19. Diambang

Dalam kegelapan malam yang menyelimuti akademi, Alaric melangkah dengan langkah hati-hati menuju lapangan terbengkalai yang biasa menjadi tempat latihan pribadinya.

"Aku sudah memberimu banyak aura hari ini, jadi ajari aku sesuatu yang lebih sulit!"serunya pada Elic yang setia mengikutinya.

"Iya, kalau kau masih mampu mempraktekkannya! Energimu sendiri sudah mau habis kan?"sindir Elic dengan seringai merendahkan.

Angin malam membawa dingin yang menyapu melalui rambut Alaric. Saat sampai di atap perpustakaan yang menghadap lapangan, bulan purnama menerangi langkah-langkahnya.

Di atas atap perpustakaan, Alaric dengan cermat memeriksa sekeliling, matanya yang tajam melibatkan setiap bayangan dan gerakan.

Keadaan hening, hanya suara angin yang berbisik di malam hari. Namun, detik berikutnya, perhatiannya tertarik pada kehadiran sosok berjubah yang muncul dari dalam perpustakaan.

Pria berjubah itu membawa senjata kecil yang bersinar samar di bawah cahaya rembulan. Dengan ketajaman pengamatan, Alaric menyadari bahwa pria itu sedang mengikuti, "Annabel?"

Annabel, yang bersama beberapa siswa lainnya keluar dari perpustakaan. Langkah-langkah mereka tenang, tanpa menyadari bahwa bayangan gelap mengintai di belakang mereka.

Elic yang mengenali sosok gadis itu menunjuknya sembarangan, "Bukan kah gadis itu..."

"Iya, dia aset berharga di dalam kelompok. Annabel Gerdia. Kenapa dia ada disini?"

"Yang pasti dia kesini untuk belajar, tidak seperti seseorang~"

"Diam kau tua Bangka!"

"Dasar tidak sopan!"

Dalam sekejap, Alaric merasakan adrenalin mengalir dalam dirinya. Dia mengintai di balik bayang bayang di belakang sosok berjubah itu.

Seakan menunggu waktu yang tepat, sosok itu masih berhati hati dan menjaga jarak dari para siswa di depannya. "Hey elic, lihatlah siapa sosok berjubah itu, dan beritahu aku, bagaimana wajahnya!"

"Lagi lagi kau menyuruhku seenaknya, dasar bocah biadab!!"

Meski mengoceh, Elic melakukan apa yang diminta Alaric. Dia melayang mendekati sosok itu dan berdiri di depan wajah sosok yang tertutup rapat dengan jubah hitamnya. "Aku heran, bagaimana dia bisa melihat dengan jelas jika jubahnya tertutup seperti itu?"pikir Elic heran.

Elic terbelalak saat sekilas wajah sosok itu terbuka karena angin yang bertiup. Dan tanpa bergerak sama sekali, dia membiarkan sosok itu kembali berjalan menembus dirinya yang masih mematung.

"Hey bodoh! Bagaimana?" Alaric menghampiri Elic dengan hati hati. Tapi Elic masih tidak merespon.

Beberapa saat kemudian, Elic tertawa terbahak bahak menyadari sosok yang dia kenal ternyata adalah pembunuh berantai yang menjadi ramai akhir akhir ini. "Ternyata, jangan menilai seseorang hanya dari sampulnya."ujarnya menaikkan alisnya menggoda Alaric.

Dia kemudian membisikkan satu nama yang membuat Alaric melotot tidak percaya. "Tidak mungkin! Dia kan...."

"Kalau tidak percaya, lihat saja sendiri!"

"Oke oke, tapi kenapa kau tiba tiba berbisik? Meskipun kau berteriak pun tidak akan ada yang mendengar kan?"

"Yah.... Supaya misterius gitu awokawokawok!"

Wajah Elic sangat menjengkelkan dengan tawah renyahnya yang memengkakkan telinga. Alaric menutupi telinganya meninggalkan Elic untuk kembali membuntuti sosok itu. "Diamlah!! Berhenti tertawa!!"

* * * *

"Kalau begitu, kita berpisah disini ya. Annabel, lain kali, ajaklah Amara ke perpustakaan." Seorang siswi dengan bandana pink dari kelompok lain itu menunjuk arah kanan di persimpangan jalan.

Annabel mengangguk, "Baiklah, tapi tentang Amara, dia itu tidak suka belajar. Makanya dia ingin menjadi ksatria."

"Sayang sekali, padahal dia akan jauh lebih menawan jika sifat angkuhnya itu sedikit diperbaiki,"sanggah siswa lain dengan tongkat kayu ditangannya ikut berbelok ke arah kanan.

Mereka kemudian berpisah dan membuat Annabel berjalan sendirian di lorong akademi yang sepi itu.

Sosok berjubah itu tidak melepaskan kesempatannya. Dia semakin mendekati Annabel dan mempersiapkan senjata yang sedari tadi dia sembunyikan di balik jubahnya.

Sebelum sempat mengeluarkan senjatanya, sebuah pisau kecil muncul dari belakang tepat berada di depan lehernya.

"Ups! Sedikit gerakan saja bisa berakibat fatal, tuan!"

Alaric, berbisik dengan penuh penekanan hingga sosok itu berkelit dan berbalik ke arahnya.

Alaric mengetahui identitas sosok itu, namun sosok itu tampak masih belum mengenali Alaric.

Tentu saja, dengan rambut pendek palsu dan mata hitamnya saja sudah membuatnya sangat berbeda, apalagi Elic menambahkan sedikit aura di wajah Alaric yang kurus itu agar sedikit lebih gemuk. Jadi, Sempurnalah penyamaran yang tidak di rencanakan itu.

Keduanya saling bertatapan seperti sedang mengukur keterampilan lawannya dengan intens.

Tanpa aba aba, Sosok berjubah itu mendadak menerjang Alaric menggunakan pedangnya. Mau tak mau, Alaric menangkis tebasan itu dengan pedang kayu latihannya.

Srak!!!

Pedang sosok itu mengenai sedikit rambut Alaric namun masih bisa di tahan oleh pedang kayunya, "haduuh.... Apa hanya segini kekuatan anda tuan? Bahkan aku masih menggunakan pedang kayu loh..."sindir Alaric menyeringai.

Dengan gerakan yang dia pelajari dari Elic, dia dengan mudah membuat sosok itu terpojok. Namun, tidak mau mengalah, sosok itu terus saja berkelit berusaha menusuk Alaric dengan pedang besinya. Semakin agresif serangan sosok itu kepada Alaric.

Traaang.....

Alaric memulai berhasil melempar pedang besi sosok itu dengan gerakan sederhananya.

Sosok itu terkejut dan menatap Alaric lama, "siswa tingkat berapa kau!!"ujarnya dengan suara yang dibuat buat.

Alaric hanya menyeringai menghunuskan pedangnya pada leher sosok itu, mengancam. "Kau tidak perlu tau."

Tidak sia sia latihannya melawan monster di gua Luminaris saat sebelum masuk akademi dulu. Sosok itu terlihat bukan ancaman bagi Alaric di banding monster kepiting raksasa dengan racun di setiap kaki dan capitnya.

Perlahan, Alaric mendekati sosok itu meraih jubahnya agar bisa dengan mudah mengungkap identitasnya. "Anda tidak bisa lari lagi, tuan!! Tunjukkan wajah anda!!"

Tangan Alaric mulai meraba jubah sosok itu, namun sebelum sempat menariknya, sosok itu mendapatkan pedangnya dan mendorong Alaric dengan gagang pedangnya.

Melihat celah pada pergerakan Alaric, sosok itu menggunakan Auranya menendang perut Alaric hingga terpental jauh.

