5 Bulan telah berlalu.
Nayla dan Bian tengah berada di rumah sakit untuk memeriksa kesuburan mereka.
“Bagaimana hasilnya, Dok?” Tanya Bian.
“Untuk Bapak, menurut hasil Sampel dari Laboratorium— hasilnya baik. Sperma bapak Normal.”
“Syukurlah,” Bian merasa lega.
“Lalu, bagaimana dengan saya Dok?” ucap Nayla yang merasa khawatir.
“Begini, apa ibu sering mengalami kram perut.”
“Itu memang sering terjadi namun jarang, paling sakit bila saya mengalami menstruasi— bahkan untuk bangun saja saya tidak sanggup.”
“Jadi, itu adalah salah satu ciri kandungan Ibu, lemah. Apa lagi, Ibu mempunyai riwayat keguguran hingga di Kuret. Saat leher rahim yang terhubung ke bagian vagina mengalami pembesaran lalu mengelupas sebelum 40 hari, Leher rahim atau Serviks yang membuka sebelum waktunya ini merupan salah satu dari ciri kandungan lemah. Kami menyebutnya Inkompetensi Serviks. Leher rahim yang mengelupas membuat kehamilan sulit untuk bertahan, yang paling parah— bayi bisa lahir prematur bahkan keguguran. Apa lagi bila Ibu bekerja terlalu berat.”
“Jadi, maksud dokter. Saya tidak bisa punya anak?”
“Tidak, Ibu masih bisa mengobatinya. Ibu hanya perlu terapi dan rutin suntik Hormon Progesteron Kaproat saat hamil, dan yang paling penting yang harus ibu lakukan adalah memakan makanan yang sehat, perbanyak kacang-kacangan dan hindari stress berlebihan.”
...----------------...
Sepanjang perjalanan, Nayla tampak merenung. Jelas sekali ia tidak begitu gembira dengan kabar yang di berikan dokter tadi padanya.
Bagaimana bila nantinya aku tidak bisa hamil, bagaimana bila ucapan ibu padaku benar. Batin Nayla.
Bian memegang tangan Nayla, ia memahami perasaan Nayla saat ini.
“Sayang, nggak usah khawatir— kita pasti bisa mempunyai anak juga.”
Nayla mengambil nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan.
“Aku,takut Mas.”
“Apa yang kamu takuti, Sayang.”
“Bagaimana bila aku Mandul.”
“Kamu tidak boleh berucap seperti itu, mana ada orang mandul yang pernah hamil.” ucap Bian.
2 tahun yang lalu.
Nayla dan Bian sangat bahagia dengan kehamilan pertama Nayla, namun— kebahagiaan itu mereka rasakan hanya sebentar. Belum genap kehamilannya memasuki usia 9 minggu, Nayla mengalami pendarahan. Sejak kejadian itu Nayla dan Bian memutuskan untuk pergi kerumah bu Siti untuk menemani bu Siti yang sendiri sekaligus melupakan kesedihan mereka.
Walaupun sebenarnya Bian kecewa dengan penjelasan Dokter tentang Nayla, namun dia sangat mengasihani keadaan Nayla sekarang. Bian merasa pasrah dengan keadaannya.
Semoga ada keajaiban untuk kita berdua. Batin Bian.
...----------------...
Arnold tengah sibuk mengobati Pasiennya yang lumayan ramai.
Sudah sebulan semenjak ia membuka Kliniknya di Ruko dekat Appartnya.
Ia membuka Kliniknya dari hari senin hingga jum’at, tidak seperti hari lainnya- karena ini hari jum’at prakteknya tutup lebih awal satu jam dari biasanya.
“Bagaimana kabar klinikmu?”
“Berjalan dengan lancar, walau belum banyak yang tau— tapi syukurnya semua pasienku yang dirumah sakit kemarin banyak yang datang ke klinik.”
“Memangnya tidak melelahkan membuka klinik kecantikan seorang diri? Padahal karirmu di rumah sakit sangat bagus, kenapa sih tiba-tiba pindah?”
“Siapa bilang sendiri, aku punya pegawai kok— Satu.”
“Arnoold, Arnoold, jangan bilang bener yaa— kabar yang beredar? Kamu keluar dari rumah sakit karena menjauhi Laura kan? Sebenarnya ada apa sih sama kalian? Kok tiba-tiba putus. Padahal kalian itu pasangan paling serasi di rumah sakit.”
