“Sayang, sudah dua hari kamu diemin aku. Mau sampai kapan kamu marah begini?”
Nayla tak menggubris omongan Bian dan hanya sibuk memasuki pakaian yang telah ia lipat.
“Yaudahlah kalau kamu masih marah, Mas nggak bisa apa-apa.”
...****************...
2 hari yang lalu..
“Ibu berencana menginap disini beberapa malam.”
“Mm maksud ibu? Beberapa malam itu berapa hari?”
“Ya terserah ibu lah, kenapa? Nggak boleh ibu nginap dirumah anak sendiri?”
“Bbu.. bukan begitu Bu, Aku hanya bertanya. Tentu saja boleh— iyakan Nay.” ucap Bian terbata sambil menyenggol tangan Nayla dengan tangannya.
Nayla hanya tersenyum tipis, itupun nampak di paksakan olehnya.
“Tidak perlu meminta persetujuan Nayla, kamu kan kepala keluarga. Ini rumahmu dan yang ingin menginap juga ibumu sendiri, masa iya dia nggak mau ada ibu disini.”
Sepertinya drama hidupku akan dimulai lagi. Batin Nayla.
...****************...
“Ini baru dua hari Mas, tapi apa kamu tau ibu sudah ngapain aja selama disini. Setiap aku memasak makanan yang tidak sesuai dengan lidahnya, dengan entengnya dia melempar makanan buatanku dan mengatakan rasanya seperti sampah. Belum lagi dia selalu sengaja membuang dan menumpahkan makanan ataupun minuman dan sampah di sembarang tempat dan menyuruhku untuk membersihkannya. Sebenarnya ada apa dengan ibu Mas, mengapa dia begitu membenciku. Bahkan untuk tidurpun aku merasa gelisah kerena perlakuannya.”
Nayla mengeluhkan semua uneg-unegnya pada Bian, dengan nafas berat ia menceritakan semua perbuatan bu Siti. Baru dua hari tapi bu Siti tidak memberikan sedikitpun nafas pada Nayla untuk beristirahat dirumah.
“Jujur Mas, aku capek. Rasanya aku ingin melarikan diri.”
Bian hanya bisa menggelengkan kepala mendengar perlakuan ibunya pada Nayla, jelas saja Bian tak habis fikir. Ia selalu bertanya-tanya kenapa ibunya sangat membenci Nayla padahal dulu dia sangat menyayangi Nayla seperti anak kandungnya sendiri.
Apa iya hanya karena Nayla dan aku belum bisa memiliki anak, ibu jadi setega ini pada Nayla. Sungguh tidak masuk akal. Batin Bian.
“Nanti Mas bicarakan semuanya baik-baik pada ibu yaa. Sabar ya sayang.”
Bian menghampiri kamar tamu yang bu Siti tempati selama menginap di Appartnya,
“Bu, Ibu sudah tidur atau belum.” panggil Bian di depan pintu kamar dengan mengetuk pelan pintu itu.
“Belum, masuklah.”
Terlihat bu Siti sedang merajut di atas tempat tidurnya.
“Lagi buat apa Bu?” tanya Bian sembari duduk di tepi ranjang.
“Lagi buatin topi untuk Mikayla,”
“Kok warnanya biru, Mikayla kan perempuan.”
“Tanyalah pada istrimu itu, ibu sudah menyuruhnya membeli warna merah muda tapi dia justru pulang dengan membawa warna biru. Alasannya hanya tinggal satu warna ini saja di toko, dasarnya memanglah dia pemalas jelas-jelas kita tinggalnya dikota. Apa susahnya pindah ke toko lain.” Oceh bu Siti.
“Mm Buu. Apa Mike masih menginap di rumah Mertuanya?”
“Entah, dia belum ada menghubungi ibu. Kenapa?”
“Nggakpapa, aku hanya kefikiran rumah Ibu. Ibu kan selalu merawat rumah setiap harinya, kasian bila terlalu lama ditinggal.” Bian beralasan.
“Kalaupun Mike ada dirumah, kamu fikir Istrinya itu bersih-bersih dirumah. Yang ada ibu setiap hari membersihkan rumah dan memasak. Jangankan untuk membantu, bajunya dan anaknya saja justru Mike yang mencucinya. Mike itu memang anak yang bodoh, menikah dengan perempuan yang hanya memperbudak dia.”
“Lagian kemarin kan Ibu sudah di beri pembantu, kenapa justru Ibu malah memecatnya?”
“Mereka nggak ada yang becus kerjanya, untuk apa Ibu keluar uang kalau kerjaan mereka nggak ada yang beres.” Alasan bu Siti.
Jelas-jelas pembantunya banyak yang melarikan diri akibat ulahnya sendiri, tapi dia mengadu pada Bian kalau dialah yang memecat dengan alasan pekerjaan mereka tidak becus.
Bian yang tidak tau kenyataan yang terjadi hanya mengangguk faham dan mempercayai ucapan ibunya.
“Bu, Ibu mau tinggal disini sampai kapan?” tanya Bian dengan ragu.
“Baru juga dua hari, kamu sudah nanyain ibu begitu. Kamu kok nggak senang banget sih ibu disini.”
