Merasa tidak penting

Mimik wajah bu Siti begitu kusut sembari memilah baju-baju yang ada di depannya.

"Bu Siti lagi kenapa sih, kok mukanya kusut begitu?" Tanya bu Maya yang memperhatikan.

"Gimana nggak kusut, si Nayla tuh akhir-akhir ini bikin saya kesal sekali,"

"Nayla, emangnya saya nggak salah denger? Nayla kan menantu kesayangan sampean, bagaimana bisa dia membuat sampean jadi kesal?"

"Itu dulu, Sekarang ya mikir-mikir juga kalau harus terus dibaikin,"

"Emang kenapa sih Bu, si Nayla?" Tanya bu Maya penasaran.

"Nayla ituloh Bu, akhir-akhir ini bertingkah sekali. Apa lagi seharian ini, sudahlah dia bangunnya tengah hari, masa baru disuruh bersihkan kamar aja pas saya lengah tau-tau pergi tidur lagi. Tau nggak alasannya apa, cuma nggak enak badan— Padahal jelas-jelas saya lihat dia seger-seger aja." Keluh bu Siti.

"Mungkin Nayla emang beneran sakit kali Bu,"

"Hallahh, alasannya saja tidak enak badan. Coba deh, Bu maya fikir. Apa yang bikin dia nggak enak badan? Kerjaannya setiap hari cuma tidur-tiduran, belum punya anak aja dikit-dikit sakit. Pantas aja nggak bisa hamil,"

Ya ampun, bisa-bisanya bu Siti ngomong begitu tentang menantunya sendiri. Batin bu Maya yang sedikit terkejut dengan ucapan bu Siti.

"Ibu pilih-pilih baju bayi begini buat apaan emang, mau beliin cucu ya." Bu Maya mengalihkan pembicaraan sembari menunjuk pakaian yang dipegang oleh bu Siti.

"Iyaa niihh, saya nggak sabar mau ketemu cucu saya. Kemarin, terakhir ketemu cuma dirumah sakit. oh iya, Besok kerumah ya Bu! besok saya bakal masak banyak dirumah, Ibu pasti mau lihat cucu saya juga kan, Besok Mike beserta istri dan anaknya akan datang kerumah." Ucap bu Siti dengan antusias.

"Oh ya, bukannya masih kecil Bu— Kok dibolehkan bepergian begitu, Emangnya nggakpapa?"

"Ya jelas nggakpapa dong Bu— kan mereka datang untuk tinggal dirumah, bukan cuma sekedar berkunjung,"

"Oh, jadi Mike berencana untuk tinggal serumah dengan Ibu?"

"Lebih tepatnya sih— saya yang manggil mereka, Saya tuh sepi dirumah. Bu Maya tau sendirilah kan, Bian itu belum dikasih anak sama istrinya. Saya tuh suka iri setiap sore, ngeliat tetangga-tetangga saya pada main sama cucunya."

...----------------...

Nayla sedang mengiris bawang yang akan dia pakai untuk menumis sayur capcay kesukaan Bian.

Namun kepalanya yang seketika terasa sakit membuatnya tak sengaja melukai jari telunjuknya sendiri.

"Aww—" rintih Nayla.

"Nay, kamu kenapa?" Tanya Bian yang ternyata telah pulang dan langsung pergi kedapur untuk menemui Nayla.

"Ya ampun, sayang. Kok bisa berdarah begini?" Bian bergegas membawa Nayla duduk dan mengobati luka Nayla.

Nayla hanya diam menatap suaminya.

"Lihat wajahmu itu pucat sekali, bukannya tadi pagi mas sudah beri tahu untuk istirahat."

"Sebenarnya— tadi aku mau istirahat Mas, tapi—"

"Bian, kamu sudah pulang?" Ucap bu Siti yang telah pulang berbelanja.

Nayla tak jadi melanjutkan omongannya dan segera kembali ke meja untuk menyelesaikan masakannya.

"Iya baru aja sampai. Ibu dari mana?"

"Ini, Ibu habis belanja baju-baju bayi buat anak Mike. Coba kamu lihat, lucu kan." Ucap bu Siti sembari merentangkan baju itu.

"Iya, lucu. mereka jadi tinggal disini?"

"Ya jadilah Bi— kan ibu yang minta."

Tinggal, apa maksud omongan mas Bian dan Ibu? fikir Nayla yang belum mengetahui apa-apa.

"Loh, Nay. kamu belum selesai masak? Kok lama sekali sih, Suami sudah pulang kok baru motong-motong sayur- Gimana sih kamu."

"Bu, Nayla itu tidak enak badan. Kita hari ini pesan makan saja, biarkan Nayla istirahat."