“Sudahlah, jangan bahas Laura—”
Disatu tempat, Bian beserta teman kantornya pun sedang makan bersama. Mereka merayakan kedatangan pegawai baru yang juga anak direktur di perusahaannya.
Tak seperti teman-temannya yang sedang bergembira, Bian tampak murung dan sibuk meminum Anggurnya. Bagaimana tidak, walaupun Bian mencoba menutupi perasaannya, sebenarnya dia sangat terpukul dengan keadaan istrinya yang tidak bisa memberikannya keturunan dengan cepat.
Bian merasa telah menyerah duluan karena tak yakin dengan keadaan istrinya yang pernah keguguran.
Rachel yang sedari tadi hanya memperhatikan Bian, membuatnya penasaran dengan keadaan Bian yang terlihat hancur.
Ia merasa iba dengan keadaan Bian,
Ada apa dengannya, apa dia sedang ada masalah. Batin Rachel.
...----------------...
“Sudah jam 11:00 malam, Apa penyambutan karyawan barunya belum selesai yaa.”
Ponsel Nayla berdering.
[Mas,]
[Nay, aku Dani. Bisa turun nggak? Aku di lobby nih, Bian mabuk berat.]
[Okee, okee, tunggu.]
Saat Nayla telah sampai di lobby, saat itu juga lift yang Arnold masuki tertutup.
“Ya ampun, Mas— kok kamu minum banyak banget sihh.”
“Ini tasnya,” ucap Dani memberikan tas kerja Bian.
“Makasih yaa, Dan”
Nayla membawa Bian yang setengah sadar dan sibuk meracau sedari tadi,
“Naylaaaa” racau Bian.
Nayla yang mendengar racauan Bian tersenyum karena Bian menyebut namanya.
Bahkan saat mabuk, kamu mengingatku mas. Gumam Nayla.
Sesampainya Nayla dan Bian di appart, Nayla membaringkan Bian dan melepas pakaiannya.
Bian memegang tangan Nayla dan menariknya hingga tubuh Nayla tepat berada di atas Bian.
Bian mencium bibir Nayla dengan ganas dan mencoba untuk memasuki tangannya kedalam pakaian Nayla, Nayla hanya diam dan hanyut dengan perlakuan Bian.
Namun tiba-tiba Bian menghentikan aksinya dan mendorong Nayla kesamping,
“Lebih baik, aku tak menyentuhmu. Kau bahkan belum tentu bisa memberikanku anak.” Racau Bian dan kembali tidur.
Bian yang masih dalam keadaan mabuk, tak menyadari ucapannya barusan.
Dengan mata berkaca-kaca, Nayla tak menyangka dengan apa yang ia dengar barusan.
“Apa maksudmu, Mas?” ucap Nayla terbata.
Bian yang telah terlelap tak mendengar ucapan Nayla sama sekali.
Hati Nayla serasa di tusuk,
Jadi, kamu mabuk begini karena aku mas— jadi, kamu hanya berpura-pura menguatkanku padahal kamu sendiri tidak mampu merimanya. Aku harus bagaimana sekarang Mas? Ucap NAyla dalam hati hingga membuatnya menangis terisak.
Ini adalah malam yang sangat menyedihkan bagi Nayla, baru saja ia merasa bahagia karena telah pisah rumah dengan mertuanya. Kini dia harus menerima kenyataan tentang kondisi rahimnya yang lemah hingga membuatnya sulit untuk memiliki keturunan. Bahkan suaminya ikut terluka karena kondisi Nayla hingga meracau tak ingin mennyentuhnya lagi.
“Mengapa nasibku begini.”ucap Nayla dengan tangisnya.
...----------------...
Esoknya, sepertia biasa— Nayla membuatkan sarapan dan bekal untuk Bian.
“Sup pengar buatanmu memang paling enak sayang, perut mas sekarang jadi lebih enak”
Nayla hanya diam sembari mencuci piring di wastafel, semalaman ia tak tidur karena ucapan Bian.
“Mas berangkat kerja dulu ya,” ucap Bian memakai sepatunya.
“Mas, Bekalmu.”
“Ooh iya, hampir aja kelupaan. Makasih yaa.” Bian kembali mengambil bekalnya dan mengecup kening Nayla.
Nayla tak mampu berdiri dan langsung terduduk dengan lemah, ia masih sangat terpukul.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang, Mas. Bahkan disaat aku terpukul karena ucapanmu— kamu justru tidak menyadari itu dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.”
Nayla kembali menangis dan memukul dadanya yang sesak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments