Buta

Di balik tembok, Zaru samar-samar melihat seseorang di kegelapan sedang berjalan mendekat sambil mengendong seseorang lagi dengan kedua tangannya. Ketika semakin mendekat dan tersorot cahaya lampu dari luar, seketika mata Zaru melotot. Sebab dia melihat sosok itu adalah Berna yang sedang berjalan mendekat sambil menggendong Ellie dengan kedua tangannya.

“Berna, Ellie kenapa?” tanya Zaru ketika Berna berhenti di depannya dengan kepala yang menunduk.

Berna tidak menjawab. Dia meletakkan jenazah Ellie yang dadanya penuh dengan darah di lantai. Zaru langsung berlutut sambil menangis.

“Eliie, bangun!” ucap Zaru sambil menangis.

Zaru lalu menatap Berna dan bertanya, “Apa yang terjadi?”

“Maafkan aku,” jawab Berna.

Zaru berdiri dan mencengkeram kerah baju Berna. Dia melotot dengan wajah marah dan bingung dengan apa yang terjadi kepada Ellie.

“Sialan! Apa yang terjadi?” Berna bertanya sekali lagi.

“Pria tinggi dan kurus itu telah membunuh Ellie.”

“Lalu dia di mana?”

“Aku sudah membunuhnya,”

Mata Zaru sekarang tidak melotot lagi. Dia lalu melepaskan cengkeraman tangannya.

“Aku juga sudah membunuh Bossman,” Berna menggenggam tangan Zaru.

Zaru lalu menangis dan berlutut di depan jenazah Ellie. Dia lalu memeluk Ellie sambil terus menangis. Berna yang melihat Zaru merasa sangat bersalah. Dia berpikir andaikan dia tidak datang, pasti hal ini tidak akan terjadi. Berna lalu mengepalkan tangan dan menyumpah serapah dirinya sendiri.

“Zaru, aku ingin berkata jujur padamu,” ucap Berna.

“Apa?” Zaru menatap Berna.

“Sebenarnya, aku tidak punya trik sulap. Yang Ellie, kau, Weda, dan Nandi serta orang-orang di taman desa waktu itu adalah ilmu alkemis.”

“Alkemis?”

“Sulit aku jelaskan. Tetapi semua yang aku lakukan berdasarkan ilmu pengetahuan. Bukan trik sulap ataupun sihir.”

Zaru diam lalu membersihkan air matanya.

“Zaru, aku bisa menghidupkan Ellie.”

“Hah?” Zaru kembali menatap Berna.

Berna mengangguk lalu berkata, “Walau membangkitkan orang mati adalah hal yang tabu, tapi itu bisa dilakukan.”

“Bagaimana caranya?”

“Ada satu cara.Tetapi akut tidak tahu konsekuensinya apa.”

“Kau yakin?”

“Yakin atau tidak yakin, aku akan tetap melakukannya.”

“Sebaiknya kita segera pergi dari sini. Polisi pasti akan segera datang.”

Berna kembali menggendong jenazah Ellie. Mereka lalu mencari jalan alternatif untuk keluar. Dengan kemampuan alkemisnya Berna, mereka bisa keluar dengan mudah lewat belakang gedung. Kemudian berjalan menyusuri sebuah hutan. Jalan ini dipilih agar mereka tidak terlihat mencolok kalau lewat jalanan umum.

***

Di rumah, si ibu terus merasa cemas. Ibu mana yang tidak cemas melihat anak gadisnya dibawa paksa di depan mata kepalanya sendiri? Sementara itu si ayah baru pulang. Setelah melepas topinya, si ayah duduk di samping si ibu.

“Tak perlu cemas. Aku sudah menemukan orang yang mau membeli rumah kita,” kata si ayah.

“Selain mencemaskan Ellie, aku juga sedih harus berpisah dengan rumah ini,” ucap si ibu.

“Kita tidak punya pilihan selain menjual rumah ini. Biarlah kenangan di sini kita kubur. Setelah hutang kita lunas, kita sewa rumah baru. Rumah kecil juga tak masalah.Lagi pula kita masih bisa berjualan di pasar.”

“Jika memang harus, aku ikhlas.”

Si ayah menatap si ibu dengan penuh kasih sayang.

“Zaru ke mana?” tanya si ayah.

