Mantan Tidak Tau Diri

“Dia selingkuh dengan sekretarisnya sendiri?”

“Keterlaluan sekali, apa yang ia cari— dia mempunyai istri yang cantik bahkan telah memiliki anak.”

“Begitulah lelaki, mereka selalu haus dan mencari perhatian pada betina-betina diluar sana.”

“Lalu, bagaimana denganmu? Apa kau baik-baik saja?”

“Bohong bila aku baik-baik saja, awalnya aku sangat marah dan tidak terima saat aku mengetahui perselingkuhannya, lama kelamaan aku jadi bertanya-tanya pada diriku sendiri, apa aku ada salah, apa aku mempunyai kekurangan, apa sikapku padanya tidak baik. Setiap malam aku kesulitan tidur dengan semua pertanyaan itu. Namun tetap saja, aku tak menemukan jawaban apapun. Lelaki belang tetaplah belang, dialah yang bersalah karena tidak mampu menahan nafsunya. Sampai sekarang aku hanya berpura-pura tidak mengetahui itu dan bersikap seperti biasa padanya, Demi anakku.”

“Maaf Ven, Disaat aku merasa masalahku begitu berat. Justru masalahmu yang paling berat.”

“Nggakpapa Nay, itu sudah biasa dalam hidup. Untuk itu mulai sekarang kamu harus mempunyai bekal, tidak perlu terburu-buru untuk memiliki anak— hiduplah untuk mencari kebahagiaanmu sendiri. Rawat dirimu dengan baik, simpan peganganmu dengan baik, untuk jaga-jaga bila kedepannya lelakimu berubah.”

“Iyaa, Ven. Terima kasih sarannya.”

“Apa kau mau melihat foto anakku, lihatlah!” Venny memperlihatkan wallpaper di ponselnya.

“Menggemaskan bukan?” Lanjut Venny

“Iyaa, sangat menggemaskan. Siapa namanya?”

“Maudy, lain kali aku akan memperkenalkannya padamu.”

...----------------...

Tok tok tok..

“Masuk,”

“Dok, ehm begini.”

“Kenapa, apa bu Susi sudah datang untuk jadwalnya? Suruh dia masuk, aku telah selesai memeriksa bu Yola.”

“Terima kasih, Dok.” ucap bu Yola.

“Iya, sampai jumpa dua minggu lagi yaa. Jangan lupa meminum vitamin yang sudah ku resepkan.”

“Baik, Dok.”

“Ada apa, mengapa kau hanya diam.”

“Begini, yang diluar itu dokter Laura. Ia berkata ingin bertemu dengan dokter Arnold.”

“Apa masih ada janji temu dengan clien lain hari ini?”

“Tidak ada Dok, bu Susi bilang besok baru datang untuk Checkup.”

“Kalau begitu, Suruh dia masuk!”

“Baik, Dok.”

Laura memasuki ruangan Arnold dan langsung memeluknya.

Arnold sontak mendorongnya dengan keras hingga ia hampir terjatuh.

“Ada perlu apa kau kemari?”

“Mengapa kamu kasar sekali padaku, apa kau tau— aku susah payah mencarimu 6 bulan terakhir ini. Kenapa kamu keluar dari rumah sakit tanpa mengabariku?”

“Apa urusannya denganmu.”

“Arnold, mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini padaku?”

“Siapa yang memberikanmu alamatku?”

“Tidak perlu tau, aku sudah pasti akan menemukanmu. Aku sangat merindukanmu.” Laura kembali mencoba memeluknya, Namun Arnold tetap menahan Laura.

“Pergilah, aku sudah cukup muak melihatmu.”

“Lagi-lagi kau mengusirku, ada apa sebenarnya denganmu. Jangan bilang kau telah memiliki perempuan lain, katakann— siapa perempuan itu! Akan ku beri dia pelajaran.”

“Apa kau bilang, hhaa hha ha… hhaa ha haaaa… perempuan lain? Apa kamu tidak sadar dengan ucapanmu itu? Mana teman bercintamu? Apa kamu telah bosan dengannya?”

“Apa maksudmu,” Laura gagap.

“Sebenarnya aku tidak ingin membahas ini, tapi apa boleh buat— aku sangat muak diganggu oleh wanita murahan yang selalu berbagi tubuhnya dengan lelaki lain. Kau fikir aku bodoh?”

“Arnold, bukankah aku sudah mengatakan padamu kalau itu semua salah faham.”

“Lauraa, lauraa, andai saja aku tau kau adalah pembohong besar— aku pasti akan mengabadikan apa yang kulihat waktu itu.”

“Kk kkau, kau melihat apa?”

“Aku sendiri yang melihatmu bercinta dengan Raka, Ckkk— bahkan kalian melakukan hal itu di rumah sakit. Dasar tidak tahu malu!”

“Arnold, Aku— akkuu bisa jelaskan.”

“Tidak perlu menjelaskan apa-apa lagi, mulai sekarang aku minta jangan pernah temui aku. Pergi dari sini sekarang juga! Ccuuiihhh.. dasar tidak tau diri!”

