudah berada tepat di hadapannya.
"Jangan pernah mengalihkan pandangan dari musuh."
Ryan mengepalkan tinjunya, energi terkumpul di tangannya.
"Ini untuk Bryan!"
Sebuah pukulan keras menghantam wajah John, diikuti serangan lain ke perutnya.
"Dan ini untuk Bryan!"
John tersentak mundur. Tubuhnya goyah, lalu akhirnya jatuh pingsan.
Ryan mendengus. "Lah… kupikir dia masih bisa bertahan di serangan kedua."
Bryan tertawa dan berlari ke arahnya. "Kau berhasil mengalahkan mereka! Hahaha!"
Ryan menghela napas, lalu menatap lencana yang dimiliki John dan Kagura.
"Ayo kita ambil lencana mereka dan pergi sebelum yang lain datang."
"Setuju!"
Mereka mengambil tiga lencana milik John dan Kagura, lalu segera meninggalkan tempat itu.
Hari Akhir Ujian
Keesokan harinya, suara pertarungan terdengar dari berbagai penjuru.
"Ayo kita bergegas!" seru Ryan.
Mereka berlari menuju sungai—tempat di mana Ryan berjanji untuk bertemu Stevani. Namun, di kejauhan, sebuah ledakan besar terjadi.
"Ledakan itu dari arah sungai!"
"Benar… ayo cepat!"
Saat mereka tiba, Stevani berdiri di tengah beberapa siswa yang tergeletak tak berdaya.
Bryan terpana. "Stevani!"
"Kau baik-baik saja?" tanya Ryan.
Stevani tersenyum kecil. "Keroco ini bukanlah apa-apa…"
Bryan tiba-tiba mendekat dengan ekspresi berlebihan. "Stevani, aku selalu siap untukmu!"
Ryan hanya bisa menghela napas. "Aku juga sudah siap."
Stevani mengangguk. "Baiklah, ayo kita pergi."
Mereka bergerak menuju tujuan berikutnya. Di sepanjang perjalanan, suara pertarungan terdengar di mana-mana, dan hutan semakin kacau.
Namun, tiba-tiba Stevani berhenti.
"Sudah sampai."
Di depan mereka, seorang pria duduk santai di atas cabang pohon. Aura ungu menyelimuti tubuhnya.
"Apa kau datang ke sini untuk bertarung denganku?" tanyanya dengan senyum tipis.
Stevani mencabut pedangnya. "Benar."
Ryan bersiap, sedangkan Bryan gemetar di belakangnya.
"Baiklah…" Pria itu berdiri, aura ungunya semakin pekat. "Aku akan meladenimu."
BERSAMBUNG…
John terbangun dari pingsannya dan merogoh sakunya.
"Awas kau, Bryan!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments