Kesepakatan

Amarah Berna meluap. Darahnya mendidih ketika dia melihat Ellie dijatuhkan oleh Salino.Ekspresi marah bercampur sedih yang dibalut oleh air mata menghiasi wajahnya ketika dia berlari hendak menangkap Ellie. Ketika dia menangkap Ellie dan dia pangku sambil berlutut, Berna menatap wajah Ellie sambil terus menangis. Sweter merah muda yang diberi oleh Berna pun kini bercampur dengan darah.

“Ellie,” kata Berna.

“Be...Ber...na...,” Ellie mengangkat tangan kanannya hendak memegang pipi Berna.

Berna lalu menggenggam tangan kanan Ellie dengan tangan kirinya.

“Ellie, bertahanlah.”

“Be....rna...aku...,” Ellie tidak melanjutkan. Dia malah tersenyum menatap Berna dengan mata setengah terpejam seolah pasrah dengan apa yang menimpanya.

“Aku akan menyembuhkanmu Ellie,” Berna lalu meletakkan tangan kirinya ke dada Ellie yang terluka.

Seketika telapak tangan kirinya mengeluarkan cahaya. Tetapi luka Ellie sangat parah sehingga proses penyembuhannya harus memakan waktu jauh lebih lama. Terlebih lagi, Ellie terus mengeluarkan darah. Tangan kanan Ellie lalu memegang tangan kiri Berna yang sedang mengobati luka di dadanya. Dia cengkeram tangan kiri Berna sebisa mungkin.

“Be...Berna,” ucap Ellie perlahan. Dia hanya melirikkan matanya ke arah Berna karena kepalanya sudah tidak bisa bergerak lagi.

“Jangan bicara dulu. Aku sedang menyembuhkanmu.”

“Berna, su...dah cukup....”

“Tapi,” Berna memejamkan mata sambil terus menangis.

“Berna, terima kasih telah menolongku.”

Berna tak membalas. Dia terus fokus menyembuhkan luka Ellie.

“Hei, kau anak yang baik. Bisakah kau menolongku sekali lagi?”

Berna tidak menjawab.

“Berna, sampaikan pada kedua orang tuaku dan Abangku bahwa aku mencintai mereka. Dan juga, aku senang berteman denganmu. Aku selalu berharap akan bersamamu selamanya. Tetapi takdir berkata lain. Kita harus berpisah di sini. Kau harus lanjutkan hidupmu,” kata Ellie dengan suara pelan sambil melirik ke arah Berna dan tersenyum.

Berna lalu berhenti ketika kedua mata Ellie perlahan terpejam lalu terkulai lemas dia atas pangkuannya. Seketika Berna berteriak keras sekali memanggil nama Ellie.

“ELLIEE!!” teriak Berna dengan kepala menengadah ke atas dan air mata semakin mengalir.

Sementara itu Salino yang diam memperhatikan mereka berdua hanya tersenyum dan kemudian tertawa sangat keran.

“Hahahaha. Aku memang agak kesusahan menyerangmu dari jarak dekat. Tetapi menyerangmu dari dalam ternyata mudah dan menyebabkan luka yang sangat dalam,” Salino tertawa terbahak-bahak.

Berna lalu menatap tajam ke arah Salino. Matanya memerah. Dia marah besar. Dia letakkan perlahan Ellie di atas lantai. Lalu berdiri dan berjalan mendekat ke arah Salino. Ketika beberapa kali dia melangkah, Salino menyerang dengan pedangnya. Tetapi baju Zirah Berna tidak bisa ditembus. Bahkan ketika Salino menyerang kepala Berna yang tidak terlindungi, dengan cepat Berna bisa menahan dan menghindar serangan Salino.

“Sekarang giliranmu menyusul temanmu itu. Kalian akan hidup bahagia di alam sana,” kata Salino sambil memutar-mutar pedang dengan tangan kanannya.

