Jamuan Makan

Langit sudah mulai gelap. Mereka berdua tiba di markas besar kepolisian kota Sagard. Ran langsung dijamu di sebuah ruangan besar. Meja makannya juga besar dan mewah. Ran dipersilakan duduk oleh Fresa. Dia lalu melepas caping yang terbuat dari anyaman mambu dan jubahnya.

“Aku ingin menjamumu dengan makan malam,” kata Fresa.

“Aku ingin ke perpustakaan kota segera,” balas Ran.

“Sabar. Lagi pula, perpustakaan sekarang ini tutup. Kau bisa istirahat di salah satu kamar calon anggota polisi di sana,” Fresa menunjuk ke luar jendela di mana terdapat bangunan kayu bertingkat-tingkat.

Ran terdiam tapi kemudian dia duduk dan meletakkan katananya di atas meja. Seketika Fresa memperhatikan katana milik Ran.

“Pedangmu itu, aku belum pernah lihat yang seperti itu,” Fresa menunjuk ke arah katana milik Ran.

“Selain ahli berpedang, guruku juga ahli membuat pedang.”

“Aku sempat memperhatikanmu bertarung dengan Gardi dari jauh. Sepertinya kau menguasai gaya

berpedang yang langka.”

“Mungkin itu karena guruku tidak pernah mengajari ilmu berpedang kepada sembarang orang.”

“Aku pernah dengar bahwa Kerajaan Desa Tebing merekrut samurai sebagai tentara elit?”

“Itu benar.”

“Seperti apa proses perekrutannya?”

“Setahun sekali, pihak kerajaan membuka rekrutmen bagi siapa saja yang ingin jadi samurai kerajaan.”

“Sama seperti perekrutan anggota tentara dan kepolisian di Sagard berarti.”

Ran mengangguk lalu melanjutkan, “Kami ditugaskan untuk misi khusus seperti pengintaian, atau pengawalan keluarga kerajaan ketika harus ke luar desa.”

“Itu berarti bukan hanya ilmu berpedang saja yang kau pelajari?”

“Guruku hanya mengajariku ilmu berpedang. Soal yang lainnya, kami menempuh pendidikan setelah

terpilih.”

“Itu berarti, ada beberapa orang yang mengajarkan ilmu berpedang?”

“Ada tiga orang.Dan guruku termasuk tiga orang tersebut.”

Tak berapa lama,makan malam datang. Beberapa orang pelayan membawa nampan berisi ikan dan ayam beserta sayuran. Ran yang baru pertama kali melihat makanan mewah, sedikit terpaku ketika wangi aroma makanan tersebut masuk ke dalam hidungnya.

“Silakan. Tidak perlu sungkan-sungkan,” ucap Fresa sambil mengambil sendok dan garpu.

Walau sempat gugup, tapi Ran menikmati jamuan makan malam itu dengan nikmat. Setelah itu, dia diantar ke gedung tempat para calon polisi dikarantina. Ran langsung tertidur lelap setelah dia mandi dan mengobati beberapa luka di tubuhnya.

***

Pagi hari, Fresa datang ke kamar Ran dan memberikan surat dari wali kota. Dia buka surat itu lalu membacanya. Hanya berisi ucapan terima kasih dengan bahasa yang formal. Ran lalu melipat surat itu dan menyimpannya di meja.

“Dia orang yang sibuk jadi tidak bisa bertemu denganmu,” kata Fresa yang langsung duduk di sebuah bangku kayu.

“Lagi pula, aku bukan siapa-siapa.”

“Ayo, aku antar kau ke perpustakaan kota.”

Ran langsung memakai jubah cokelatnya dan juga caping anyaman mambunya. Dia berjalan kaki dengan Fresa menuju perpustakaan kota yang hanya berjarak dua kilometer. Sampailah mereka di sebuah gedung kayu dengan tiga lantai. Fresa membuka pintu ganda dan mendekati seorang petugas pustakawan lelaki.

“Deri, tamuku ingin mencari sesuatu sepuluh tahun yang lalu,” ucap Fresa kepada Deri.

“Arsip seperti apa yang ingin Anda cari, Pak?,” tanya Deri.

“Koran, dan beberapa arsip berkas-berkas dari luar kota,” jawab Fresa.

“Ada di lantai tiga, Pak.”

