Manusia Terkuat

Ran menghunus katananya.

Kemudian dia memutarnya dan memegangnya dengan kedua tangannya. Manusia

serigala itu menggeram lalu melolong dan berlari secepat kilat. Saking

cepatnya, Ran tidak sadar bahwa tak sampai satu detik, manusia serigala itu

sudah ada di hadapannya sambil menyerang dengan cakar kanannya. Dengan cepat

Ran menahan dengan katananya. Tetapi karena serangan manusia serigala itu

terlalu kuat, Ran terpental sangat keras hingga menghantam pohon besar. Bahkan

pohon itu berlubang dan Ran berguling-guling di tanah.

“RAN!” teriak

Sehar sambil berlari menghampiri Ran yang sedang terkapar di tanah.

“Sehar, kamu

sembunyi,” kata Ran sambil bangkit berdiri.

“Ta...tapi.”

“Jika aku beri

tanda, kau harus siap menyerang, ya?” Ran menatap Sehar.

Sehar lalu

mengangguk dan berlari untuk bersembunyi di tempat aman. Lalu Ran berjalan

perlahan sambil melepas jubah cokelatnya. Dia memasukkan katananya ke dalam

sarung lalu memejamkan mata sambil terus berjalan. Sementara itu si manusia

serigala tersenyum menyeringai.

“Baru kali ini

aku melawan manusia yang kuat,” ucap manusia serigala itu.

Ran tidak

terkejut karena manusia serigala itu bisa berbicara. Dia tetap tenang dan

mencoba memperhatikan segala situasi.

“Dan aku juga

baru kali ini bertemu manusia serigala sepertimu,” balas Ran sambil tersenyum

tipis.

Manusia serigala

itu tertawa.

“Kau seperti

kerasukan setan.”

“Tidak. Aku ini

jadi makhluk yang kuat di muka bumi. Berkat kepintaranku, aku berhasil mengubah

diriku menjadi manusia serigala.”

“Kenapa tidak

memilih binatang lain? Kenapa harus serigala?”

“Aku suka

geraman serigala. Jauh lebih menakutkan ketimbang hantu.”

Ran hanya

tertawa kecil kemudian dia berlari sambil menghunus katananya dan melompat lalu

menebas secara vertikal. Manusia serigala itu menahan katana milik Ran dengan

kedua cakarnya. Ketika kaki Ran mendarat di tanah, dia berputar dan melayangkan

tendangan dengan kaki kanannya yang mengenai pinggang kanan manusia serigala

itu. Tetapi manusia serigala mampu menahan dan melayangkan serangan cakar

kirinya. Ran menghindar dengan melompat ke belakang lalu menyerang lagi dengan

menebaskan katananya. Manusia serigala menahan dan mencengkeram katana Ran

dengan cakar kanannya.

“Manusia terkuat

yang pernah aku lawan,” ucap manusia serigala sambil menahan dan mencengkeram

katana Ran dengan cakar kanannya.

“Aku jadi

penasaran manusia seperti apa kau sebelum mengubah dirimu menjadi serigala,”

kata Ran sambil menarik katananya dari cengkeraman manusia serigala.

“Pedangmu

mempunyai komposisi logam yang belum pernah aku lihat.”

“Pedang terbaik

yang dibuat oleh guru sekaligus pandai besi terbaik dengan perpaduan logam

terbaik juga.”

“Tapi cakarku

juga sekeras baja.”

Mereka lalu

terlibat pertarungan sengit. Saling menyerang dan menahan. Sehar yang melihat

dari kejauhan merasa takjub. Dia seperti melihat pertarungan dua manusia super.

Belum pernah dia melihat dua orang bertarung seperti ini. Tak berapa lama Ran

dan manusia serigala itu saling melompat ke belakang untuk menjauh. Keduanya

sama-sama tidak terlihat lelah. Ran hanya berkeringat sedikit. Sementara itu si

manusia serigala hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil menggeram.

Ran bersiap

dengan posisi kaki kanan di depan, kaki kiri di belakang. Dia setengah

berjongkok, badan condong ke depan, tangan kirinya memegang katana, sementara

tangan kanannya di depan bersiap menghunus. Manusia serigala tersenyum melihat

Ran yang serius. Dia lalu berlari secepat kilat sambil menyerang secara

horizontal dengan cakar kanannya. Tapi dengan cepat pula Ran menghunus

katananya. Sehingga cakar dan katana saling beradu. Kekuatan tebasan Ran jauh

lebih kuat sehingga si manusia serigala terhempas jauh dan berguling-guling.

Si manusia

serigala lalu menahan hempasan itu dengan kedua kakinya sehingga membentuk dua

garis di tanah. Setelah itu dia melihat dua cakarnya yang patah.

“Sialan,” ucap

dia sambil meludah.

Sehar yang

melihat kekuatan Ran, merasa takjub.

“Hebat sekali,”

gumamnya dalam hati.

Si manusia

serigala berjalan mendekati Ran yang sedang berdiri tenang.

“Aku harus

menunjukkan semua kekuatanku,” ucap manusia serigala yang kemudian dia

berteriak dan melolong.

Sekujur tubuh

manusia serigala mengeluarkan cahaya warna kemerahan. Matanya semakin memerah,

taringnya semakin tajam, serta bulunya semakin meruncing. Ran yang melihat si

manusia serigala langsung menghunus katananya. Dia memegang katananya secara

vertikal dan disejajarkan dengan wajah. Kemudian dia tebaskan ke kanan dan

tiba-tiba bilah katananya seperti diselimuti sesuatu yang berwarna hitam pekat.

“Ini adalah

jurus perubahan tenaga dalam dana aku mengalirkannya ke benda,” kata Ran.

“Dengan

kepintaranku, aku bisa menciptakan kekuatan buatan,” balas manusia serigala.

Tak lama setelah

itu, si manusia serigala melesat dan menyerang. Ran menahan dengan

katananya.  Dia lalu melompat dan menebas

dengan vertikal. Si manusia serigala menghindar ke kanan. Ran lalu berputar dan

menebas tetapi si manusia serigala menahan dengan cakar kanannya lalu

membanting Ran ke belakang. Saat Ran terhempas ke tanah, si manusia serigala

melayangkan serangan dengan cakar kanan. Ran menahan dengan katananya yang

membuat tanah di sekitarnya amblas.

Lalu Ran

menghilang dan berada tepat di atas. Si manusia serigala berbalik dan menahan

tebasan Ran. Kini giliran dia yang terhempas ke tanah. Saat Ran mendarat, dia

layangkan tebasan secara vertikal. Si manusia serigala menghindar dengan

berguling lalu dia berputar dan melayangkan serangan kaki kanan yang mengenai

kaki Ran. Seketika Ran terjatuh lalu si manusia serigala mencengkeram leher Ran

dan membantingnya ke tanah.

“Sekarang, siapa

yang terkuat di sini, hem?” tanya si manusia serigala.

Ran tersenyum

kecil. Dia lalu menendang si manusia serigala ketika posisinya sedang

dicengkeram di tanah. Si manusia serigala langsung terlempar ke atas. Ran

berputar dan melompat. Saat posisi mereka sejajar di udara, Ran melayangkan

sebuah jurus. Dia memasukkan katananya ke dalam sarung, kemudian menghunusnya

lagi dan menyerang si manusia serigala seperti lalat yang sedang terbang ke

kiri, kanan, depan, belakang, atas, dan bawah. Sangat cepat. Bahkan Sehar pun

tak bisa melihat serangan Ran terhadap si manusia serigala.

Setelah itu, Ran

muncul di atas si manusia serigala. Lalu melayangkan seragan terakhir. Dia

menebas si manusia serigala itu sehingga terhempas secara vertikal ke tanah.

Ran lalu mendarat dan memasukkan katananya ke dalam sarung.

“Ba...bagaimana

bisa?” tanya si manusia serigala yang sudah sekarat dan sekujur tubuhnya penuh

sayatan.

“Tubuhmu kuat

juga bisa menahan tajamnya katanaku,” kata Ran sambil mengambil jubah dan

capingnya lalu memakainya.

“Ran, kau

berhasil!” teriak Sehar sambil berlari dan memeluk Ran.

“Kini tiba

giliranmu.”

“Maksudmu?”

“Kau mau

membalaskan dendam ibumu, kan?”

Sehar lalu

melihat si manusia serigala dengan penuh amarah. Dia berjalan mendekat sambil

menghunus pisau miliknya. Ketika sudah mendekat dan menodongkan pisau itu

dengan kedua tangannya.

“Ini untuk ibuku

yang kau bunuh,” kata Sehar kepada manusia serigala itu.

“Pada dasarnya

kita tidak akan pernah saling mengerti satu sama lain.”

“Ada kata-kata

terakhir?”

