“Bagaimana dengan kabarmu,” tanya Arnold.
Nayla dan Arnold tengah minum kopi di cafe dekat klinik milik Arnold.
“Baik,” ucap Nayla singkat.
“Maaf kalau aku tidak menepati kemauanmu untuk tidak bertemu, kalau memang kamu tidak ingin berbicara. Kurasa sebaiknya kita pulang saja,”
“Bukan begitu, aku, aku tidak bermaksud tidak ingin bertemu sama sekali,”
“Lalu,”
“Aku malu.” Nayla menundukkan kepalanya.
Arnold menaikkan satu alisnya dengan wajah bingung. “Malu?”
Nayla mengangguk pelan. “Aku malu, aku merasa kita tidak terlalu dekat sampai aku merepotkanmu malam itu. Aku tidak ingin kamu mengingat bagaimana penampilanku saat itu, aku ingin kamu melupakannya bukan tidak mau bertemu,” jelas Nayla.
“Syukurlah.” Arnold tersenyum.
Nayla sontak memandangnya heran. “ Syukur?”
“Iya, syukur. Aku bersyukur kamu masih mau menemuiku.” Arnold memandang Nayla dalam dengan senyumannya.
Nayla ikut menatap dengan wajah yang sedikit memerah, jantungya tiba-tiba saja terasa berdebar.
Apa maksudnya, kenapa dia bersyukur hanya karna bisa menemuiku. Batin Nayla.
...----------------...
“Manasih si Nayla, suami dan mertua jalan malah ikut jalan juga.” Bu Siti memasuki kamarnya yang ternyata masih berantakan. “Dasar menantu kurang ajar, berani kamu tidak mematuhi perintahku, lihat saja nanti, aku akan meberimu pelajaran!” Ucapnya dengan wajah wajah geram.
Dua jam lebih bu Siti menunggu Nayla di sofa ruang tamu, ia selalu menatap pintu masuk menunggu kedatangan Nayla.
Fikirannya sudah di penuhi beribu makian yang siap di lontarkan pada Nayla.
Tak lama suara kode pintu berbunyi bu Siti sontak berdiri dan bersiap untuk mendatangi pintu tersebut.
Dan benar saja, dia adalah Nayla yang telah pulang kerumah.
Nayla masuk dan mendapati bu Siti yang telah berdiri tepat di hadapannya. “Ibu sudah pulang.” Ucap Nayla menatap bu Siti dengan wajah yang sedikit gelisah, Nayla jelas tau bahwa bu Siti terlihat sangat marah dari wajahnya.
Dengan sigap bu Siti menjambak rambut Nayla, ia menarik rambutnya dan berjalan kearah ruang tamu tanpa melepas jambakannya.
Nayla teriak kesakitan dan menahan rambutnya yang tertarik agar tak terasa begitu sakit sembari meminta maaf pada mertuanya tanpa tau apa kesalahannya, namun bu Siti tak menggubris dan tetap menjambak rambutnya dengan kasar dan mendorong Nayla tepat ke lantai.
“Dasar menantu kurang ajar, dari mana saja kamu baru pulang hahh.” Teriak bu Siti. “ Bukankah aku sudah berpesan untuk membersihkan kamarku, apa kau tuli! Apa kau sudah pikun!” Teriaknya lagi dengan nada yang lebih keras.
“Maaf bu, tadi aku menemani temanku.” Ucap Nayla memegang kepalanya yang sakit karna jambakan bu Siti.
“Apa teman, kamu menemani temanmu sampai lupa kewajibanmu dirumah. Ckk, sungguh tidak bisa dipercaya menantu jaman sekarang. Hehh wanita beban, sebaiknya kamu sadar diri, kamu disini itu cuma numpang hidup dirumah anakku jadi lebih baik kamu fokus untuk bekerja dirumah mengurusnya, rumah dan juga mengurus aku. Bukan sibuk mengurus temanmu!”
Nayla menatap bu Siti dengan wajah tak terima. “Sebenarnya apa salahku pada Ibu, kenapa Ibu begitu jahat padaku, Ibu tidak hanya menganggapku sebagai pembantu tapi Ibu juga bersandiwara didepan mas Bian hingga mas Bian menamparku dan bahkan sekarang Ibu juga berbuat kasar padaku, bila Ibu memang sudah tidak menyukaiku lagi, lebih baik Ibu meminta pada mas Bian untuk berpisah denganku!” Ucap Nayla yang langsung di iringi tangisan.
“Benar, kamu memang benar, sudah saatnya Bian meninggalkanmu dan menikahi wanita yang jauh kalilipat lebih baik daripada dirimu. Tunggu saja, Ibu akan menyuruh Bian menceraikanmu!” Teriak bu Siti.
