Buku Tua

Setiap kali

Berna disuruh belanja bahan makanan di pasar desa, dia selalu bersemangat.

Karena dia pintar, ketika berjalan kaki ke pasar, Berna mengalkulasi uang yang

diberi oleh pengasuhnya dan bahan makanan apa saja yang akan di beli yang sudah

ditulis di secarik kertas.

“Kalau aku

pandai menawar, ada sisa untuk beli sebuah buku,” ucap Berna sambil berjalan

kaki dan melihat daftar makanan yang akan dibeli di secarik kertas.

Sampai di pasar,

Berna melakukan tawar menawar. Hampir setiap bahan makanan yang dia beli,

sebisa mungkin dia menawar dengan harga rendah. Bahkan dia mempelajari

gerak-gerik dan kebiasaan ibu-ibu yang menawar di pasar ini. Setelah semuanya

terbeli, Berna mendapatkan sisa uang. Dia langsung bergegas ke toko buku dan

memilih buku yang menarik untuknya.

Toko buku itu

terlihat tua sekali dan agak tak terurus. Sama seperti pemiliknya yang sudah

memasuki usia senja. Pemiliknya tersenyum manis ketika Berna membuka pintu dan

terlihat banyak sekali buku-buku yang terpajang.

“Jarang sekali

ada anak kecil datang ke toko buku tua,” ucap si pemilik toko yang kulitnya

sudah keriput.

“Paman, aku

ingin cari buku yang bisa menambah wawasan,” kata Berna sambil menjinjing

belanjaan.

“Silakan kamu

pilih. Khusus untukmu, aku beri diskon.”

Berna berjalan

melihat-lihat koleksi buku di toko ini. Banyak sekali buku mulai dari cerita,

politik, tata cara, bahkan memasak. Setelah hampir sepuluh menit Berna

melihat-lihat, tiba-tiba matanya melirik ke sebuah buku tua dengan sampul

tebal. Berna mendekat dan melihat lebih dekat buku tua itu. Di sampulnya

tertulis “Ethias”.

“Paman, buku ini

dijual?” tanya Bernah sambil menunjuk ke arah buku itu.

“Tentu. Baru

kali ini ada orang yang menanyakan buku itu. Biasanya, orang-orang tak peduli,”

jawab si pemilik toko.

“Memangnya, buku

ini berisi tulisan apa?”

“Aku sempat baca

sebentar. Buku itu berisi bagaimana cara mempelajari ilmu alkemis.”

“Alkemis?”

Berna berpikir

dan penasaran apa itu alkemis. Tanpa pikir panjang, Berna membeli buku itu

dengan potongan harga sesuai janji si pemilik toko. Dia menyelipkan buku itu di

celananya agar tidak ketahuan. Sesampainya di panti asuhan, Berna

menyembunyikan buku itu bawah ranjang.

Setiap malam,

Berna diam-diam membaca buku itu dan mempelajari isinya. Hanya perlu membaca

satu kali di setiap bab, dia langsung paham dan menguasainya. Ketika dia

selesai membaca setengah dari buku itu, dia paham apa itu alkemis. Hingga di

suatu malam, dia diam-diam keluar melalui pintu kecil rahasia yang dia buat dan

pergi ke sebuah hutan tak jauh dari panti asuhan.

Sesampainya di

sana, dia membuat sebuah lingkaran aneh di tanah dengan ranting. Lalu

menyiapkan bahan-bahan seperti yang dijelaskan di dalam buku. Berna berdiri di

depan lingkaran itu lalu dia berjongkok dan meletakkan kedua tangannya di

tanah. Tiba-tiba lingkaran aneh itu mengeluarkan cahaya dan keluarlah percikan

api.

“Beruntung aku

memiliki buku ini, ucap Berna yang kaget tapi juga terkesima dengan apa yang

telah dia lakukan.

Tak berapa lama,

terdengar suara langkah. Berna cepat-cepat menyembunyikan semua bahan-bahan di

semak-semak. Dari kegelapan, terlihat sosok seseorang sedang mendekat. Lalu

sosok itu perlahan semakin jelas karena terkena sinar bulan. Ternyata seorang

gadis dengan rambut pirang menghampiri. Gadis itu memakai baju warna kuning dan

rambut pendek sebahu.

“Kamu berbuat

apa barusan?” tanya si gadis itu.

Berna tak

menjawab karena dia ketakutan. Kemudian dia menggelengkan kepala.

“Aku lihat kamu

tadi berlutut lalu keluar api dari tanah.”

“A...aku

tidak...,” Berna tak melanjutkan kalimatnya.

“Itu keren

sekali,” mata gadis itu berbinar.

Berna lalu terdiam

dan berkata, “Sungguh?”

Gadis itu

mengangguk dengan senyuman.

“Mau aku

tunjukkan lagi?”

“Memangnya

boleh?”

Sekarang giliran

Berna yang mengangguk. Dia lalu membuat lingkaran di telapak tangannya kemudian

berlutut dan meletakkan telapak tangannya di tanah. Tiba-tiba telapak tangannya

bercahaya dan tanah yang dia sentuhnya berubah menjadi bunga.

“Waahhhh keren!”

mata gadis itu berbinar melihat bunga dari tanah yang dibuat oleh Berna.

Berna hanya

menggaruk kepalanya dengan malu-malu.

“Eh, kamu

tinggal di mana?” tanya anak gadis itu.

“Aku tinggal di

panti asuhan.”

“Besok, kita

main, yuk?”

Refleks saja

Berna mengangguk.

“Aku tunggu sore

di taman desa, ya?”

Sekali lagi

Berna mengangguk.

Saat kembali

pulang ke panti asuhan lewat pintu rahasia, Berna langsung ke kamarnya.

Semalaman, dia tidak bisa tidur memikirkan anak gadis itu. Wajahnya masih terus

terbayang-bayang. Bahkan saat dia terpejam, wajahnya malah terbayang. Berna

berguling-guling di kasur seperti orang yang baru saja mendapat hadiah.

Seperti biasa,

pagi hari dia harus membersihkan ruang makan sebelum diadakannya sarapan.

Anak-anak panti asuhan yang totalnya ada sepuluh itu, sudah berkumpul di ruang

makan ketika Berna selesai membersihkannya. Tak hanya itu, dia juga harus

menyiapkan piring dan alat-alat makan. Setelah semuanya siap, anak-anak panti

asuhan yang semuanya laki-laki langsung menyantap sarapan mereka.

“Hei Berna,

tumben kerjamu bagus,” ledek seorang anak yang badannya paling besar.

“Biasanya

berantakan,” kata yang lainnya.

Tiba-tiba semua

anak-anak tertawa. Berna yang tak terima, dia menempelkan ruas jari telunjuk

kanannya di bawah meja. Tiba-tiba piring yang berisi makanan milik anak yang

badannya paling besar itu terangkat dan mengenai wajahnya.

“Ada hantu!”

teriaknya yang membuat semua anak-anak sekarang menertawainya.

“Guro,

hentikan!” ucap si pengasuh perempuan ketika dia membawa sup kentang.

Sementara itu

Berna hanya tersenyum kecil karena kini dia bisa balas dendam secara diam-diam.

***

Sore hari, Berna

menepati janjinya bertemu gadis itu di taman. Saat dia sampai, dai melihat

gadis itu sedang duduk di ayunan. Sebelum menemui gadis itu, Berna merapikan

rambutnya dan seketika pipinya malah memerah. Dia menarik napas panjang lalu

berjalan mendekat.

“Ha...hai,” sapa

Berna sambil melempar pandangan ke kanan.

Anak gadis itu

berdiri lalu berbalik dan tersenyum. Berna malah semakin salah tingkah melihat

senyum manis dari anak gadis itu.

“Ternyata kamu

datang,” kata anak gadis itu sambil menyodorkan tangan kanannya.

“Eh,” Berna

kebingungan.

“Namaku Ellie,”

kata Elie.

Dengan tangan

gemetar, Berna menyalami tangan Ellie. Sanga terasa lembut sekali ketika

tangannya menyentuh tangan Ellie.

