6. Naif?

Di ruang yang penuh dengan dokumen dokumen penting kerajaan, seorang pria paruh baya yang terkenal sangat dingin itu menatap tajam ke arah kepala pelayan di hadapannya.

Raja Regulus Eldorion duduk wajahnya yang bijaksana mencerminkan tanggung jawabnya sebagai penguasa kerajaan. Di hadapannya, Kepala Pelayan Istana Ruby, seorang yang tampaknya setia, berdiri sambil menunggu.

"Kenapa kau tidak memberitahuku jika Alaric berkunjung ke istana Utama, Maldrak?"tanya Regulus menatap tajam pada pelayan yang dia panggil setiap bulannya itu.

Kepala Pelayan yang dipanggil Maldrak itu kemudian memberikan rincian anggaran dengan tegas, menyampaikan setiap perincian dengan penuh perhatian.

"Maafkan saya Baginda. Saya berasumsi bahwa pangeran kedua kesulitan mendapat jamuan yang dia sukai karena anggaran yang kurang,"

"Biaya perawatan istana Ruby sangatlah besar ditambah pengobatan pangeran setiap harinya, itu membuat kas keuangan istana Ruby semakin membengkak,"sambungnya melirik sekilas pada sang Raja.

Raja Regulus melihat sejenak ke jendela istana, merenungkan kata-kata tersebut. "Baiklah kalau begitu, aku akan mengirimkan tambahannya dan pastikan kau memberikan perlakuan yang layak kepada putraku."

"Dimengerti, Baginda. Saya akan mengatur semua yang diperlukan untuk kesejahteraan pangeran Alaric," ucap Maldrak memberi penghormatan pada Raja.

Tanpa Raja Regulus tau, seringai licik tergambar jelas di wajah pria berusia 40 tahunan itu.

"Kalau begitu, saya pamit undur diri Baginda, semoga kesejahteraan selalu bersama Anda,"

Maldrak sekali lagi memberi penghormatan sebelum akhirnya berbalik berniat pergi dari ruangan.

Namun sebelum di depan pintu, dia berpapasan dengan Valerian yang memasuki ruang kerja Ayahnya bersama dengan Victor. Tatapan mereka bertemu dengan Valerian yang menatap tajam pada Maldrak sang kepala pelayan.

"Tunggu sebentar pelayannya Alaric! Bukankah ada yang harus kau jelaskan padaku dulu?"ucap Valerian, tanpa memberi salam.

Kepala pelayan itu tampak gelisah, mencoba mencari kata-kata untuk memberikan alasan. Namun, sebelum dia bisa berbicara, Valerian sudah melanjutkan.

"Aku tidak tau apa yang terjadi, tapi membiarkan Alaric berkeliaran sendirian tanpa penjagaan itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Bukan begitu, kepala pelayan?"tanya Valerian dengan nata tajam.

Raja Regulus menoleh ke arah Valerian, mengukur situasi dengan bijak. "Valerian, apa maksudmu?"

"Benar Baginda, pangeran Alaric tidak mendapat sedikit pun penjagaan yang memadai selama tinggal di istana Ruby. Dan itu juga sebabnya berita tentangnya hampir tidak pernah Baginda dengar," jelas Valerian masih tetap tenang.

"Itu tidak benar Baginda, saya sungguh-"

"Sungguh apa?"

Kepala pelayan tersebut berusaha untuk membela diri, namun wajah dingin Valerian dan tatapan tajamnya membuatnya takut untuk melanjutkan.

Seiring kebuntuan pembicaraan, Valerian memutuskan untuk membongkar kecurigaannya, "Alaric mengatakan padaku jika dirinya tidak mendapat penjagaan sejak tinggal di istana Ruby. Dia bahkan hanya meminum obat yang ku kirimkan padanya setiap satu kali sehari. Apakah itu tidak keterlaluan Baginda? Lalu? Kemana perginya sisa uang perawatannya ya?" Nada sinis Valerian seketika membuat Maldrak menelan salivanya gelisah.

"Bukan begitu, sebenarnya keadaan pangeran Alaric sangat mengenaskan dan itu membuat para pengawal-"

"CUKUP!!" Raja Regulus bangkit berteriak pada Maldrak yang memasang wajah syoknya. "Berani sekali kau menjadikan Alaric sebagai alasan! Maldrak Bastian, Kau sudah lalai pada tugasmu, aku memerintahkan pengasingan untukmu sampai kau sadar atas kesalahanmu!!"

Beberapa prajurit di depan ruang kerja sang raja tiba tiba masuk menangkap Maldrak hingga pria itu meronta ronta. "Maafkan saja Baginda!! Saya mohon, maafkan saya!!" Maldrak dibawa pergi dengan paksa menyisakan ruangan yang hening dengan ayah dan anak yang ada didalamnya.

"Aku tidak menduga membiarkannya berada di istana Ruby akan menjadi hal yang sangat menyakitkan baginya," Raja Regulus terduduk dengan tangan yang menopang dagu lelah dengan penghianatan yang selalu dia temui.

Valerian tampak tak peduli, melihat keduanya seperti ada tembok yang membatasi keduanya berbicara secara terbuka. "Jadi, apa yang membuat Baginda Raja memanggil saya di tengah latihan bela diri saya yang belum meningkat?"

Suara yang masih saja dingin dirasakan Raja Regulus dari putra sulungnya. Bohong rasanya jika mempercayai ucapan Valerian tentang ilmu berpedangnya.

Karena meskipun usianya masih terlalu muda, dia sudah menjadi sword master dan bahkan bisa bertanding seimbang dengan para guru di akademi Primavera. Dia dikenal sebagai jenius yang lahir 100 tahun sekali.