“Apa maksud Ibu, ada apa ini?” Ucap Bian yang telah berada didalam rumah.
Mata bu Siti membulat, ia langsung menoleh Bian yang tepat berada di belakangnya dan bergegas mendekat. “Bi, Bian, kamu sudah pulang. Ii, iini tidak seperti yang kamu bayangkan nak, tadi, tadii,”
“CUKUP BU!” Bentak Bian dengan amarah. “Jadi selama ini Ibu membohongiku?” Bian melihat Nayla yang menangis dan masih tergeletak dilantai. “Nayla.” Bian menghampiri Nayla dan mencoba membangunkannya.
“Bian, dengerin penjelasan ibu dulu, kamu salah faham. Ibu tadi memarahi Nayla karna dia keluyuran bersama temannya, baru aja dia pulang. Dia itu perempuan dan juga seorang istri, tidak baik bila keluyuran terlalu lama, sebagai istri dia harus menjaga martabatnya untuk kamu,” ucap bu Siti.
“Apa Ibu tau hal apa yang membuat harga diriku hilang, itu karna aku mempunyai seorang Ibu yang pandai berbohong dan menyiksa menantunya sendiri. Dan apa ibu tau apa yang paling membuatku marah, itu adalah diriku sendiri yang mempercayai ibu hingga membuat istriku menderita.” Ucap Bian melirik tajam ibunya. “Ayo Nay, kita masuk ke kamar!” Bian memegang tangan Nayla dan mengajaknya kekamar.
Bu Siti terdiam di tempat, ia tak bisa berkata apapun lagi saat ini. Kini Bian telah mengetahui semuanya, bu Siti gelisah dan bingung dengan nasibnya. Ia jelas tau dari ucapan Bian kalau saat ini Bian terlihat marah besar. Bu Siti hanya bisa menggigit kukunya dengan gelisah. “Bagaimana ini.”
Nayla duduk dipinggir ranjang dengan tatapan kosong, ia merasa telah lelah dengan sikap mertuanya.
Bian menatap Nayla dengan penuh penyesalan, ditambah perlakuan Bian yang pernah menyakitinya karena mempercayai ibunya sendiri tambah memberikan sesal yang begitu besar di hatinya.
Ia mendekati Nayla dan memperbaiki rambut Nayla yang acak-acakkan karna perbuatan ibunya. Tak terasa air matanya terasa penuh dan berkumpul disudut mata. “Tolong maafkan aku Nay.” Ucapnya dengan menekuk lutut dan mencium tangan Nayla dengan penuh penyesalan.
Nayla masih diam dan tak menggubris Bian, Nayla masih menatap dinding polos dengan tatapan kosong. Fikiran Nayla benar-benar kosong, ia ingin sekali membuang semua memori-memori yang berisikan perbuatan mertuanya yang sudah kelewatan batas itu. Nayla merasa tidak ingin bertemu dengan ibu mertuanya lagi. “Mari kita berpisah Mas,” ucapnya singkat.
Bian terkejut dan menatap Nayla, ia menggelengkan kepalanya dan kembali memegang tangan Nayla lebih erat lagi.
“Mas minta maaf, tolong Nay, jangan tinggalkan mas, mas tidak mau berpisah denganmu. Tolong maafkan mas, mas bersungguh-sungguh, mas akan melakukan apapun untukmu mas mohon.” Ucapnya memohon.
“Aku tidak bisa, Mas. Aku sudah lelah, bahkan ibu tidak menyukaiku lagi untuk apa aku ada disini, mari kita berpisah Mas,” ucap Nayla.
Bian berdiri dengan wajah amarah dan tangan yang mengepal. “TIDAK, AKU SUDAH KATAKAN AKU TIDAK MAU.” Teriak Bian. “Aku tidak perduli ibu menyukaimu atau tidak, itu ibu bukan aku! Bukankah aku sudah memohon maaf padamu, mas akan melupakan ucapanmu, mas harap tidak mendengarnya lagi kedepannya.” Bian pergi meninggalkan kamar dengan pintu yang sedikit di hempas.
Ucapan Bian makin membuat Nayla terluka, Nayla semakin menangis sejadi-jadinya dikamar. Nayla telah merasa putus asa dengan rumah tangganya, mempunyai mertua yang begitu kejam dan tidak menginginkannya sungguh membuat Nayla ingin berlari, walaupun Bian telah mengetahui kebenaran yang sebenarnya namun Nayla telah terlanjur kecewa pada sikap Bian yang pernah mempercayai ibunya tanpa mendengar mendengar penjelasannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments