“Siapa dia?” tanya bu Siti yang melihat Arnold membawakan belanjaan Nayla.
“Siang bu Siti, Apa kabar?" sapa nek Emma yang ikut turun dari mobil.”
“Eehh, Nek Emma. Kabar baik— Nenek sendiri apa kabar? Kok bisa sama Nayla?” ucap bu Siti melihat nek Emma.
“Kebetulan tadi kami bertemu di pasar, Aku melihat Nayla sedang kesulitan dengan sepedanya— jadi ku ajak dia pulang bersamaku.” jelas nek Emma.
“Oooh— begitu. Aduh, maaf ya Nek— menantu saya malah membuat Nenek jadi kerepotan.”
“Tidak masalah, kasihan sekali bila dia harus bersepeda, Dari sini kepasarkan lumayan jauh.”
“Mmm— itu— si Nayla, tadi sudah saya suruh untuk pakai motor. Tapi biasalah nek, perempuan jaman sekarang Bilangnya pengen dieeet teruuus— jadi dia lebih memilih untuk pakai sepeda.” bu Siti berbohong.
Apa maksud ibu, siapa yang diet. Jelas-jelas dia yang menyuruhku untuk memakai sepeda. fikir Nayla.
“Begitu rupanya, yasudah kalau begitu— bu Siti, Nayla, Nenek pamit pulang dulu, biasalah, nenek gelisah kalau menutup apotek terlalu lama.” ucap nek Emma pamit pulang.
“Sekali lagi, terima kasih banyak ya nek.” ucap Nayla.
Setelah melihat mobil nek Emma yang berlalu pergi, Nayla langsung menuju dapur, untuk menyimpan semua barang belanjaannya.
“Pantas saja kamu lama sekali, ternyata lagi cari perhatian pada nek Emma. Siapa laki-laki yang bersamanya?” ucap bu Siti.
“Itu cucu, nek Emma.” jawab Nayla singkat.
“Cepat masak! Ibu sudah lapar sekali.”
.
.
...----------------...
.
.
“Kasihan Nayla— ” ucap nek Emma.
“Kenapa nek?” tanya Arnold.
“Bila nenek perhatikan, sepertinya gosip yang beredar di kampung ini benar. Bu Siti, ibu mertuanya si Nayla tadi— dia memperlakukan menantunya seperti babu.”
“Kenapa mertuanya seperti itu Nek, padahal kalau ku lihat-lihat\~ menantunya itu seperti perempuan yang baik.”
“Nayla itu memang perempuan yang sangat baik, dia juga berhati lembut. Bila nenek mempunyai menantu seperti dia, nenek pasti akan sangat menyayanginya. Semua warga disini memanggilnya malaikat, dia sangat ramah pada semua orang, dulu dia juga sering membantu nenek di apotek. Sudah hampir setahun, dia jarang keluar rumah. Mimik wajahnyapun tak seceria dulu. Itu semua pasti karna mertuanya, mertuanya menuntut dia untuk segera memiliki momongan. Sayangnya, mereka sampai sekarang belum bisa menuruti keinginan bu Siti. Semenjak itulah bu Siti semena-mena pada Nayla.” jelas nek Emma.
Rupanya karena itu. Arnold memahami cerita neneknya dan mengingat saat dia pertama kali bertemu dengan Nayla di apotek yang membeli alat tes kehamilan.
“Kasihan juga, padahal dia masih muda. Tapi sudah mendapati ujian yang luar biasa, aku jadi takut menikah.”
“Apa maksudmu,” nek Emma mencubit pinggang Arnold.
“Aaww, neneek— aku lagi nyetir loh.”
“Ujian rumah tangga itu selalu ada dan berbagai macam, tapi bukan berarti karna itu, kamu malah memilih untuk tidak menikah.”
“Bukan nggak mau nek, aku hanya belum siap. Aku harus siap dulu, agar nanti— saat punya istri. Istriku tidak akan tersiksa seperti itu, aku jadi penasaran dengan suaminya. Bisa-bisanya dia membiarkan istrinya di perlakukan seperti itu! Bila aku menikah nanti, dan ibuku seperti itu. Aku pasti akan menegur ibu dengan keras.”
“Anak pintar.”
.
.
...----------------...
.
.
“Mas, kamu dari mana aja sih? Mikayla rewel tau. Aku kesusahan dari tadi.”
“Mas, baru aja pulang dari main futsal,”
“Ya ampun, Mas. Jadi kamu bawa motor kak Nayla cuma untuk pergi main futsal?”
“Emang kenapa?”
“Gara-gara kamu, pakai motor kak Nayla. Ibu menyuruhnya kepasar naik sepeda.”
“Ya mana kutau, lagian aku malas pakai mobil. Ribet!”
Tiara menggelengkan kepalanya.