Si ibu menjawab, “Dia pergi tak berapa lama setelah kau pergi.”

“Tadinya mau aku suruh dia persiapkan pakaian dan barang-barangnya.”

“Apa rumah kita akan dibeli hari ini juga?”

Si ayah mengangguk.

“Biar aku saja yang bereskan pakaian dan barang-barang Zaru dan juga Ellie.”

Sekitar setengah jam si ibu membereskan pakaian dan barang-barang di kamar Zaru, samar-samar dia

mendengar suara ketukan pintu dari luar. Terdengar juga si ayah bertanya siapa yang mengetuk. Ketika yang mengetuk menjawab bahwa itu adalah Zaru, si ibu langsung melanjutkan memasukkan pakaian Zaru ke dalam koper. Tetapi tak berapa lama terdengar suara tangisan si ayah. Si ibu mengira bahwa si ayah menangis

karena akan meninggalkan rumah ini. Namun, perkiraannya itu berubah ketika si ayah, memanggil nama Ellie.

“Ellie? Bukankah dia dibawa oleh penagih hutang?” tanya si ibu keheranan.

Lalu terdengar lagi suara tangisan si ayah semakin keras. Si ibu lalu berbalik dan berjalan kemudian membuka pintu. Seketika matanya terbelalak ketika si ayah tengah berlutut di depan Ellie yang tergeletak di lantai yang dadanya bersimbah darah. Dia langsung berlari dan ikut berlutut di depan jenazah Ellie.

“Ellie, anakku,” kata si ibu sambil mengangkat kepala Ellie dan memeluknya.

“Apa yang terjadi?” tanya si ayah.

Zaru dan Berna tak menjawab karena mereka tidak mampu menjawabnya.

“Jelaskan padaku apa yang terjadi?!” tanya si ibu dengan tatapan yang tajam dan penuh kecurigaan. Apalagi ketika menatap Berna yang orang asing.

“Ayah, ibu, ini Berna. Dia yang sering ditemui Ellie setiap hari minggu...,” Zaru berhenti tapi kemudian dia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Berna pun ikut menjelaskan semua kejadian hingga sampai ke rumah ini.

“Jadi, Bossman sudah mati?” tanya si ayah.

Berna mengangguk.

“Juga dengan pria tinggi kurus itu?” tanya si ibu.

Sekali lagi Berna mengangguk.

Si ayah dan si ibu lalu saling menatap.

“Ayo kita kuburkan Ellie kemudian pergi dari Robutani,” kata si ayah.

“Kita mau ke mana?” Berna kebingungan.

“Yang jelas pergi jauh dari desa ini,” jawab si ibu.

“Tunggu, aku bisa bantu kalian,” kata Berna.

“Bantuanmu sudah cukup,” balas si ayah.

“Tapi aku serius ingin membantu. Izinkan aku bantu kalian,” Berna kukuh dengan niatnya.

“Andaikan saja kau tidak datang ke tempat Bossman,” kata si ibu yang menatap Berna.

“A...apa?” bibir Berna gemetar.

“Andaikan saja kau tidak datang, Ellie pasti masih selamat,” air mata si ibu kembali mengalir.

“Ta...tapi aku....”

“Sudah, lebih baik kau pulang,” sahut si ayah.

Berna kebingungan. Dia lalau menatap Zaru. Tetapi ekspresi wajah Zaru yang menandakan dia juga tidak bisa berbuat banyak, membuat Berna semakin bingung. Tak lama kemudian Berna pun berbalik dan berlari. Hatinya tambah hancur karena tidak hanya kehilangan Ellie. Tetapi juga sekarang dia malah dibenci oleh kedua orang

tua Ellie. Berna terus berlari sampai ke sebuah hutan yang lebat dan berhenti di sebuah pohon yang besar. Dia lalu berlutut di depan pohon itu. Kemudian membuka lebar-lebar kedua telapak tangannya.

“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Berna sambil tangannya gemetar.

Berna sekarang merasa menyesal dan bersalah.

“Seharusnya dengan kekuatan ini, aku bisa menolong orang yang aku sayangi. Tetapi rasa sayang telah membutakan aku. Aku seperti seekor serigala yang meraung penuh amarah dan buta,” Berna lalu memukul tanah dengan tangan kananya.

