PORTAL : Destiny Rift
Di bawah terik matahari yang membakar padang pasir, Aleafar berlari dengan napas tersengal. Debu beterbangan di sekelilingnya, bercampur dengan keringat yang mengalir dari dahinya. Tubuhnya penuh luka, darah mengalir dari sudut bibirnya, namun ia tidak peduli. Satu-satunya yang ada dalam pikirannya adalah Sugra.
Adiknya telah dibawa pergi.
Hanya beberapa jam yang lalu, tiga prajurit istana mendatangi rumahnya, menuntut pembayaran hutang yang belum ia lunasi. Aleafar telah berusaha menjelaskan, bersumpah akan melunasi dalam beberapa hari lagi. Namun, bagi mereka, kata-kata tak lebih dari sekadar angin gurun yang berlalu tanpa arti. Pukulan pertama mendarat di wajahnya, disusul tendangan ke perutnya. Ia jatuh, tetapi tak bisa melawan.
Lalu, ia mendengar bisikan itu.
Salah satu prajurit mendekat ke temannya dan berbisik dengan suara pelan, tetapi cukup jelas untuk didengar Aleafar.
"Bawa saja gadis itu ke istana... Raja pasti akan menyukainya."
Darah Aleafar mendidih. Ia tahu maksud mereka. Tanpa berpikir panjang, ia bangkit dengan sisa tenaganya dan menyerang. Tinju pertamanya mendarat di rahang seorang prajurit, membuatnya terhuyung. Namun, ia kalah jumlah. Dua prajurit lain segera membalas, memiting tangannya dan menghajarnya tanpa ampun.
Sugra menjerit, memohon agar mereka berhenti. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tawa dingin dari para prajurit. Salah satu dari mereka menariknya dengan kasar.
Aleafar tak berdaya. Dengan pandangan kabur dan tubuh yang tak mampu lagi bergerak, ia hanya bisa melihat adiknya diseret pergi.
"SUGRA!"
Suara Aleafar menggema di antara angin yang berhembus. Tapi adiknya terus menjauh, hingga akhirnya menghilang di balik debu yang diterbangkan kuda-kuda prajurit.
Hari telah berganti malam ketika Aleafar kembali sadar. Ia berbaring di tanah, tubuhnya nyaris tak bisa bergerak, tetapi hatinya dipenuhi amarah. Ia akan menyelamatkan adiknya. Tidak peduli seberapa besar risikonya.
Langit malam menyaksikan seorang pemuda yang telah kehilangan segalanya.
Dan di sinilah takdir mulai bergerak.
Bab 1: Bayangan dalam Tidur
Langkah kaki Aleafar semakin cepat saat ia menyelinap melewati koridor istana yang gelap. Bayangan obor yang menyala di dinding menciptakan siluet menakutkan, tetapi ia tak peduli. Sugra ada di dalam, dan ia akan membawanya kembali.
Saat ia hampir mencapai pintu besar yang dijaga dua prajurit, sesuatu di dalam dirinya berbisik—bukan suara hatinya, tetapi suara lain.
"Kau tidak akan berhasil... Kau akan mati di sini..."
Aleafar mengabaikannya. Ia melompat ke atas, mencengkeram salah satu prajurit, menariknya ke dalam kegelapan. Jeritan singkat terdengar sebelum tubuh itu terjatuh ke tanah. Prajurit lain baru menyadari ada penyusup, tetapi Aleafar lebih cepat. Dengan satu pukulan telak ke tengkuknya, prajurit itu tumbang.
Ia menarik napas dalam-dalam. Sekarang atau tidak sama sekali.
Tangan Aleafar mendorong pintu itu perlahan...
Begitu ia masuk, raja itu menoleh dengan ekspresi terkejut. Sugra berdiri di tengah ruangan, wajahnya pucat, tubuhnya gemetar ketakutan.
Aleafar mengepalkan tinjunya, tatapannya tajam menusuk ke arah lelaki yang duduk di singgasananya. Darahnya mendidih.
Namun, sebelum ia sempat bergerak, BRAK!
Pintu di belakangnya didobrak dengan keras. Prajurit-prajurit kerajaan menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Aleafar mundur, matanya mencari jalan keluar. Ia kalah jumlah.
Hanya ada satu pilihan.
Jendela.
Tanpa berpikir panjang, ia berlari ke sana dan melompat keluar. Angin malam menyambut tubuhnya saat ia jatuh berguling di halaman berbatu. Suara teriakan dan langkah kaki prajurit mengejarnya.