“Mikayla rewel kenapa, emangnya ibu mana?”
“Kayaknya— ibu lagi tidur di kamarnya.”
“Kalau ibu tidur, kamu kan bisa minta tolong sama Nayla!"
“Aku itu— nggak setega kamu sama ibu, yang apa-apa selalu merepotkan kak Nayla. Lagian ini anak kita, aku nggak mau ya— kalau kamu nggak gantian ngurusin mikayla. Kita itu buatnya sama-sama, ngurusnya juga harus sama-sama!”
“Iyaa, iyaaa, mas mandi dulu.”
.
.
Selepas Mike membersihkan tubuhnya. Tiara turun kedapur bermaksud membantu Nayla untuk membuat makan malam.
“Tia— mikayla lagi bobo ya?” tanya Nayla melihat Tiara menghampirinya.
“Iya kak, aku menyuruh Mike menemaninya tidur.”
“Kenapa, kamu lapar? Mau kakak ambilkan makanan?"
“Nggak kok kak, aku kesini mau bantuin kakak,”
“Nggak usah repot-repot, kakak bisa kok. Kamu pasti kelelahan mengurus Mikayla.”
”Nggakpapa kak, aku nggak capek kok—aku bosan di kamar terus.” ucap Tiara memaksa.
“Yaudah, kalau kamu beneran nggak capek. Tapi— nanti kalau ibu ada, kamu jangan ngapa-ngapain ya. Nanti kakak kena marah.” bisik Nayla.
Tiara yang memahami ucapan Nayla mengangguk sembari tersenyum.
“Kak— aku minta maaf ya.”
“Minta maaf? Kenapa?” tanya Nayla.
“Aku nggak tau, kalau tadi Mike memakai motor Kakak untuk pergi main futsal. Kakak pasti capek banget ya, bukannya pasar disini lumayan jauh?”
“Nggakpapa kok, lagian tadi kakak bertemu dengan nek Emma. Rantai sepeda yang kakak pakai tadi kayaknya rusak, kakak udah nyoba pasang, tapi nggak bisa-bisa. Karna kebetulan ada nek Emma, jadi nek Emmalah yang mengantar kakak pulang, terima kasih sudah mengkhawatirkan kakak.” ucap Nayla tersenyum.
“Aahh, yang tadi itu— jadi laki-laki tampan tadi,”
“Itu cucuknnya.” jelas Nayla.
“Oouww— cucu, pantas muda sekali. Kayaknya seumuran sama Mike, atau tua Mike ya. Siapa namanya kak?”
“Siapa ya, kayaknya nenek nggak ada nyebut namanya deh. Atau mungkin kakak yang lupa.”
“Beruntung sekali kakak, bertemu dengannya. Dia tampan sekali, badannya tinggi, kulitnya putih, dia mirip Cha eun woo artis korea yang akhir-akhir ini kutonton dramanya. Andai aja suamiku itu dia— tapi jadi selingkuhan juga nggakpapa—" khayal Tiara.
“Hhuss, mulutnya. Nggak boleh bilang begitu,” Nayla menegur Tiara.
“Hee, hee, hee, becanda kok kak, lagian dia mana mau dengan perempuan sepertiku. Tapi kalau di perhatikan, dia cocok loh sama kakak.”
“Tiaaraa—”
“Eeheee, maksudku. Kakak itu cantik, jadi sangat cocok bila disandingkan dengan laki-laki tampan seperti dia.”
“Ha ha haa,”
Nayla tertawa mendengar ucapan Tiara.
“Cantik? Tiaaa, Tia, kamu melihat kakak ini dari segi mananya sampai-sampai kamu bilang begitu.” ucap Nayla yang masih merasa lucu.
“Kakak nggak sadar ya, kasihan Kakak— Karna terlalu banyak kerjaan, Kakak jadi tidak pernah merawat dirikan. Aku tau sikap ibu salah, tapi jangan sampai, dengan sikap ibu— Kakak jadi lupa untuk menyayangi diri sendiri. Tiga bulan yang lalu, saat Kakak datang ke pernikahanku. Semua keluarga dan tamu undangan terpana pada Kakak. Kakak adalah orang yang paling cantik yang pernah aku temui.” jelas Tiara.
“Makasih Tia, keberadaanmu. Membuat kakak, kembali betah tinggal dirumah ini.” ucap Nayla memegang tangan Tiara.
Seperti ucapan Tiara, Nayla memanglah wanita yang sangat cantik.
Kulitnya putih, seputih susu.
Bibirnya merah muda walau tanpa memakai riasan, rambutnya tebal, panjang dan lurus seperti idaman para wanita kebanyakan.
Belum lagi tubuhnya yang sintal, membuatnya tampak cantik mengenakan pakaian apapun.
Tanpa memakai riasan apapun Nayla sudah cantik alami.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments