Langkah kaki Bian terhenti saat Laura memegang tangannya, ia kembali menoleh dan memandang Laura.
“Kalau boleh, aku ingin berkenalan denganmu,” ucap Laura.
Bian meneguk slavinanya. “Aa, apa maksudnya?” Bian kebingungan.
“Aku merasa tertarik denganmu, aku ingin berkenalan, apa kamu tidak mengerti?”
Bian menatap heran, Apa aku tidak salah dengar—baru kali ini ada wanita yang ingin berkenalan denganku. Batin Bian.
Bian menggelengkan kepalanya agar tersadar. “Maaf, tapi aku sudah menikah. Permisi.” Bian langsung berlalu pergi meninggalkan Laura.
Laura terlihat sangat kesal, matanya melotot tak percaya. Baru kali ini ada pria yang menolak berkenalan dengannya. “Ckkk, sombong sekali pria itu.”
Bian kembali mendatangi ibunya sembari membawa obat yang telah ia tebus, nampak dari jauh Bian melihat ibunya sedang asyik bercengkrama dengan Rachel.
Apa yang sedang mereka bicarakan, sepertinya seru sekali— Ibu sangat ramah pada Rachel, melihat mereka mengingatkanku saat pertama kali aku membawa Nayla bertemu dengan ibu. Gumam Bian.
“Bian, kok lama sekali ngambil obatnya?” tanya bu Siti.
“Antri, Bu.” Ucap Bian sambil memperlihatkan obat yang ia ambil.
“Rachel, kamu sudah kasih titipan ibumu?” tanya Bian pada Rachel.
“Sudah kok,”
“Bian, kita pulangnya sama Rachel lagi aja— kan dia sudah selesai antar titipan juga,”
“Nggak usah Bu, Bian kan izin kerja cuma setengah hari kalau aku masih lanjut kekantor. Kasian kalau dia ngantar lagi,”
“Ahh, nggakpapa. Iyakan Bian.” Ucap bu Siti memberi sorot mata pada Bian.
“Iyaa, nggakpapa kok,”
...----------------...
“Nay.” Panggil Venny sambil melambaikan tangannya pada Nayla.
Begitu juga Nayla yang ikut melambaikan tangannya saat melihat Venny. “Ven.” Panggil Nayla tersenyum.
Nayla menekuk kakinya didepan gadis kecil yang memegang tangan Venny. “Haai, kamu pasti Maudy kan. Cantik sekali.” Ucap Nayla.
Gadis kecil itu langsung bersembunyi debelakang tubuh Venny, ia tersenyum malu saat Nayla memanggilnya cantik.
“Lihat, dia sangat malu karnamu,” ucap Venny.
Nayla tertawa kecil. “Menggemaskan sekali.”
“Terimakasih ya Nay, kamu mau datang menemaniku. Hari ini jadwal perawatanku untuk menghilangkan bintik-bintik di wajah,”
“Padahal aku tidak melihat bintik apapun di wajahmu.” Ucap Nayla memperhatikan wajah Venny.
“Yaiyalah, kan ini sudah tahap ke akhir. Kemarin waktu aku pertama kali perawatan, bintik-bintikku parah tau,”
“Sepertiya klinik tempatmu perawatan sangat bagus,”
“Tentu saja, dia adalah dokter terkenal. Sebenarnya dia dari rumah sakit harapan mungkin saking banyak pasien yang mendatanginya dia sampai berani membuka klinik sendiri, dan kamu tau apa yang paling membuat para wanita rajin perawatan sama dia, dia adalah dokter yang sangat tampan.” Ucap Venny membisik pelan pada Nayla.
Nayla tersenyum sembari mengeleng pelan, Kelakuan Venny ternyata tidak berubah sama sekali. Batin Nayla.
...----------------...
Setelah menurunkan bu Siti didepan appart, kini Bian kembali mengantar Rachel ke kantor.
Bian melirik Rachel yang nampak tak henti tersenyum sedari tadi,
“Sepertinya ada yang lucu, apa yang kamu tertawakan sedari tadi?”
Rachel sontak menutup mulutnya saat Bian menyadari itu, namun saat mereka saling tatap— Rachel justru semakin tertawa.
“Haahaaahaaaaa.” Tawa Rachel.
“Sepertinya ada yang sangat lucu, baru kali ini aku melihatmu tertawa seperti ini,” ucap Bian.
“Maaf, aku hanya teringat ucapan ibumu tadi.” Ucap Rachel sambil memegang perutnya yang menahan tawa.
Bian kembali melirik Rachel. “Ibu, memangnya ibu cerita apa sama kamu.” Tanya Bian.
“Nggak, nggak ada." Rachel melihat ke arah lain untuk mengalihkan pembicaraan.
...----------------...
Ii, inikan, inikan klinik Arnold. Gumam Nayla saat ia berdiri didepan klinik tempat Arnold mengobatinya malam itu.
“Nay, kok kamu diam aja, yok.” Ajak Venny.
Nayla melangkah dengan ragu.
“Maudy, Mama mau periksa dulu— kamu main sama tante Nayla dulu yaa.” Ucap Venny pada Maudy.
Dengan mata bulatnya yang manis, Maudy mengangguk kecil.
“Bagaimana kalau kita pergi beli ice cream di toko sebelah.” Ajak Nayla.
Maudy tersenyum lebar. “Mau.” Ucapnya dengan suara menggemaskan.
Nayla memegang tangan Maudy dan mengajaknya membeli ice cream, ia sengaja mengajak Maudy keluar dari klinik itu untuk menghindar bila dia bertemu dengan Arnold, mengingat bagaimana keadaannya terakhir kali saat bertemu, membuatnya belum siap sama sekali bila bertemu dengan Arnold.
Maudy nampak senang sekali memakan ice cream bersama Nayla, Namun saat ice creamnya telah habis Maudy nampak sibuk menengok kesana sini.
“Kenapa Sayang.” Tanya Nayla melihat Maudy yang nampak mencari ibunya.
“Mamaa,” ucap Maudy.
“Kamu mau datangin mama?”
Maudy mengangguk kecil.
Bagaimana ini. Gumam Nayla.
Nayla dan Maudy memang sudah hampir satu jam lebih berada ditoko sebelah klinik, Nayla merasa Maudy kini sudah sangat ingin melihat ibunya.
“Antee, mamaa.” Ucap Maudy menarik baju Nayla dan menunjuk ke arah klinik.
“Baiklah, baiklah, kita datangin mamah sekarang yaa.” Nayla mengenggam tangan kecil Maudy.
Saat Nayla dan Maudy telah memasuki pintu utama klinik, nampak Venny juga telah keluar dari ruangan Arnold.
Syukurlah. Batin Nayla saat melihat Venny.
“Hei sayang, kamu sama tante Nayla habis dari mana?”
“Udy abis mmam eskyim.” Ucay Maudy memeluk Venny.
“Makasih ya Nay, kamu sudah nemenin Maudy,”
“Sama-sama Ven,”
“Sepertinya itu mobil ayah.” Ucap Venny menunjuk mobil yang telah berhenti di depan klinik.
“Ayaahh, ayahh.” Maudy antusias melihat mobil ayahnya.
“Nay, aku pulang duluan ya. Suamiku sudah menjemputku.” Venny memegang lengan Nayla.
“Iya, Ven. Hati-hati dijalan ya.” Nayla menatap Maudy. “Lain kali tante belikan ice cream lagi ya.” Ucap Nayla tersenyum.
Maudy mengangguk. “Maaci ante.” Ucap Maudy.
Nayla melihat Venny dan Maudy memasuki mobil, selepas ia melihat mereka pergi. Naylapun ikut pergi dan kembali pulang ke Appart.
Kenapa rasanya berat sekali pulang kerumah, aku merasa tidak ingin kerumah sekarang. Gumam Nayla.
...----------------...
“Mobil ini kenapa sih.” Ucap Bian memukul setir mobilnya.
Bian dan Rachel masih dalam perjalanan menuju kantor, namun saat diperjalanan mobilnya tiba-tiba mogok dan tak mau menyala.
“Aku telfonin taksi ya,” ucap Bian.
“Nggak usah, aku baru aja hubungin papah kalau aku nggak bisa lanjut. Lagian nggak lama lagi jam pulang, kayaknya tadi aku kelamaan dirumah sakit,”
“Maaf ya Hel, kamu jadi kesusahan gara-gara aku,”
“Nggakpapa kok, santai aja.” Rachel memegang lengan Bian.
Suara guntur bergemuruh, langit mulai gelap dan air hujan langsung turun dengan derasnya.
“Hel, cepat masuk kedalam mobil.” Titah Bian.
Mereka berdua bergegas memasuki mobil, dengan baju yang setengah basah mereka kembali duduk dikursi mobil.
Dengan berat Bian menelan slavinanya, ia tak sengaja menampaki tubuh Rachel yang telah berbentuk karna basah.
Segera Bian mengambil jaket dan memberikannya pada Rachel.
“Pakailah!” Bian memberikan jaket itu.
Rachel baru menyadari bahwa pakaian dalamnya terlihat dari luar, ia segera mengambil jaket itu dan menutupinya. “Maaf, aku nggak sadar.” Ucapnya.
Mereka diam dan merasakan kecanggungan, hanya berdua didalam mobil dalam kondisi hujan deras tentu saja membuat hasrat dewasa mereka mulai berkeliaran di fikirannya.
...----------------...
“Nay,” ucap Arnold.
Suara itu membuat Nayla menghentikan langkah kakinya, hal yang sedari tadi Nayla hindari justru kini akan terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments