Menantu rasa Pembantu!

.

Semakin hari Nayla semakin disibukkan dengan pekerjaan dirumah, apa lagi semenjak kedatangan Mike dan istrinya. Semua kerjaannya jadi ikut bertambah. Ia mengurus suami, mertua dan juga keluarga kecil Mike sekaligus setiap hari.

Rasa lelah, yang tiada henti ia rasakan sebagai menantu dirumah itu, membuatnya jadi lupa untuk mengurus dirinya sendiri.

Malam hari, saat Nayla dan Bian beranjak untuk tidur. Nayla mencoba melakukan hubungan dengan suaminya.

“Mas, aku lagi masa subur. Apa sebaiknya kita melakukannya malam ini?” tanya Nayla.

“Maaf Nay, mas sedang tidak ingin. Mas sangat lelah seharian ini, malam ini— kita tidur aja ya.’’ jawab Bian, dan langsung berbaring membelakangi Nayla.

Bagaimana aku bisa melakukannya, penampilannya saja begitu. Sungguh membuatku tidak nafsu! Nayla akhir-akhir ini sepertinya tidak merawat dirinya. Untuk melihatnya saja, aku merasa sedikit malas.

.

.

...----------------...

.

.

“Lagi-lagi, kamu datang.” Ucap nenek Emma sambil memukul tubuh tinggi cucunya, Arnold.

“Aww, sakit Nek. Kenapa Nenek selalu memarahiku, setiap aku berkunjung?” keluh Arnold.

“Ini sudah kedua kalinya kamu berkunjung, apa kamu melarikan diri dari pekerjaan lagi?”

“Neek— aku ini juga manusia biasa. Setidaknya aku harus mempunyai waktu libur, masa iya Nenek mau aku bekerja tanpa henti setiap hari?”

Arnold adalah dokter kecantikan dirumah sakit besar di Jakarta, semenjak ia memutuskan hubungan dengan kekasihnya— Arnold mengurangi jadwalnya dan menghabiskan banyak waktu di luar Rumah Sakit.

“Tentu saja, harus! Kalau kamu tidak bisa mendapatkan wanita dengan wajahmu, setidaknya kamu harus memiliki banyak uang. Karena wanita itu sangat menyukai uang.”

“Itu lagi, itu lagi. Ajaklah cucumu ini masuk, perutku kini mulai merasa lapar dengan omelan Nenek.”

Nek Emma mengajak Arnold masuk dan menyiapkan makanan untuk cucunya itu, walaupun dia selalu memarahi Arnold namun sebenarnya ia sangat menyayanginya.

“Apa ibumu tidak memasakkanmu makanan dirumahnya? Setiap datang kamu selalu saja mengeluh kelaparan.” tanya nek Emma sambil memberikan makanan pada Arnold.

“Wahhh, sepertinya enak\~”

“Nenek harus memarahi ibu, ibu jarang masak akhir-akhir ini. Dia hanya Sibuk arisan dan zumba dengan temannya. Bahkan ayah selalu memesan makanan dirumah, itukan tidak sehat.” jawab Arnold sambil mengunyah makanannya.

“Ibumu itu, ….. sepertinya nenek harus mengunjungi rumahmu.”

.

.

...----------------...

.

.

“Naaay, kamu jadi kepasar nggak? Cepet dong, hari sudah mulai siang. Nanti kamu nggak dapat yang segar-segar lo.” teriak bu Siti.

“Iya, Bu. Ini mau berangkat, tadi abis nyatatin yang mau di beli.”

“Lelet banget sih Nay, padahal masih muda. Jangan sampai ada yang lupa dicatat. Oh iya, kamu kepasar naik sepeda aja ya! Motor mau dipakai sama Mike.”

“Sepeda, tapi kan— pasar lumayan jauh, Bu. Memangnya mobil Mike kenapa?”

“Jauh apanya sih, Nay. Lagian cuma motor doang kok pelit, lagian nggak setiap hari juga kan. Mike itu belum kerja, jadi dia harus irit dulu— kalau dia pakai mobil namanya pemborosan. Pelit banget sih, sama saudara, baru juga punya motor.” cibir bu Siti.

Nayla yang tak ingin mendegar ayat dari mertuanya lebih banyak lagi, langsung berlalu pergi mengambil sepeda di halaman belakang.

Mau tidak mau Nayla pergi ke Pasar, menggunakan sepeda. Jarak rumah dan Pasar Tradisional yang cukup jauh, memerlukan waktu sampai satu jam untuk Nayla.

Padahal itu motorku, tapi aku malah memakai sepeda ini. Andai ada mas Bian, dia pasti mengantarkanku. Mike sebenarnya mau kemana sih pakek motor. keluh Nayla sambil mengayuh sepeda.

.

.

“Barang belanjaan Nenek banyak sekali, emangnya Nenek mau buat apa.” ucap Arnold sembari membawa tas belanja yang mulai penuh.

“Untuk itulah Nenek mengajakmu, karena Nenek tidak bisa membawanya.”

.

.

“Bu, sayur katuk sama bayamnya masing-masing tiga ya.” ucap Nayla pada penjual sayur

“Iya, Neng.”