“SIAL!!” teriak Berna dengan sangat keras bahkan burung-burung yang sedang hinggap di pohon pun beterbangan karena suara teriakan Berna.

Setelah meluapkan emosi yang ada dalam dirinya, Berna berjalan menuju kedai di pasar. Remin seperti biasa sedang duduk bersantai sambil membaca koran dan menikmati secangkir kopi. Ketika dia mendengar pintu terbuka dan melihat yang membuka pintu adalah Berna, Remin langsung melipat korannya.

“Remin, ayo kita pulang,” kata Brena setelah duduk dengan wajah yang serius.

“Ada apa Tuan Muda?” tanya Remin yang heran karena melihat Berna tidak seperti biasanya.

“Tidak apa-apa,” jawab Berna.

Remin tak bertanya lagi. Dia langsung mempersilakan Berna keluar kedai kemudian naik kereta kuda dan pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Marudi dan Merna langsung bertanya bagaimana pertemuan Berna dengan Ellie.

“Semuanya lancar, kok,” jawab Berna sambil tersenyum lebar.

Tengah malam, Berna hendak menyelinap keluar rumah dengan kekuatan alkemisnya dengan membawa satu tas punggung. Tetapi dia juga tidak mau membuat khawatir keluarga Rombepayung yang sudah baik sekali kepadanya. Jadi Berna menulis sebuah surat yang cukup panjang. Menceritakan segala kejadian yang sudah terjadi apa adanya. Dan juga berpesan kepada Marudi dan Merna agar mereka tidak perlu khawatir.

Setelah meletakkan surat itu di meja makan, Berna keluar menyelnap dan berjalan menuju rumah Ellie dengan memakai jaket hitam bertudung. Sesampainya di sana, dia hanya melihat rumah Ellie tak berpenghuni. Lampunya pun padam. Beruntung ada satu orang lelaki paruh baya yang lewat sehingga Berna bisa bertanya.

“Paman, pemilik rumah itu ke mana?” tanya Berna.

Lelaki paruh baya itu menjawab, “Mereka pindah ke luar desa. Anak perempuannya meninggal karena dibunuh.

Berna lalu berkesimpulan kalau keluarga Ellie menutupi kematian Ellie.

“Kalau boleh tahu, di mana anak perempuan mereka dikuburkan?”

“Di pemakaman umum desa.”

Berna langsung bergegas berlari menuju pemakaman umum desa. Dia lalu mencari kuburan Ellie di antara deretan kuburan-kuburan yang berjejer rapi. Selama sepuluh menit Berna mencari, akhirnya dia menemukan kuburan Ellie.

“Ellie, aku akan membangkitkanmu,” kata Berna sambil meletakkan tangan kanannya di atas kuburan

Ellie.

Seketika kuburan itu terbuka dan terlihat sebuah peti mayat. Berna lalu melompat dan membuka peti itu. Terlihat Ellie yang sudah terpejam dengan tisu yang terselip di lubang hidungnya. Berna lalu mengangkat tubuh Ellie dan meletakkan telapak tangan kanannya di dinding liang Lahat dan terbentuk tangga ke atas. Dia naik ke atas sambil membopong jenazah Ellie dan berjalan jauh sekali ke arah barat selama beberapa hari mencari tempat aman untuk membangkitkan Ellie.

Selama perjalanan itu pula, Berna menggunakan kekuatan alkemisnya agar jenazah Ellie tidak membusuk. Tidak hanya itu. Berna juga mengumpulkan bahan-bahan sebagai syarat untuk membangkitkan orang mati. Akhirnya dia sampai di tempat yang aman dan cocok. Yaitu di sebuah hutan dekat dengan desa Toroto.

“Semuanya sudah siap,” kata Berna setelah dia membuat sebuah lingkaran dan meletakkan Ellie di tengah lingkaran itu bersama dengan bahan-bahan yang diperlukan.

Berna lalu meletakkan kedua tangannya di tanah. Seketika lingkaran itu bercahaya. Entah kenapa, tiba-tiba tubuhnya terserap bahkan dia berteriak karena kesakitan. Berna lalu merangkak untuk menjauh. Setelah cahaya itu redup, matanya terbelalak karena melihat kedua kakinya dari atas lutut ke bawah hilang.

“Ti...tidak mungkin,” ucap Berna sambil melotot melihat kedua kakinya yang kini hilang.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!