Keesokan harinya, di dalam kelas, Ryan duduk santai di pojok belakang, menatap ke luar jendela, menikmati pemandangan di luar sekolah.
Tiba-tiba, seorang siswa masuk ke dalam ruangan dengan berteriak, mengabarkan sesuatu dengan penuh semangat.
"Semuanya!!!"
Sontak, perhatian seluruh siswa tertuju padanya.
"Kita akan kedatangan murid baru!"
Seorang siswa lainnya mengangkat alis, tampak tidak terlalu peduli.
"Terus kenapa kalau ada murid pindahan?"
"Bukankah itu hal yang biasa?"
Siswa yang pertama masuk menggeleng dengan ekspresi penuh antusiasme.
"Tapi yang ini beda!"
"Murid pindahan ini berasal dari sekolah populer itu!"
"Dan dia cewek, bro!"
Ruangan seketika riuh. Para siswa laki-laki bersorak kegirangan.
"Yeay! Akhirnya kita kedatangan murid cewek!"
"Aku akan memperlihatkan pesonaku!"
"Bla… bla… bla…"
Ryan yang sejak tadi tenang merasa terganggu dengan suasana kelas yang mendadak heboh. Salah satu siswa pun menghampirinya.
"Kau tidak senang, bro?"
Ryan hanya melirik sebentar lalu menjawab singkat, "Tidak."
Siswa itu mendesah kecewa dan pergi meninggalkannya.
"Apa-apaan mereka," gumam Ryan dalam hati. "Hanya karena murid pindahan cewek, mereka jadi heboh begini?"
Tak lama kemudian, bel masuk berbunyi. Para siswa segera duduk di tempat masing-masing. Seorang guru memasuki ruangan, diikuti seorang murid pindahan yang baru saja mereka bicarakan. Saat murid itu melangkah masuk, kelas kembali dipenuhi bisikan-bisikan penuh kekaguman.
Sementara itu, Ryan masih asyik menatap keluar jendela, tak peduli dengan suasana di dalam kelas.
"Semuanya, mohon perhatiannya," kata sang guru. "Kita kedatangan murid baru pindahan dari sekolah nomor satu."
Guru itu lalu menoleh ke murid pindahan dan mengangguk.
"Silakan perkenalkan dirimu."
"Baik, Bu," jawab murid itu dengan suara lembut.
Ryan yang semula tidak peduli tiba-tiba tersentak. Suara itu terdengar sangat familiar di telinganya. Dengan ragu, ia menoleh ke depan dan matanya membelalak.
"Putri?"
Murid itu tersenyum manis.
"Halo semuanya. Perkenalkan, nama saya Putri Amelia Sari. Semoga kalian bisa menerimaku dengan baik. Terima kasih."
Ryan membeku. Ia masih tidak percaya bahwa murid pindahan yang sedang berdiri di depan kelas adalah Putri—pacarnya sendiri.
"Baiklah, Putri," ujar guru itu lagi. "Silakan duduk di sana, di bangku yang masih kosong."
Jari sang guru menunjuk ke arah bangku kosong… tepat di sebelah Ryan.
Ryan menoleh ke samping, nyaris melompat dari kursinya ketika menyadari bahwa bangku kosong itu benar-benar ada di sebelahnya.
"Baik, Bu," jawab Putri dengan santai, lalu mulai berjalan ke arah bangkunya.
Seluruh siswa laki-laki di kelas menatap Ryan dengan tatapan penuh kebencian. Aura membunuh terasa memenuhi ruangan. Ryan hanya bisa pasrah menerima takdirnya.
Setelah duduk, Putri menoleh ke arahnya dengan senyuman manis.
"Kenapa tiba-tiba kamu pindah ke sini dan tidak memberitahuku terlebih dahulu?" bisik Ryan.
"Apa kamu tidak senang aku pindah ke sini?" tanya Putri balik.
"Bukan begitu…"
Namun, sebelum percakapan mereka berlanjut, sang guru mulai mengajar.
"Baiklah, anak-anak. Pelajaran hari ini adalah Matematika. Siapkan buku kalian."
"Baik, Bu!" jawab seluruh siswa serempak.
Dikejar Satu Kelas
Setelah pelajaran usai, sang guru meninggalkan kelas. Para siswa laki-laki langsung mengelilingi Ryan dengan ekspresi menyeramkan.
"Ryan, mari kita berbicara sebentar."
"Benar, Ryan. Ayo kita bicarakan baik-baik dulu."
Ryan yang sudah bisa menebak arah pembicaraan mereka langsung berdiri dan berlari sekencang mungkin keluar kelas.
"Tunggu, Ryan! Jangan kabur!"
"Tidak!!! Tolong aku!!!"