BRACK!!

Tubuh kurus Alaric menabrak pohon besar dengan sempurna. Punggungnya terasa hancur karena kerasnya aura yang di keluarkan sosok itu. "Sialan!!"

Alaric memegangi perutnya melihat sosok berjubah yang menghilang dari pandangannya.

Rambut panjang yang terurai bebas menyadarkan Alaric tentang penyamarannya yang terbongkar. Dia berbalik melihat rambut palsunya yang goyak karena panah yang menancap di pohon itu.

"Kau masih bisa mengeluarkan aura sebanyak banyaknya kali ini, nak!! Jangan khawatirkan tubuhmu. Aku akan melindunginya!!" Elic bersemangat bercampur kesal setelah melihat pertarungan Alaric dengan sosok berjubah itu.

Alaric bergegas mencari sosok berjubah itu sekaligus Annabel yang menjadi targetnya.

Saat dia hampir dekat dengan asrama kelompoknya, betapa terkejutnya dia melihat apa yang ada di hadapannya.

Tubuh Annabel berlumuran dengan darah. Dadanya berlubang karena tertusuk sesuatu dan air merembes ke segala arah.

"Tidak mungkin!! Hey kau!!" Alaric berlari mendekati tubuh gadis kecil itu kemudian memeriksanya dengan teliti.

Jantungnya masih berdetak, namun sangat lambat. Matanya masih memancarkan sinar, meskipun hampir meredup. Dan tangannya bergerak mencari pegangan hingga Alaric memeganginya.

"Hey!! Yang benar saja!! Kenapa bisa jadi seperti ini!? Elic!! Kau tau cara menyelamatkannya!? Di Medan perang, pasti akan ada seseorang yang bernasib seperti ini kan? Selamatkan dia!!" Alaric panik dan refleks berteriak pada Elic yang melayang di sebelahnya.

Elic menggeleng pelan seperti menandakan tidak ada kesempatan lagi bagi Annabel untuk bertahan hidup. "Sialan!!"

Alaric merobek jubahnya membalut luka Annabel agar tidak terbuka. Dia menggendong Annabel dan celingukan mencari bantuan. Namun tetap saja, tidak ada satupun orang disana.

Tanpa babibu, Alaric berlari menuju ruang kesehatan berniat meminta bantuan pada tabib akademi.

"Bocah!! Awas, di belakangmu!!"

Jleb!!

Sebelum bisa melangkah lebih jauh, sosok yang tadinya menghilang itu mendadak muncul di belakang Alaric tanpa dia sadari. Dia menusuk Alaric dari belakang dengan menggunakan pedang panjangnya.

HUK!!....UHUK!!

Tubuh yang aslinya kuat tadi mendadak lemas. Darah mengalir begitu deras saat pedang itu di cabut dengan kejamnya.

Tidak kuat lagi menampung beban Annabel, Alaric tersungkur dengan darah yang terus menetes menyelimuti tubuh Annabel. Keduanya merasakan penderitaan yang sama dan di tangan orang yang sama.

Sosok itu menyeringai, membersihkan darah Alaric dari pedangnya dengan menggunakan saputangannya.

Barang bukti yang seharusnya bisa membuktikan kejahatannya, sudah dia hapus dengan sempurna.

"Tangkapan besar untuk hari ini, selamat tinggal Annabel Gerdia dan pangeran kedua Alaric Eldorion. Ternyata kalian bukanlah orang yang sedang kucari."

Suara samar samar yang menjengkelkan masih bisa terdengar di telinga Alaric. Dirinya merasa bahwa hidupnya sekali lagi akan berakhir di situasi yang menyebalkan.

Sebelumnya racun, dan sekarang tertusuk pedang. Rasa yang sangat familiar bagi Alaric adalah rasa diambang Kematian.

"Apakah.... Ini akhir hidupku? Aku bahkan belum berbicara santai dengan Valerian."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!