Laura terduduk lemas, ia tak menyangka bahwa Arnold melihat semua itu. Kini Laura tak bisa mengelak lagi.

Arnold pergi meninggalkannya dengan wajah amarah.

"Segera tutup klinik." Titah Arnold.

"Baik, Dok."

...----------------...

Hari tengah hujan, Bian yang telah berada didalam mobil nampak bersiap untuk pulang.

Ia memperhatikan Rachel yang tampak berdiri di depan kantor.

“Apa kamu tidak di jemput?” Bian datang menghampiri Rachel dengan mobilnya.

“Ayah masih ada meeting, mobilku masih di pakai ibu. Ini lagi nunggu taksi,” jelas Rachel.

“Kalau begitu naiklah, aku akan mengantarkanmu!”

“Baik,” Rachel tersenyum dan bergegas memasuki mobil.

“Hujannya sangat lebat sekali,” ucap Bian.

“Apa bapak tinggal didekat sini?”

“Panggil aku Bian, kita tidak berada di kantor sekarang.”

“Bb baiklah.”

“Ini sepertinya bukan jalan menuju rumah pak William.”

“Aku tidak serumah dengan orang tuaku, sudah 2 bulan aku belajar mandiri.”

“Rupanya, kamu hebat juga. Walaupun mempunyai orang tua yang kaya raya, tapi kamu mau hidup mandiri.”

“Tidak juga,” Rachel tersipu malu.

“Okee, kita sudah sampai.”

“Terima kasih banyak sudah mengantarku pulang,” ucap Rachel.

“Sama-sama.”

Rachel memandangi mobil Bian yang berlalu pergi meninggalkannya,

Ia memegang jantungnya yang berdegup kencang,

Nyaman sekali berada dididekatnya, lirih Rachel yang telah menaruh hati pada Bian.

...----------------...

Venny benar, bisa saja ucapan mas Bian hanyalah sebatas mengeluarkan uneg-unegnya saja. Mas Bian pasti tidak bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Tapi hatiku tetap saja terasa sakit, apa aku bisa melupakan racauan itu. Batin Nayla yang sedang duduk diruang tamu.

Tit tit tit tit…

Suara kode pintu berbunyi, itu adalah Bian yang telah sampai di Appart.

“Mengapa gelap sekali, Mana Nayla—” ucap Bian sembari melepas sepatunya.

Ceklek, Bian menyalakan saklar lampu ruangan.

“Astagaaa, Nay.” Bian memegang dadanya. “Apa yang kamu lakukan sedari tadi? Mas fikir kamu tidak dirumah, sampai rumah gelap begini.” ucap Bian masih memegang dadanya karena terkaget dengan Nayla yang sedang diam di sofa.

“Nggak ngapa-ngapain, Mas. Hanya ingin gelap-gelappan saja.”

“Ada-ada saja. Mas mandi dulu—”

Nayla menyiapkan makan malam untuk Bian seperti biasa,

Bian yang telah mandi segera ke ruang makan mendatangi Nayla.

“Sayang, apa mas ada salah.” tanya Bian pada Nayla.

Nayla terdiam sejenak.

“Nggak ada kok, Mas.” Singkat Nayla.

Bian menggenggam tangan Nayla lembut.

“Sayang, kita bukanlah pasangan yang baru bertemu kemarin sore— kita telah lama bersama. Mas cukup tau dari raut wajah dan sikapmu kalau kamu menutupi sesuatu dari mas. Kalau memang kamu tidak bisa menceritakannya, mas faham. Bila mas melakukan kesalahan yang tidak mas sadari— mas minta maaf, ingat— mas mencintaimu.”

Perasaan Nayla kembali lega, kesedihan yang ia rasakan karena racauan malam itu telah sirna.

Nayla kembali meyakinkan hatinya bahwa Bian tidak berubah sama sekali.

Aku telah salah faham pada mas Bian, ia pasti sangat sedih hingga meracaukan hal yang ia sendiri tidak sadari. Aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memberikan anak pada mas Bian. Harus! Nayla kembali membulatkan tekadnya untuk memiliki anak.

Bian yang tengah berada di meja kerjaya tampak sedang mengetik di laptopnya,

Nayla yang tampak menghampiri Bian semakin mendekat sembari membawa 1 cangkir dan 1 botol anggur ditangannya.

Nayla menaruh cangkir itu dan menuang anggur dengan perlahan, hal itu sontak membuat Bian langsung menengok Nayla yang telah tepat berada di belakangnya.

Mata Bian langsung membulat dan melotot, bagaimana tidak, ia terpaku melihat Nayla yang tengah memakai lingerie merah yang tipis hingga menampakkan lekukan tubuhnya. Ditambah lagi dengan wajahnya yang di beri riasan tipis dan rambut yang dibiarkan terurai. Hal itu sangat memanjakan mata Bian.

Nayla menaiki tubuh Bian dan duduk di pangkuannya dengan posisi berhadapan,

“Mas, aku menginginkanmu malam ini.” Bisik Nayla dengan lembut di telinga Bian.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!