“Aku, Berna

hanya anak sebatang kara dan dibesarkan di panti asuhan desa Robutani lima

puluh kilometer dari sini. Aku hanya ingin diakui sebagai oleh semuanya...,”

Tiba-tiba Berna

teringat masa lalunya yang sangat pilu. Kesedihan, kesendirian, kesepian dan

semua penderitaan selalu dia rasakan semenjak tumbuh di panti asuhan dan dia

tidak tahu siapa orang tuanya.

***

Sekitar tiga

puluh dua tahun lalu saat Berna berumur delapan tahun, dia sedang bermain di

sebuah sungai dengan anak-anak desa yang lain. Karena dia lemah, kadang dia

dirundung oleh teman-temannya. Untuk itulah dia sering keluar panti asuhan

karena dia ingin melihat dunia luar lebih jauh lagi. Berna adalah seorang anak

bertubuh kecil dengan kacamata yang selalu melekat di matanya. Rambutnya agak

memutih dan dagunya agak lancip.

Saat itu sore

hari yang berkabut di desa Robutani. Berna sedang dipukuli oleh tiga orang

teman sebaya dia di pinggir sungai.

“Dasar tidak

punya orang tua,” kata seorang anak yang berbadan gemuk.

“Heh Zaru,

jangan ngomong begitu,” ucap seorang anak yang berbadan kurus.

“Nandi, kamu

jangan melawan bos kita, ya?” kata seorang anak berbadan kekar sambil memukul

kepala Nandi.

“Aw, sakit tahu,

Weda,” Nandi mengusap-usap kepalanya.

“Kalian berdua

diam. Lihat si Berna ini dia malah tersenyum padahal dia sudah kita pukuli,”

Zaru menunjuk ke arah Berna yang sedang terbaring dengan penuh luka tetapi dia

malah tersenyum.

“Tak apa.

Asalkan kalian jadi temanku,” kata Berna sambil terus tersenyum.

“Jijik aku

mendengarnya,” Weda membuang ludah.

“Kami tidak mau

berteman dengan anak lemah macam kau!” bentak Zaru.

“Kalian

sebaiknya beri dia kesempatan,” usul Nandi.

“Sudah kita

tinggalkan dia di sini,” Zaru lalu berbalik dan pergi.

“Tunggu, Zaru,” Weda

mengikuti Zaru dari belakang.

“Kalian berdua,

tunggu,” Nandi pun ikut. Tetapi ketika beberapa langkah dia berjalan, dia

berhenti lalu menengok ke arah Berna yang sekarang sudah bangkit berdiri.

“Maaf,” kata

Nandi kemudian dia berbalik lalu mengejar Zaru dan Weda.

Berna lalu

membersihkan lensa kacamatanya dengan baju cokelat yang sudah lusuh. Dia

berjalan menyusuri jalanan setapak di sepanjang tepi sungai. Ketika dia sampai

di sebuah taman bermain, dia melihat seorang anak perempuan sedang bermain

dengan kedua orang tuanya. Bagaimanapun Berna menahannya, dia tetap merasa iri

dengan anak perempuan itu. Dia ingin merasakan kasih sayang orang tua.

Semakin lama dia

memperhatikan anak perempuan itu bermain dengan kedua orang tuanya, semakin

dalam kesedihan yang dai rasakan. Tak terasa dia pun berurai air mata. Tetapi

segera dia hapus dan berlari menuju panti asuhan. Sesampainya di sana, seorang

pengasuh perempuan dengan postur tubuh agak gemuk, langsung mengomel.

“Berna, dari

mana saja kau? Cepat bersihkan kamar mandi,” kata pengasuh perempuan itu dengan

nada marah.

“Segera

laksanakan,” Berna mengangguk.

Berna lalu

mengambil peralatan dan mulai membersihkan kamar mandi. Dia sudah terbiasa

dengan bentakan dan suruhan oleh pengasuhnya yang arogan itu sejak umurnya tiga

tahun. Tetapi semakin lama, dia semakin muak.

“Aku ingin jadi

manusia terkuat,” kata Berna dalam hati.

Sejak saat itu,

Berna bertekad ingin menjadi kuat. Dia sadar bahwa dirinya ini anak yang

jenius. Jadi diam-diam dia membaca buku agar wawasannya semakin luas sehingga

dia bisa dianggap ada oleh orang sekitarnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Abri Yanto

Abri Yanto

kok ceritanya lain gmn nich

2024-05-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!