Ia berlari sekuat tenaga, menyusuri jalanan sempit di luar istana. Tapi ia tahu, ia tak bisa lari selamanya.
Dari kejauhan, suara roda kereta kuda terdengar, semakin mendekat. Mereka mengejarnya.
Aleafar tersandung, jatuh ke tanah. Nafasnya tersengal-sengal, tubuhnya gemetar. Putus asa.
"Dewa... siapapun... selamatkan aku..."
Tiba-tiba, angin bertiup kencang.
Bayangan hitam muncul di depannya.
Sosok misterius melayang di udara, mengenakan jubah gelap dan topeng putih tanpa ekspresi.
Aleafar menatapnya dengan mata membelalak. "Siapa kau?"
Sosok itu tidak menjawab. Ia hanya mengulurkan tangan ke arah Aleafar.
Dan kemudian—
Api melahap segalanya.
Langit berubah merah menyala. Kerajaan di belakangnya runtuh dalam kobaran api. Suara jeritan menggema di udara.
Sosok berjubah itu kini berdiri di hadapannya.
Suaranya terdengar dalam dan mengancam:
"Aku akan membunuhmu."
Aleafar tak bisa bergerak.
Sosok itu mengulangi, kali ini dengan suara lebih keras, lebih menggema:
"Aku akan membunuhmu."
Ryan terbangun dengan napas memburu. Matanya terbuka lebar, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
"Sial... mimpi itu lagi..." gumamnya, sambil memegangi kepalanya yang berdenyut.
Ia duduk di tepi ranjang, mencoba mengatur napasnya. Ini bukan pertama kalinya ia mengalami mimpi itu. Sudah berkali-kali ia melihat pemuda misterius yang disebut Aleafar, dan setiap kali, mimpi itu terasa semakin nyata.
Ryan mengusap wajahnya, lalu menoleh ke meja kecil di samping tempat tidur. Tangannya meraba-raba, mencari obat sakit kepalanya. Namun, setelah beberapa saat mencari, ia sadar—stok obatnya habis.
"Kenapa harus sekarang?" keluhnya, melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 02:08 dini hari.
Mau tak mau, ia harus keluar membeli obat. Dengan malas, ia meraih hoodie yang tergantung di kursi, mengenakannya, lalu melangkah keluar dari apartemennya menuju apotek terdekat.
---
Langit malam terasa lebih gelap dari biasanya. Jalanan sepi, hanya ada lampu jalan yang berkedip redup. Ryan berjalan dengan tangan di saku, mencoba mengabaikan rasa tak nyaman yang menyelimutinya.
Di kejauhan, ia melihat dua pria berdiri di dekat gang gelap. Salah satu dari mereka menatap Ryan dengan tajam, seolah mengamatinya.
"Preman?" pikir Ryan, mempercepat langkahnya.
Saat ia hampir melewati mereka, pria yang lebih besar sedikit bergerak, seakan ingin menghalangi jalannya. Tapi Ryan pura-pura tidak melihat dan terus berjalan cepat menuju apotek.
Begitu sampai, ia menghela napas lega. "Syukurlah, mereka tidak menggangguku."
Saat hendak masuk, tiba-tiba seorang gadis berlari terburu-buru dan hampir menabraknya.
"Maaf!" katanya, terlihat gelisah.
Ryan hanya mengangkat alis, tidak terlalu peduli. Ia masuk ke apotek dan langsung mengambil obat yang dibutuhkannya.
Saat membayar di kasir, wanita penjaga apotek tersenyum padanya. "Obatmu habis lagi?" tanyanya ramah.
Ryan hanya mengangguk singkat. "Iya."
Setelah selesai, ia keluar dan melihat gadis tadi masih di dalam mobilnya, tampak ragu untuk pergi.
"Ada apa dengannya? Dia seperti mengkhawatirkan sesuatu," gumam Ryan dalam hati.
Namun, ia tak ingin ikut campur. Ia berbalik dan mulai berjalan pulang.
Tapi, saat melewati gang tempat dua pria tadi berdiri, Ryan memperlambat langkah. Mereka masih di sana, tampak menunggu seseorang.
"Tunggu... apa mereka sedang mengincar gadis tadi?" pikirnya.
Ia menggelengkan kepala. "Bukan urusanku."
Namun, tak lama setelah itu, mobil gadis tadi melaju melewatinya, menuju ke arah gang itu. Ryan memperhatikan dengan cermat. Benar saja—mobil itu berhenti tepat di tempat dua pria tadi menunggu.