Kemudian Berna berhenti dan terus menatap Salino. Dia lalu menempelkan kedua telapak tangannya dan berteriak. Seketika seluruh ruangan bergoyang seperti ombak di laut. Berna menempelkan kedua telapak tangannya di lantai dan seketika seluruh ruangan berubah menjadi besi. Seketika lantai yang sekarang sudah berubah menjadi besi Berna berlari sambil mengepalkan tangan kanannya yang bercahaya. Lalu dari telapak tangan kanannya itu muncul seperti pedang berwarna perak yang mengkilap.

Salino yang sudah bersiap dengan serangan Berna juga berlari. Jadi mereka saling berlari dan ketika satu meter mereka berdekatan, Salino menebaskan pedangnya, sementara tangan kiri Berna mengepal dan bercahaya lalu muncullah tameng sehingga tebasan pedang Salino menghantam tameng tersebut. Berna mendorong lalu menggerakkan tangan kirinya yang sekarang memegang tameng seperti sedang membuka gorden ke arah kiri. Kemudian Berna menusukkan pedang peraknya tepat di jantung seperti yang dilakukan Salino kepada Ellie.

“Ini untuk Ellie!” teriak Berna sambil menusukkan pedangnya hingga menembus punggung Salino.

Seketika Salino berteriak kesakitan. Ketika dia melihat ke bawah, rupanya pergelangan kedua kakinya terperosok ke dalam lantai yang suda berubah menjadi besi. Layaknya dia berdiri di atas lumpur.

“Pantas saja dia mengubah seluruh ruangan ini menjadi besi. Rupanya dia sudah merencanakan ini. Supaya aku tidak bisa menghindar. Itulah sebabnya tadi aku tidak bisa melompat ke belakang untuk menghindar,” kata Berna dalam hati sambil terbatuk dan mulutnya mengeluarkan darah.

Berna lalu mencabut kembali pedangnya dan Salino tergeletak secara tengkurap. Dia setengah sadar dan tidak bisa bergerak.

“Neraka sudah menunggumu,” ucap Berna.

Salino malah tertawa sambil berusaha bangkit tetapi tidak bisa. Tubuhnya sudah mati rasa dan akhirnya, dia tidak bisa bergerak lagi. Nyawanya sudah berpindah ke alam yang berbeda yang berada di antara alam dunia dan alam akhirat.

Berna lalu berjalan mendekati Ellie yang sekarang sudah menjadi jenazah. Dia menggendongnya dan berjalan ke luar.

***

Bossman yang menunggu Salino selesai dengan tugasnya, sedang asyik duduk di sofa di ruangan mewahnya. Dia minum ditemani satu orang wanita yang berbadan seksi. Wanita itu memakai pakaian yang minim dengan rambut panjang, dagu tirus, mata jeli dan kulit putih bersih. Wanita itu menuangkan minuman itu ke dalam gelas kecil lalu Bossman meminumnya dengan sekali tegukan.

“Ahhh...nikmat sekali,” ucap Bossman setelah meneguk minuman itu.

Wanita yang duduk di samping Bossman itu menggelinjang lalu berkata, “Baru kali ini Salino melawan seorang bocah.”

“Dia bukan bocah biasa, Narna. Dia seperti punya kekuatan yang unik.”

“Dan apa yang akan kau lakukan kepada bocah itu?”

“Aku ingin kekuatannya.”

“Sepertinya yang berpikiran seperit itu bukan cuma kau.”

“Memangnya siapa yang lainnya?” tanya Bossman sambil menengok menatap Narna.

“Tentu saja Salino. Dia kan seorang petarung. Nalurinya sebagai petarung pasti dia menginginkan kekuatan bocah itu.”

“Sialan! Padahal aku menjanjikan apa pun yang dia minta akan kau beri.”

“Tawaranmu itu memang menarik. Tetapi apakah yang akan kau beri akan setimpal dengan kekuatan bocah itu?”

Bossman lalu meludah.

“Tenang. Kekuatan itu akan jadi milikmu. Aku sendiri yang akan membunuh Salino jika dia mengkhianatimu,” Narna menggandeng tangan Bossman sambil menggelinjang.

“Ah, kau memang wanitaku yang terbaik,” Bossan tersenyum lalu dia tersenyum menatap Narna.

Mereka saling menatap. Mata mereka seolah mengisyaratkan sesuatu. Kemudian gejolak di dada pun muncul. Setelah menatap, mereka saling mendekatkan wajah. Narna malah memejamkan mata. Ketika wajah mereka sudah sangat dekat, tiba-tiba pintu ada yang mendobrak.

“Siapa itu?”tanya Bossman.

Di sana, berdiri Berna yang sedang menggendong jenazah Ellie dengan kedua tangannya. Wajahnya penuh amarah.

“Aku adalah serigala,” jawab Berna.

“Bossman,” ucap Narna.

“Sepertinya Salino berhasil dikalahkan. Tetapi dia juga membunuh anak gadis itu,” kata Bossman.

“Biar aku yang lawan dia,” Narna lalu berdiri dan melompat.

Berna lalu meletakkan jenazah Ellie di lantai kemudian dia berjalan mendekat. Sementara itu Narna berlari dan mengeluarkan sepasang pisau sabit yang ada di punggungnya lalu melompat dan menyerang dengan gerakan berputar. Tetapi Berna menahannya dengan mengeluarkan tameng besi dari tangan kirinya. Nerna lalu melompat ke belakang. Tetapi kakinya tidak bisa digerakkan. Ketika dia melihat ke lantai, rupanya pergelangan kakinya sudah terperosok. Sama persis seperti yang terjadi kepada Salino.

“Sial!” kata Narna.

Tanpa berkata-kata lagi, Berna langsung mengangkat tangan kanannya dan mengepal. Seketika telapak tangan kanannya bercahaya lalu muncul pedang. Dia lalu berjalan mendekati Narna yang berusaha melepaskan kakinya dari lantai tetapi tidak bisa. Ketika sudah dekat, Berna langsung menusukkan pedangnya tepat di dada Narna sampai menembus ke punggung.

“NARNAA!!” teriak Bossman.

“Itu teriakan yang ingin aku dengar,” ucap Berna sambil  menatap Bossman dan mencabut kembali pedangnya kemudian berjalan menuju Bossman.

Ketika Berna sampai di depan Bossman, dia lalu melompat dan berdiri di atas meja sambil menatap Bossman.

“Tu...tunggu, kita bisa buat kesepakatan. Aku akan anggap hutang orang tua si gadis itu lunas. Biaya pemakamannya pun akan aku tanggung. Bahkan aku akan memberikan separuh hartaku untuk orang tua gadis itu,” Bossman sekarang malah ketakutan melihat wajah Berna.

Berna hanya diam. Dia lalu merogoh sesuatu dari dalam baju zirahnya dan menyodorkan sebatang emas yang adan di atas telapak tangan kanannya.

“A...apa itu?” Bossman kebingungan.

“Tadinya, aku akan buat kesepakatan denganmu. Emas ini, akan aku jual dan uangnya, akan aku gunakan untuk membayar hutang orang tua Ellie,” jawab Berna.

“Simpan saja,” kata Bossman.

“Dengan senang hati.”

Tangan kanan Berna mengepal emas itu kemudian bercahaya dan muncullah sebilah pisau runcing berwarna emas. Berna melompat dan kemudian menusukkan pisau emas itu di dada Bossman.

“Sesuai permintaanmu. Aku menyimpan emas ini. Tetapi di jantungmu,” kata Berna.

Mulut Bossman lalu mengeluarkan darah. Dia meronta-ronta. Tangannya memegang erat ke sofa menahan sakit dan sekarat. Berna masih terus menusukkan pisau emas itu dan menahannya sampai Bossman tidak bisa bergerak lagi.

Berna lalu turun dari atas tubuh Bossman yang sekarang terlihat sedang terduduk di atas sofanya dengan tangan yang memegang erat sofa. Raut wajahnya menggambarkan rasa sakit yang dia alami di dadanya yang tertusuk. Bahkan pisau emas itu masih menancap di dadanya.

“Ini balasan yang setimpal,” ucap Berna.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!