“A...aku

Be...Berna,” Berna langsung melepaskan tangannya dan melemparkan pandangan ke

kanan karena malu.

“Kamu itu lucu,”

Ellie tertawa kecil.

Berna pun ikut

tertawa sambil menggaruk kepalanya.

“Jadi, bisa kamu

tunjukkan lagi trik sulapmu itu?” pinta Ellie.

Berna mengangguk

sambil tersenyum senang. Dia lalu mengeluarkan api dari tangan, mengubah tanah

menjadi boneka, bahkan membuat kalung dari logam hanya dengan menggenggam

secomot tanah.

“Keren!” mata

Ellie berbinar ketika melihat kalung logam yang dibuat oleh Berna.

“Ah, biasa saja

hahaha,” Berna merendah tapi dalam hati dia senang dipuji.

“Boleh aku

pakai?” tanya Ellie.

“Te...tentu,”

jawab Berna.

Berna lalu

memakaikan kalung dengan bandul menyerupai hati itu di leher Ellie dengan wajah

memerah. Setelah memakaikannya, Ellie terlihat senang sekali dan malah

bejingkrak-jingkrak.

“Aku dapat

kalung dari tuan pesulap,” kata Ellie dengan senyuman manisnya.

Tiba-tiba ada

tiga orang anak lelaki datang. Ternyata mereka adalah Zaru, Weda dan Nandi.

“Sedang apa kau

di sini, Berna?” tanya Zaru dengan nada membentak.

“Kalian saling

kenal?” tanya Ellie.

“Dia ini ingin

jadi teman kami tapi dai terlalu lemah,” ucap Weda.

“Tapi menurutku

kita harus kasih dai kesempatan,” kata Nandi.

Tiba-tiba Weda

memukul kepala Nandi.

“Aduh, sakit

tahu,” Nandi mengusap-usap kepalanya.

“Sudah kau

diam,” kata Weda.

Zaru melihat

Berna dengan tatapan tajam lalu berkata, “Kau mau ganggu adikku, ya?”

Tiba-tiba Berna

terhenyak kaget ketika dia tahu Ellie adalah adiknya Zaru.

“A...aku tidak

ganggu...”

“Berna ini bisa

trik sulap,” potong Ellie.

“Hah, sulap?”

Zaru bingung.

“Ayo Berna

tunjukkan trikmu,” Ellie mendorong Berna dari belakang.

Berna malah

terdiam sambil berkeringat karena dia ditatap tajam oleh Zaru.

“Hah, serius kau

bisa trik sulap?” tanya Weda.

“Wah, keren

sekali,” Nandi tersenyum sambil mengangkat jempol.

Berna lalu

melirik ke arah Ellie. Tetapi Ellie mengangguk bertanda Berna harus menunjukkan

trik sulapnya.

“Baiklah,” kata

Berna.

Berna lalu

memutar kedua tangannya seperti dia sedang mengeluarkan sebuah jurus. Tiba-tiba

dari telapak tangannya keluar api yang membuat Zaru terbelalak kaget. Matanya

hampir keluar ketika melihat telapak tangan Berna mengeluarkan api.

“Hebat,” ucap

Nandi dengan mata berbinar.

“Hebat, kan?” sahut

Ellie.

“Dari mana kau

belajar trik sulap?” tanya Weda.

“Rahasia,” jawab

Berna.

“Tidak penting

dia belajar dari mana. Sekarang, Berna jadi anak yang keren,” kata Ellie sambil

merangkul bahu Berna.

Seketika Berna

menjadi semakin salah tingkah.

“Cuma begitu aku

juga bisa,” Zaru merasa tersaingi karena Berna sekarang lebih keren dari

dirinya.

“Coba tunjukkan

lagi trik yang lain,” pinta Nandi.

Berna semakin

tertantang. Dia lalu bergaya seperti ingin mengeluarkan jurus lagi. Kemudian

dia berlutut dan meletakkan kedua tangannya di tanah. Telapak tangannya

mengeluarkan cahaya dan seketika dari permukaan tanah muncul api beserta

percikannya seperti kembang api.

“Hebaaatt!!”

ucap semuanya yang hampir bersamaan.

 Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!