Raja Regulus kemudian mengingat ingat tujuannya memanggil Valerian,"Oh itu, akademi Primavera akan mengadakan acara Ranaprima seminggu lagi, dan aku harap kau bisa ikut serta didalamnya."

"Haruskan saya mengikuti acara kekanak kanakan itu?"

Usianya masih 16 tahun dan dia tidak pantas datang? Dia bercanda?

Raja Regulus menarik nafas dalam dalam karena ucapan putra sulungnya terlalu dewasa itu, "Ku pikir acara ini sangat cocok untuk Alaric. Ini adalah kesempatan baik bagi Alaric untuk bertemu dengan sesama siswa dan memperluas lingkaran sosialnya di akademi. Dan dia pasti butuh pelindung sepertimu,"

Valerian tampak mempertimbangkan penjelasan Ayahnya dan tersenyum tipis saat membayangkan betapa bahagianya Alaric saat bisa memiliki teman seusianya.

"Baiklah, saya akan mengajak Alaric ikut serta dalam acara tersebut," ujar Valerian tiba tiba merasa tertarik.

* * * *

Malam harinya, Alaric diam diam keluar dari istana Ruby mencaritahu keberadaan gua yang diberitahukan Elic kepadanya.

Gua Luminaris, tempat dimana Elion Lightbringer biasa mengumpulkan informasi dan juga melatih seni bela dirinya.

Meskipun sudah 300 tahun yang lalu dan tempat kekaisaran sudah banyak berubah, Elic masih mengingat betul tempat favoritnya itu.

Menurut Elic, Alaric mungkin bisa menemukan sesuatu di dalam gua itu. "Kau tinggal melewati hutan ini dan gua itu pasti akan segera terlihat. Jangan mengeluh!!"

"Aku mengeluh karena suaramu yang menjengkelkan, jadi berhenti bersuara!"

Mereka mulai memasuki hutan yang begitu gelap dengan penerangan hanya dari sebuah lampion mini ditangan Alaric. Dan meskipun tidak berguna, Elic juga memegang miniatur lampion itu ditangan kecilnya.

Dari tempat mereka berjalan, samar samar terdengar suara beberapa orang yang sedang berdebat dibalik rerumputan yang begitu rimbun. Alaric, mencoba mengendap endap menguping pembicaraan mereka yang menurut Elic menghalangi perjalanan mereka.

"Wajah yang sangat sempurna dan kemampuan yang sangat berguna. Elf ini pasti sangat mahal,"

"Hey, bukankah kita harus menyerahkan ini pada pimpinan terlebih dahulu?"

"Kau mau kita tertangkap? Berpikirlah yang benar!!"

Beberapa pria dengan cadar berdebat di dekat kurungan yang bergerak gerak. Didalamnya Alaric melihat dua elf yang berusaha kabur dari balik kurungan itu.

"Jalan ini satu satu cara untuk menemukan gue itu, tapi sangat merepotkan jika berurusan dengan mereka melihat kondisimu. Haaah..... Kalau saja aku bisa terlihat dan menghajar mereka~"

Elic mengangkat tangannya kebelakang kepala melayang layang santai di depan Alaric. Bagi Alaric, Kedua elf yang terkurung itu tidak ada hubungan dengannya, jadi dia tidak peduli sama sekali.

Tapi kemudian, dia tiba tiba menyeringai menatap jahil pada Elic, "Kau ini kenapa? Sudah gila?"

"Kenapa kita seperti pengecut yang diam saja disini? Harusnya kita terobos saja jalannya!!" Alaric berdiri dan dengan cepat menerjang rerumputan di depannya.

Elic berusaha mencegah dengan wajah panik dan kelabakan mengikuti Alaric. "Bodoh!! Mereka bukan penjahat sembarangan! Lihatlah pedang yang mahal itu!!"

Alaric tidak mendengarkan Elic dan dengan mantap melangkahkan kakinya tanpa tau ranting pohon mengikat kakinya.

Bruk!

Pangeran kedua Alaric, dengan bodohnya jatuh tengkurap di hadapan para penjahat dan mengundang keheningan di tengah malam itu.

"Sepertinya, Kau benar benar bodoh!" Elic menepuk jidatnya dengan wajah kesal dan penyesalan yang bercampur aduk.

Para penjahat yang tadinya bengong kemudian menyadari situasinya dan dengan cepat mengepung pergerakan Alaric dari berbagai sisi.

"Waduh.... Malah jadi begini~ hehehe" Alaric meringis pada Elic yang masih berwajah pasrah melihat situasinya.

Bahkan bagi Elic pun Alaric masih belum bisa menghadapi 5 penjahat kelas atas dengan kekuatannya saat ini. "Pikir saja sendiri. Aku mau nonton di pojokan sana."

"Apa!? Lalu aku?"

"Kan kau sendiri yang menerjang, jadi kau sendiri yang harus menyelesaikannya." Elic melipat tangan melenggang pergi ke arah dimana tadi dia menunjuk untuk menonton Alaric di perbudak.

Alaric hanya bisa menatap harap pada kepergian Elic yang tampak tidak peduli padanya.

Dia mengingat perkataan kasar Valerian dulu saat mereka masih berada di akademi muda. "Ingat Al, sifat Naif akan membunuhmu."

Mengingat itu, Alaric menyesal tidak mendengarkan Elic untuk tetap menunggu di balik semak semak.

"Tapi kan aku ga naif!! Ku pikir itu bakal menyenangkan jika aku menghajar mereka!!"

.

.

.

BTS

Alaric : Elic, bantu aku~

Elic : (menyeruput teh)

Alaric : Kumohon~

Elic : (mengasah pedang)

Alaric : Eliiiiic!!!!

.

.

Karya ini merupakan karya jalur Kreatif

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!