"Apa benar mereka mengincarnya?"
Saat Ryan masih berpikir, tiba-tiba terdengar suara jeritan dari arah mobil.
"Kumohon, tolong aku!"
Ryan terdiam.
Ia ingin mengabaikannya. Masalah seperti ini bukan urusannya. Namun, saat ia berbalik untuk pergi, salah satu pria itu menyadari keberadaannya.
"Bos, ada saksi!"
"Kejar dia!"
Ryan mengumpat dalam hati. "Sial..."
Salah satu pria mulai mengejarnya. Ryan tahu ia harus segera kabur, tapi sebelum itu, ia berbalik dengan cepat langsung menghentikan pria itu dengan kakinya berada di leher pria itu
"Aku tidak ingin terlibat dalam masalahmu," katanya dengan tatapan tajam.
Pria itu tampak ragu. Ia tidak menyangka Ryan bisa melawan.
Di kejauhan, pria satunya yang lebih besar melihat kejadian itu dan mengerutkan kening. "Mana anak itu?" tanyanya pada bawahannya yang baru saja dihajar Ryan.
"Aku biarkan dia pergi, bos," jawabnya polos.
"APA?!" si bos langsung kesal. "Kenapa kau biarkan dia kabur, bodoh?!"
Si bawahan menggaruk kepala. "Jadi begini, bos..."
---
Sementara itu, Ryan terus berjalan menjauh, menghela napas lega.
"Hahaha... untung orang itu bodoh, membiarkanku pergi begitu saja," katanya sambil tertawa.
Namun, tawanya berhenti ketika terdengar jeritan gadis tadi.
"Sial!" Ia menoleh ke arah suara itu.
Batin Ryan berperang. Ia bisa saja pergi dan tidak terlibat lebih jauh. Tapi... jika ia pergi sekarang, bisa saja gadis itu mengalami sesuatu yang buruk.
Ia menggeram pelan. "Brengsek..."
Lalu, tanpa berpikir panjang, ia berlari kembali ke tempat kejadian.
---
Di tempat kejadian, gadis itu sudah didorong ke tanah. Si bos mengeluarkan pisau dan menempelkannya di leher gadis itu.
"Diam! Atau kau tak ingin pisau ini melukaimu?" ancamnya.
Gadis itu gemetar, matanya berkaca-kaca. Si bawahan terkekeh pelan. "Bos, gadis ini cantik. Kenapa kita tidak—"
Namun, sebelum ia bisa menyelesaikan kalimatnya, Ryan datang dari belakang dan menendang si bos hingga terpental.
Si bawahan terkejut. "Kau lagi?!"
Ryan menghela napas, sedikit lelah karena berlari. "Inginnya begitu..."
Si bawahan marah dan menyerang Ryan, tetapi Ryan dengan gesit menghindari serangannya dan membalas dengan tendangan keras hingga pria itu jatuh ke tanah. Si bos bangkit dan mencoba menyerang Ryan dari belakang, tetapi Ryan menangkap gerakannya, menahan serangannya, lalu menghajarnya dengan pukulan bertubi-tubi.
Si bos terhuyung mundur, wajahnya penuh luka. "Brengsek..."
Si bawahan buru-buru membantu bosnya berdiri. "Ayo kita pergi!"
Mereka pun kabur dalam keadaan babak belur.
Ryan mengambil barangnya yang terjatuh di jalan, lalu bersiap pergi, tetapi gadis itu memanggilnya.
"Terima kasih," katanya dengan senyum lega.
Ryan hanya diam, lalu berbalik dan berjalan pergi.
"Hati-hati di jalan!" gadis itu berseru sambil melambaikan tangan.
Ryan berhenti sejenak, lalu menoleh dengan tatapan tajam.
"Seharusnya yang hati-hati itu kamu. Dan jangan libatkan aku dalam hal yang merepotkan lagi."
Ia pun pergi, meninggalkan gadis itu yang masih tersenyum di belakangnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Zxclee~
good, semangat terus jangan lupa mampir😁👍
2025-02-24
2
Filanina
kurang paham. gadisnya di mobil, kenapa membiarkan 2 pria itu menangkapnya. Dia kan bisa kabur pakai mobil kalau tahu bahaya mengintainya.
2025-02-21
1
Filanina
kayak kebalik namanya, Sugra kirain cowok dan Alea cewek.
2025-02-21
1