Suasana menjadi kacau. Ryan berlari melewati koridor sekolah dengan sekumpulan siswa mengejarnya.
Setelah berhasil melarikan diri dan bersembunyi di balik pohon, Ryan menghela napas lega.
"Syukurlah, aku berhasil mengelabuhi mereka…"
"Apanya yang berhasil?"
Ryan terkejut saat seorang siswa muncul dari belakangnya.
"TIDAK!!!"
Pulang Sekolah
Setelah berhasil selamat dari kejaran teman-temannya, Ryan pulang dengan kondisi lelah dan berantakan. Putri yang berjalan di sampingnya hanya tertawa melihat keadaannya.
"Jangan menertawakanku!" gerutu Ryan kesal.
"Hihihi, maaf."
"Ini semua salahmu!"
"Hihihi."
Di tengah percakapan mereka, Ryan tiba-tiba menatap Putri dengan serius.
"Kenapa kamu pindah dari sekolahmu? Bukankah sekolahmu sebelumnya sangat populer?"
Putri tersenyum lembut.
"Tidak masalah… menurutku, bisa bersamamu lebih menyenangkan."
Mendengar jawaban itu, Ryan tersipu malu dan memalingkan wajahnya. Putri yang melihat reaksinya langsung menggoda.
"Kamu malu ya?"
"Tidak!"
"Bohong!"
"Tidak kok!"
"Kamu berbohong, kan?"
"Kubilang tidak!"
Sepanjang jalan, Putri terus menggoda Ryan.
Mimpi dan Portal Misterius
Malam itu, Ryan kembali terbangun dari mimpi buruknya.
"Sial, mimpi itu lagi…"
Ia merasa gelisah. Perasaan tidak enak menyelimuti pikirannya, terutama tentang Putri.
"Sebaiknya aku meneleponnya."
Namun, saat hendak meraih ponselnya, tiba-tiba terdengar suara aneh.
"Selamatkan dia."
Ryan tersentak.
"Kau lagi…?"
Tiba-tiba, sebuah portal muncul di hadapannya. Ryan terkejut dan mundur selangkah.
"Benda apa ini…?"
Suara itu kembali bergema.
"Masuklah dan selamatkan dia."
Ryan ragu, tetapi rasa penasarannya lebih besar. Akhirnya, ia memberanikan diri melangkah masuk ke dalam portal. Begitu melewatinya, ia mendapati dirinya berada di tengah hutan yang asing.
"Di mana ini…?"
Saat dia hendak melangkah, portal yang tadi dimasukinya lenyap begitu saja.
"Kemana portal itu?"
Bisikan misterius itu kembali terdengar.
"Segera selamatkan dia."
Ryan mendengar suara jeritan meminta tolong dari kejauhan. Tanpa ragu, dia segera berlari ke arah suara itu.
Di sisi lain, Putri sedang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman seorang ksatria muda berbaju zirah hitam.
"Lepaskan aku!" Putri meronta-ronta, memukul punggung pria itu dengan sekuat tenaga.
Ksatria itu hanya tertawa. "Hahaha... Aku tidak tahu kenapa Raja menyuruhku menculikmu, tapi kau memang cukup merepotkan."
"Kubilang lepaskan!"
Pria itu menoleh dengan tatapan dingin. "Diam, atau kepalamu yang akan kupenggal."
Putri menelan ludah, tapi tetap berteriak, "Tolong aku!!"
Namun, satu pukulan keras di tengkuknya membuatnya lemas.
"Diamlah."
Suara langkah tergesa-gesa terdengar dari kejauhan.
"Lepaskan dia!"
Ksatria itu menoleh ke arah suara yang baru saja meneriakinya. Ryan berdiri dengan napas memburu, matanya penuh kemarahan.
Putri yang masih tersadar sedikit tersenyum melihat Ryan datang. "Ryan..."
Ksatria itu menatap pemuda itu sejenak, lalu tertawa.
"Hah? Anak kecil seperti kau ingin jadi pahlawan? Pulanglah sebelum kau celaka."
Mendengar hinaan itu, Ryan langsung berlari menyerang dengan tendangan sekuat tenaga. Namun, ksatria itu tak bergeming sedikit pun. Serangan Ryan seolah tidak berarti.
"Hahaha... Itu seranganmu? Kau cuma buang-buang waktuku."
Ryan kembali menyerang dengan kepalan tangan, tapi dengan satu gerakan mata, ksatria itu menghindar dan membalas dengan pukulan telak di dada Ryan. Tubuh Ryan terlempar jauh dan darah mengalir dari sudut bibirnya.
"Ryan!" jerit Putri, namun dia tak bisa berbuat apa-apa.
Ksatria itu tertawa kecil, lalu kembali berjalan membawa Putri. "Bocah lemah seperti itu? Hmph, tak berguna."