“Ehh, Nayla. Lagi belanja juga?” tanya nek Emma.

“Nenek,” dengan senyum manis Nayla menyahut nek Emma.

“Selamat, pagi.” sapa Arnold.

“Pagi,” Nayla menyapanya balik dengan canggung.

“Kalian sudah saling mengenal?” tanya nek Emma pada mereka berdua.

“Ahh, itu\~ beberapa hari yang lalu. Aku ke Apotek membeli obat untuk ibu. Waktu itu Cucu Nenek yang memberikannya.” jelas Nayla.

“Oh yaa, nenek dimana memangnya?”

“Nenek menyiram tanaman di halaman belakang,” sahut Arnold.

“Betul— nenek baru ingat.” nenek tertawa sambil menepuk badan Arnold.

“Belanjaan nenek banyak sekali, sepertinya Nenek mau masak besar.” tanya Nayla yang melihat tas belanja di tangan Arnold.

“Ahh ini— nenek sengaja stock makanan. Karna, akhir-akhir ini ada kucing yang selalu kerumah meminta makan pada nenek.” sahut nenek sambil melirik Arnold.

Arnold yang memahami ucapan neneknya, melirik ke arah lain berpura-pura tak mendengarnya.

“Ini neng, semuanya 30.000!” ucap Penjual sayur.

Nayla membayarnya dan mengambil belanjaan tersebut,

“banyak sekali sayurnya Nay?” tanya nek Emma.

“Iya Nek, ini untuk istri Mike. Dia lagi mengasihi jadi harus banyak-banyak makan sayur agar ASInya lancar. Kalau begitu aku duluan Nek.” ucap Nayla dan berlalu pergi meninggalkan Nek Emma dan Arnold.

.

.

...----------------...

.

.

“Mana sih, si Nayla. kepasar aja lama banget.” ucap bu Siti.

Selang 10 menit ia duduk, kembali bu Siti menoleh ke arah pintu untuk melihat keberadaan Nayla yang belum juga datang.

“Dasar lelet! Aku sudah lapar sekali, awas saja kalau pulang nanti.”

Tiara yang memperhatikan mertuanya sedari tadi, hanya bisa menggelengkan kepala dengan heran. Sudah hampir satu bulan Tiara tinggal dirumah mertuanya, dan Tiara melihat sendiri perlakuan mertuanya terhadap Nayla yang sangat semena-mena.

Kak Nayla sabar sekali menghadapi ibu, kalau aku jadi dia. Aku pasti sudah tidak betah disini. Setiap hari hanya di perlakukan seperti babu, tambah lagi punya suami yang tidak tahu menahu degan apa yang istrinya lakukan dirumah. Kenapa sih, kak Nay tidak mengadu saja pada mas Bian. Agar mas Bian bisa menegur ibu langsung! Apa jangan-jangan mas Bian tidak perduli ya— Kasihan sekali dia. fikir Tiara.

.

.

...----------------...

.

.

Nayla yang sudah berada di parkiran, sibuk memperbaiki rantai sepedanya yang selalu lepas.

“Duhh, kok lepas terus sih. Gimana aku bisa pulang, apa aku jalan kaki saja.”

“Nay, kenapa?” tanya nek Emma melihat Nayla seperti sedang kesulitan.

“Ini nek, nggak tau sepedanya kenapa.”

“Ya ampun Nay, kamu kepasar naik sepeda. Pasar sama rumahmu itukan jauh,”

“Iya nek, kebetulan motor lagi dipakai.”

”Ini ambil! bersihkan tanganmu itu.” nek Emma memberikan tisu basah untuk Nayla.

“Makasih nek,”

“Kamu ikut nenek saja, nenek akan mengantarmu pulang. Sepedanya biar ditinggal disini, nanti nenek suruh Arnold untuk membawakannya ke Bengkel.”

“Jangan nek, aku tidak enak.”

“Aahh ndakpapa, nenek memaksa. Lagi pula— kita kan searah, ayo— bawa barangmu!” nek Emma menarik tangan Nayla dan membawanya ke Mobil.

“Arnold, tolong taruh belanjaan Nayla ke belakang.”

Nayla memasuki mobil dan mereka berangkat pulang.

“Kita antar Nayla kerumahnya dulu ya!” ucap nek Emma pada Arnold.

“Iya, Nek.”

“Maaf ya, aku jadi merepotkan kalian.”

“Nggakpapa, santai aja.” ucap Arnold.

“Mike sedang berkunjung ya Nay?” tanya Nek Emma.

“Nggak, Nek. Mike sudah hampir sebulan tinggal dirumah. Ibu memanggilnya untuk tinggal bersama.” jelas Nayla.

“Ooh— jadi karna itu, tadi kamu berbelanja sayur banyak sekali.”

“Iya, Nek.”

Mereka telah sampai dirumah Nayla, bu Siti terlihat tengah berada di teras menunggu Nayla.

Nayla turun dari mobil lebih dulu,

“Nay, kamu kok naik mobil? Siapa dia?” tanya bu Siti yang melihat Arnold membawakan belanjaan Nayla.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!