“Ayo,” Fresa mengangguk kepada Ran.

Ran langsung mengikuti Fresa naik ke lantai tiga dan masuk ke sebuah ruangan. Ketika dibuka, seketika terlihat rak-rak tinggi berjejer seperti sebuah labirin yang memusingkan. Fresa berjalan lurus diikuti Ran yang berjalan di belakang.

“Arsip untuk koran ke sebelah kiri,” Fresa menunjuk lalu berbelok.

Setelah sampai, terlihat rak-rak berisi tumpukkan koran lama lengkap beserta tahun, tanggal, dan bulan.

“Tahun berapa kejadian tragedi pemberontakan di Kerajaan Desa Tebing?” tanya Fresa.

“Tahun tiga ratus dua puluh enam,” jawab Ran.

“Bulan?”

“September.”

“Tanggal?”

“Dua puluh tujuh.”

Mereka berdua sampai dis sebuah rak yang bertuliskan angka ‘326’. Fresa mencari rak bertuliskan ‘September’ dan tanggal yang bertuliskan ‘27’.

“Ketemu,” Fresa mengambil segulung koran lama itu lalu memberikannya kepada Ran.

Ran membaca halaman pertama dan tertulis judul berita bahwa Kerajaan Desa Tebing sudah digulingkan. Fresa mengajak Ran untuk duduk di tempat membaca yang ada di sudut ruangan dekat jendela kaca. Sesaat setelah duduk, Ran langsung membaca isi koran itu. Sementara Fresa membuka jendela kaca dan langsung menyalakan

rokoknya.

“Pagi yang indah di kota Sagard,” ucap dia sambil menghembus asap rokok yang keluar dari

mulutnya.

Tak sampai sepuluh menit, Ran sudah membaca semua isi berita dari koran tersebut. Fresa

mendekat lalu duduk dan mematikan rokoknya di asbak.

“Jadi, bagaimana?” tanya Fresa

Ran menggelengkan kepala lalu menjawab, “Informasinya masih kurang. Semua isi koran

ini tidak menyebut nama Garun. Hanya sekelompok pemberontak.”

“Kalau begitu kita cari arsip berkas-berkas dari luar kota.”

“Masih di sini?”

“Di gedung pusat arsip.”

Fresa mengajak Ran berjalan kaki lagi menuju gedung dengan sepuluh lantai yang berjarak sekitar tiga kilometer. Sampai di sana, Fresa langsung membuka pintu dan menuju seorang resepsionis untuk meminta izin masuk ke ruang arsip. Setelah mendapat izin, mereka naik ke lantai tujuh dan masuk ke sebuah ruangan yang sunyi dan dipenuhi rak-rak berisi dokumen-dokumen. Dengan sigap Fresa mencari rak bertuliskan tahun 326, bulan September dan tanggal 27.

“Ini dia berkasnya,” Fresa mengambil tumpukan berkas tebal yang sudah terkokot dengan sampul itu.

“Di sini tidak ada meja,” Ran menengok ke kiri dan kanan.

“Kita duduk di lantai saja,” balas Fresa sambil duduk bersila.

Mereka berdua lalu membuka berkas tersebut dan membaca lembar demi lembar. Di berkas ini, terdapat banyak sekali surat yang masuk ke kantor wali kota. Yang paling banyak adalah laporan soal pemberontakan di Kerajaan Desa Tebing.

“Ini arsip rahasia. Kau yakin menunjukkannya padaku?” tanya Ran.

“Tidak masalah.Aku sudah dapat izin dari wali kota,” Fresa hanya tersenyum.

Tetapi Ran kemudian merasa ada yang aneh. Dalam hatinya bertanya siapa yang mengirim surat ini?

“Aku boleh bertanya sesuatu?” ucap Ran.

Fresa hanya mengangguk.

“Surat-surat ini, siapa yang mengirim?”

Seketika Fresa tertawa kecil kemudian menjawab, “Dari dulu, kota Sagard mempunyai informan yang tersebar di semua desa dan kota yang masih dalam wilayah Kerajaan Mondu.”

“Apa Raja Mondu tahu berita soal pemberontakan di kerajaanku?”

“Pastinya dia tahu.”

“Kenapa dia tidak mengirim bantuan?”