Ryan berusaha bangkit, tapi tubuhnya tak mau bergerak. Matanya mulai berkunang-kunang. Dengan sisa tenaga, dia mengulurkan tangannya ke arah Putri sebelum akhirnya pandangannya menggelap.
Putri menangis, menggigit bibirnya menahan tangis.
"Ryan..."
Ksatria itu mendecak kesal. "Sudah cukup. Bocah itu mungkin sudah mati dimakan hewan buas. Berhentilah menangis."
Putri tetap menangis, hingga akhirnya ksatria itu menghentikan langkahnya.
"Dasar rewel." Dengan satu sentuhan di tengkuk, Putri langsung pingsan.
Saat ksatria itu hendak melanjutkan perjalanan, tiba-tiba—
ZRAASSHH!
Sebuah serangan tiba-tiba meluncur ke arahnya. Ksatria itu terkejut dan melompat ke atas pohon, menghindari serangan.
"Siapa yang berani menyerangku?"
Ia menyipitkan mata, mencari sosok yang menyerangnya. Tak lama kemudian, sebuah sosok muncul dari kegelapan dan melesat cepat ke arahnya.
Seketika, tubuh ksatria itu merinding. Ada sesuatu yang familiar dari aura ini.
"Aura ini... Tidak mungkin!"
Sebelum ia sempat bereaksi, Ryan tiba-tiba muncul di hadapannya dengan mata menyala.
Dengan satu pukulan telak yang penuh energi putih bercahaya, ksatria itu terhempas jauh, tubuhnya menghantam beberapa pohon sebelum akhirnya ambruk tak berdaya.
Ryan yang kini berselimutkan cahaya putih segera berlari menangkap Putri yang hampir jatuh ke tanah. Cahaya di tubuhnya perlahan memudar. Namun, begitu cahaya itu menghilang sepenuhnya, tubuh Ryan langsung ambruk dan tak sadarkan diri.
Ketika Ryan tersadar, sosok misterius berkerudung berdiri di dekatnya.
"Kau..." gumam Ryan dengan suara lemah.
"Kau sudah sadar," kata sosok itu. "Akan aku jelaskan nanti."
Sebuah portal terbuka di belakangnya.
"Bawa gadis itu bersamamu dan pulanglah."
Ryan menoleh dan melihat Putri masih terbaring di dekatnya. Dengan sisa tenaga, dia menggendong Putri dan melangkah menuju portal.
Namun, sebelum masuk, dia kembali menatap sosok itu.
"Aku tidak tahu apa yang terjadi... Tapi terima kasih telah menolongku."
Sosok itu menggeleng. "Aku tidak menolongmu."
Ryan mengernyit. "Apa maksudmu?"
Sosok itu tidak menjawab. "Cepat masuk. Aku masih ada urusan."
Meski masih bingung, Ryan akhirnya memasuki portal, kembali ke dunianya. Begitu dia menghilang, sosok misterius itu menutup portal dan berbalik.
Ksatria yang tadi terhempas kini terbaring lemah, tubuhnya tak bisa bergerak.
Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar suara langkah seseorang.
"Siapa di sana?" gumam ksatria itu, suaranya melemah.
Sosok misterius itu mendekat.
"Apa kau baik-baik saja?"
Ksatria itu mengangkat kepalanya sedikit. Matanya membelalak ketika melihat wajah di balik kerudung sosok misterius itu.
"Kau..."
Sosok itu tersenyum dingin.
"Benar. Aku."
Ksatria itu tersentak. "Jadi... Ini adalah rencanamu?"
"Apa kau punya kata-kata terakhir?"
Ksatria itu mengepalkan tangannya yang gemetar. "Terkutuklah kau..."
Sosok misterius itu tetap tersenyum, lalu—
ZZZZRAAAASSHHH!
Burung-burung di sekitar mereka berhamburan terbang.
BERSAMBUNG
Di dunia nyata, Galang terkejut saat menemukan Ryan dan Putri di dalam kamar. Putri masih pingsan, sementara Ryan tampak lelah.
"Apa yang kalian sudah lakukan?!!" teriak Galang.
Ryan buru-buru bangkit. "Kakak, biar kujelaskan—"
"Tak perlu dijelaskan! Aku akan melaporkan ini ke Ibu! Kalian harus segera menikah!"
"TIDAKKK!!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Filanina
padahal ceritakan saja, kelas riuh atau apa. jangan bla bla dalam konteks dialog. karena itu dibaca seolah ada yg ngomong bla bla bla
2025-02-27
1
Filanina
pahlawan yang menyelamatkan putri sangat klasik
2025-02-27
1
Filanina
apa mimpinya jadi kenyataan?
2025-02-27
1