"Apa, pesan makan? Ngapain sih harus pakek pesan makan segala, nanti kebiasaan. Jaman Ibu aja nggak ada yang namanya pesan-pesan makanan. Kalau memang Nayla nggak mau masak, biar Ibu saja yang kerjakan!" Cetus bu Siti.

"Bu, jangan samakan jaman Ibu sama jaman sekarang. Jaman kita itu beda, kalau memang tidak bisa— kenapa harus dipaksakan untuk memasak. Nanti Nayla tambah sakit gimana?"

"Sudahlah Mas, nggak perlu pesan makan. Dikit lagi selesai kok, tinggal ditumis saja sebentar. Nggakpapa." Ucap Nayla.

Ada apa dengan Ibu akhir-akhir ini, kasihan Nayla. Dia pasti sedih dengan sikap Ibu. lirih Bian sembari memperhatikan istrinya.

.

.

.

Bian melihat Nayla yang sedang mengganti sprei dan mendekatinya.

"Sini, biar Mas bantu—" ucap Bian merapihkan ujung sprei.

"Nay, Mas minta maaf ya— Akhir-akhir ini sikap Ibu sangat aneh padamu."

Nayla hanya diam dan tak menanggapi ucapan Bian.

"Jangan diam aja dong sayang, mas sungguh minta maaf." Bian menggenggam tangan Nayla.

"Mas, apa maksud omongan Mas dan ibu tadi?" Tanya Nayla.

"Omongan apa sayang?"

"Tentang Mike." Ucap Nayla singkat.

"Oh, itu— Ibu memanggil Mike untuk mengajak istri dan anaknya tinggal disini, Dan seperti yang kamu dengar tadi— sepertinya mereka setuju dengan permintaan ibu." Jelas Bian.

"Kenapa Mas tidak cerita?"

"Maaf sayang, Mas lupa— Mas fikir ibu sudah kasih tau kamu. Yaudah sih Nay, cuman begitu aja kok."

"Begitu aja, Begitu gimana maksud Mas? Apa Mas tidak bisa menanyakan pendapatku lebih dulu? Dulu, saat Mas mengajakku untuk tinggal disini— mas meminta pendapatku lebih dulu bukan? Apa pendapatku sudah tidak penting?" Ketus Nayla.

"Nay, kamu kan tahu— Tujuan kita kesini karna ingin menemani ibu yang kesepian semenjak ayah tiada. masa iya, kamu tega ibu sendirian?"

"Mas kok nggak faham, sih sama ucapanku. yang aku mau itu, Harusnya Mas tanyakan dulu pendapatku! Sudah cukup aku terluka dengan sikap Ibu yang sangat berubah. Sekarang, aku makin merasa kalau keberadaanku disini tidaklah penting!"

"Maafkan mas, bukan maksud mas membuatmu merasa seperti itu. Mas betulan lupa, mas janji. Lain kali— kalau ada apa-apa, mas akan langsung memberitahukannya padamu." Bian memeluk Nayla untuk meredakan amarahnya.

Nayla hanya diam berusaha menenangkan amarahnya.

Walau ia merasa sedikit lega telah mengeluarkan uneg-unegnya, tetap saja kekecewaan atas perlakuan ibu mertuanya telah menguasai hatinya.

.

.

Hari sudah makin malam, Bian dan Nayla tengah berbaring untuk tidur.

dengan posisi mereka yang saling berhadapan, Nayla terfikirkan ingin memeriksakan diri ke dokter.

"Mas, apa sebaiknya kita pergi konsultasi ke dokter?" Tanya Nayla sembari menatap Bian.

"Kalau memang menurutmu itu cara terbaik untuk kita. Mas akan menuruti apapun yang kamu ingin lakukan!" Bian mengecup kening Nayla.

...----------------...

Hari ini, Mike beserta keluarganya akan datang.

Nayla yang sudah sangat sibuk sedari pagi didapur sedang menyiapkan makanan untuk kedatangan mereka, Nayla tampak sangat kewalahan.

Bu Siti yang terlihat begitu gembira asyik bersenandung sambil membuka sarung bantal bayi.

"Kenapa di buka Bu?" Tanya Nayla.

"Mau ibu ganti dengan yang lebih lembut, anak bayi itu kulitnya sensitif. Jadi tidak bisa sembarang pakai jenis kain."

"Siapa nama anak Mike bu?"

"Namanya Mikayla Azahra," jawab bu Siti.

"Cantik sekali namanya, Bu."

"Iya, Tiara pintar sekali memberikan nama untuk anaknya. Dan yang paling buat Ibu itu terharu, Mike menambahkan nama belakang ibu dibelakang nama anaknya."

Ibu terlihat bahagia sekali, bila aku dan mas Bian memiliki anak— Apa ibu juga akan sebahagia sekarang. lirih Nayla.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!