“Harusnya kau tanyakan sama pihak kerajaanmu dulu. lagi pula, pemberontakan itu terjadi hanya dalam satu malam. Mengirim bantuan pun tak ada gunanya.”

Ran hanya terdiam.

Dari banyak surat yang masuk, tidak ada satu pun nama Garun disebut. Akhirnya Ran pun kecewa.

“Kau yakin pemimpin pemberontakan itu bernama Garun?” tanya Fresa setelah mengembalikan berkas itu ke tempat semula.

“Setelah kekacauan, aku yang melawannya. Dia sendiri yang berkata bahwa namanya adalah Garun,” jawab Ran dengan wajah yang serius.

“Kau pernah lihat dia sebelumnya?”

Ran menggelengkan kepala.

“Lalu pertarunganmu dengan dia, siapa yang menang?”

“Garun yang menang. Dia hampir membunuhku. Tetapi dia malah membiarkanku hidup. Dan akhirnya aku dilatih lagi oleh guruku selama sepuluh tahun.”

“Berapa umurmu?”

“Dua puluh tujuh.”

“Itu berarti kejadian itu waktu umurmu tujuh belas tahun?”

Ran mengangguk sambil memejamkan mata.

“Kenapa lama sekali kau berlatih?”

“Sebenarnya alau dihitung, hanya tiga tahun aku berlatih. Sisanya aku dan warga bekerja keras membangun desa agak kembali pulih.”

‘”Sekarang, siapa yang memimpin?”

“Bukan siapa-siapa. Hanya seorang pria paruh baya yang dipilih warga. Keluarga kerajaan tak ada yang tersisa. Semuanya habis dibantai oleh para pemberontak.”

“Lalu para pemberontak nasibnya bagaimana?”

“Kebanyakan kabur bersama Garun. Sedangkan yang tersisa, kami eksekusi.”

Fresa merasa

ngeri ketika membayangkan situasi yang mencekam yang dialami oleh Ran.

Untuk mengobati rasa kecewa Ran, Fresa mengajaknya makan siang di sebuah restoran mewah. Hanya perlu berjalan kaki sepuluh menit, mereka sudah sampai di sebuah restoran megah yang bangunannya terbuat dari kayu berwarna putih susu. Ketika masuk, semua tamu berdiri dan membungkukkan badan. Mereka tahu bahwa yang datang bukan orang sembarangan.

Fresa memilih duduk di dekat jendela. Dia melepas jubahnya dan mengaitkannya di pengait. Sementara itu Ran mengaitkan jubah cokelatnya dan caping dari anyaman bambunya. Setelah duduk, Fresa memesan makanan yang banyak. Tak menunggu waktu lama, pesanannya pun datang.

“Sebelum kau pergi, izinkan aku menjamumu untuk terakhir kalinya,” ucap Fresa.

Ran hanya mengangguk sambil tersenyum. Mereka berdua lalu menikmati makan siang yang ditemani oleh alunan musik piano dan biola.

“Ke mana kau pergi setelah ini?” tanya Fresa setelah makan. Dia lalu membakar rokoknya dan mulai menghisap.

“Aku akan pergi ke Ramil,” jawab Fresa sambil melihat ke luar jendela.

“Kau tidak mau ke Kerajaan Mondu? Siapa tahu ada informasi penting.”

“Selama sepuluh tahun latihan dan membangun kembali desa, banyak orang yang pergi ke Kerajaan Mondu. Hasilnya seperti yang aku alami sekarang.”

Fresa lalu mengantar Ran ke depan pintu gerbang kota. Sebelum berpisah, Fresa memberikan Ran sesuatu.

“Pakailah ini,” Fresa menyodorkan sebuah gelang berwarna hijau.

“Gelang apa ini?”

“Gelang biasa.Hanya sebagai tanda perpisahan dan oleh-oleh.”

Dengan senang hati Ran menerima gelang itu. Kemudian dia memakainya di lengan kirinya. Fresa lalu memeluk Ran dan mengucapkan terima kasih sekali lagi karena secara tidak langsung telah membantu menangkap Gardi.

“Selamat jalan,” ucap Fresa setelah melepaskan pelukannya.

Ran pergi berjalan kaki menuju barat ke perbatasan antara Kerajaan Mondu dan wilayah padang pasir, Ramil.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Abri Yanto

Abri Yanto

seru lanjut

2024-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!