“Aku nggak masalah kok Bu, kalau memang Ibu betah disini. Tapi, kalau boleh— tolong jangan terlalu jahat pada Nayla.”
“Maksudmu apa?”
“Nayla bilang Ibu sangat keras padanya selama Ibu dirumah, Bu— tolong jangan seperti ini, setidaknya jelaskan padaku alasan Ibu berbuat seperti itu pada Nayla.”
“Keras apanya sih Bian, kamu itu jangan mudah percaya sama omongan istrimu itu. Ibu tidak pernah melakukan apapun padanya. Ibu ini adalah orang yang melahirkanmu, harusnya kamu percaya sama Ibu. Dia pasti sengaja berbohong padamu supaya ibu pulang kerumah, ibu kesini cuma mau beristirahat— kenapa justru kalian malah seperti ini pada ibu.” bu Siti bersandiwara dan berpura-pura menangis di hadapan Bian.
“Maaf Bu, maaf. Kalau memang Ibu tidak seperti itu, aku minta maaf— mungkin Nayla hanya salah faham.
“Selama disini ibu justru selalu mencoba membantu Nayla, tapi ternyata Nayla justru tidak suka. Andai ibu tau akan di perlakukan seperti ini, Ibu tidak akan kemari.”
“Sudah Bu, jangan nangis. Aku minta maaf.”
Berani sekali kamu mengadu pada Bian, tunggu saja Nayla. Ibu akan membuatmu menderita karena telah berani membuat Bian meragukan ibu. Oceh bu Siti dalam hati.
Bian telah kembali dari kamar ibunya dengan wajah sedikit kesal, ia terpengaruh ucapan ibunya yang telah mengeluarkan air mata sandiwara. Kini, Bian merasa Nayla telah membohonginya.
“Gimana Mas?” dengan polos Nayla bertanya pada Bian.
Bian yang merasa kesal hanya berlalu dan tidak memperdulikan Nayla, ia langsung pergi ketempat tidurnya dan tidur. Ia tak ingin meladeni Nayla karena bila ia meladeni pastilah mereka akan bertengkar.
Keesokan harinya,
Nayla yang nampak selesai memasak langsung pergi mandi untuk menghilangkan gerah pada tubuhnya,
Tak lama, notif pesan menyala di ponsel Nayla yang berada di atas meja dapur.
Bu Siti yang sedang mengambil air minum tak sengaja melihat pesan itu dan membukanya, itu adalah pesan dari Bian.
[Kamu sudah masak kan Nay, Mas hari ini pulang cepat. Ini sudah keluar kantor.]
Bu Siti tersenyum licik dan segera menghapus pesan itu, entah apa yang bu Siti rencanakan kali ini.
Nayla yang telah berpakaian selepas mandi, langsung menuju jemuran untuk mengambil pakaian yang telah ia jemur.
Dengan mulut menganga, mata Nayla membulat melihat tumpukan pakaian yang ia jemur bergeletakan dilantai.
Yang membuat Nayla paling terkejut adalah baju yang ia telah cuci sangat kotor seperti habis bergumpalan dengan tanah. Entah tanah dari mana yang bisa mengotori pakaian itu, jelas-jelas dia tinggal di Appart yang tidak ada tanahnya sama sekali.
Dengan kepala menggeleng ia jelas sudah tau siapa pelaku yang telah mengotori pakaian itu, Nayla mengambil Nafas panjang dan mencuci ulang pakaian tersebut.
Belum hilang rasa lelah Nayla, ia kembali kedapur dan melihat betapa berantakannya dapur yang telah ia bersihkan tadi. Dan yang paling membuat Nayla naik pitam, sup yang ia buat dibuang di tempat sampah dan air sup berceceran di mana-mana.
“IBUUUU.” teriak Nayla yang telah habis kesabaran.
Dengan lagak songong bu Siti mendatangi Nayla.
“Apaa manggil-manggil?”
“Sebenarnya ada apa sama Ibu, kenapa Ibu jadi seperti ini. Pakaian yang telah bersih ibu kotori dengan tanah yang entah Ibu ambil dari mana, belum lagi makanan yang telah susah payah ku masak malah Ibu buang. Apa salahku sebenarnya.”
“Salahmu, kamu mau tau apa salahmu. Salahmu adalah kamu menjadi perempuan mandul yang tidak tau diri dan justru mengadu yang tidak-tidak pada Bian. Perempuan seperti kamu memanglah harus di beri pelajaran! Sini panci itu, biar ibu Siram sisanya padamu sekalian” bu Siti mencoba mengambil panci yang di pegang Nayla.
Namun karena air sup yang menetes di sekitaran kakinya, ia justru terpeleset saat mencoba menarik Panci itu.
Bu Siti terjatuh beserta air sup yang bertumpaham di tubuhnya sembari memegang panci.
“IBUUUU!” teriak Bian yang baru saja memasuki rumah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Enok Wahyu.S GM Surabaya
pasti ribut nih...si Bu Siti senyum kemenangan..momennya pas buat nyalahin Nayla...kasihan kau nayla
2024-01-01
2