10. Penyusup

Gadis dengan wajah cantik yang bisa memikat semua pangeran yang dia mau itu sekarang sedang mengandeng tangan Alaric dengan riang.

Setelah membuat suasana tidak enak dengan Valerian, Amara Maristia langsung mengajak Alaric pergi kembali ke kamar kelompoknya.

Ternyata gadis itu berada dalam satu kelompok dengan Alaric. "Kau tidak keberatan kan kalau ku panggil Alaric seperti tadi?"tanya Amara tiba tiba saat mereka sudah sampai di depan kamar asrama.

Elic sekarang beralih tengkurap di ujung kepala Amara. Dia tersenyum mengendus rambut Amara dengan wajah mesumnya. "Hehehe..... Mantapz!!" Alaric seketika ingin memukul kepala Elic mengingat umur pria itu karena tingkahnya.

"Alaric? Apa kau tidak suka?" Amara sekali lagi bertanya dengan tatapan melas. "Ah, itu terserah padamu. Aku tidak peduli kau akan memanggilku apa."

Dengan dingin Alaric melewati Amara menarik Elic membuka pintu kamar itu duluan. Amara tidak merasa kesal atau bagaimana, dia hanya merasa Alaric belum mengenalnya dengan baik.

Srak!!

Sebuah panah melesat tepat melalui telinga sebelah kiri Alaric. Untungnya dengan Refleks, Alaric sedikit menghindar sehingga panah itu meleset dan tepat mengenai cicak yang berada di tembok belakang Alaric.

"Ups,,, sepertinya sedikit meleset?"

"Wow" Elic yang berpindah ke pundak Alaric itu bertepuk tangan kagum pada kecepatan panah yang hampir membunuh Alaric itu.

"Siapa yang melakukan ini!?" Amara mengintip dari balik tubuh kurus Alaric melihat seluruh penghuni kamar Asrama tersebut.

Beberapa anak ada yang berbisik, ada juga yang menatap Alaric dengan sinis dan yang paling mencolok adalah seorang pria yang membawa busur panah tepat di ujung ruangan itu. "Theron? Kau!?"

"Amara, sebaiknya kau segera menjauh dari pria itu. Dia pasti akan jadi beban di tim kita." Pria pembawa busur tadi berjalan mendekati Alaric dengan tatapan merendahkan. Theron Harlow.

Alaric berjalan beberapa langkah hingga tepat berada di depan Theron yang lebih tinggi sedikit darinya itu. Tanpa merasa terintimidasi sedikit pun, Alaric mendongak dengan tajam. "Penghianatan macam apa ini, putra bungsu keluarga Harlow? Apa kau mau dihukum gantung?"

Seketika ruangan menjadi hening. Theron menelan ludah terkejut dengan apa yang dilakukan Alaric padanya.

Rumor tentang Alaric yang lemah dan penakut itu seakan hanya sebatas rumor saja melihat tatapan tajam yang Alaric perlihatkan. Alaric terlihat sama seperti Valerian bagi mereka. Valerian yang terkenal dingin di seluruh Akademi.

"Huh! Memangnya pangeran yang di kurung selama 10 tahun itu bisa apa? Bahkan sang putra mahkota sendiri saja tidak menganggap mu saudaranya." Theron masih tidak mau kalah dengan Alaric.

7 orang lain di ruangan itu menatap keduanya yang beradu tatap dengan sengit. Amara yang merasa kesal dengan tingkah Theron menengahi mereka mencegah keributan itu. "Theron, sebaiknya kau-"

"Jagalah tingkah lakumu kalau kau tidak mau menyesal di kemudian hari," Alaric menepuk pundak Theron berjalan masuk kedalam kamar yang akan dia gunakan.

Uhuk!!

Darah segar mengalir dari mulut Alaric, dia menyadari jika tubuhnya masih belum bisa beradaptasi dengan lingkungan yang mengharuskannya berdiri dan beraktivitas seharian.

"Alaric!!"

"Bocah ini...!!! Atur nafasmu!!"

Amara bergegas mengambilkan sesuatu untuk membersihkan darah itu. Dibantu Annabel, teman dekat Amara yang sangat menyukai pengobatan. "Kau tidak apa apa, Alaric? Haruskah aku memanggil tabib untukmu?"tanya Amara panik.

"Tidak perlu, aku bisa mengurus ini sendiri. Biarkan aku sendiri," Alaric menyingkirkan semua yang menghalangi jalannya menuju kamar.

"Anna, dia baik baik saja kan?"

"Saya tidak tau Amara, ini pertama kalinya saya melihat penyakit yang di derita pangeran. Tapi, kau jangan membencinya, mungkin dia sangat kesakitan jadi membentak mu seperti itu," Annabel takut Amara meluapkan amarahnya seperti biasanya pada pria yang berani berbicara kasar padanya.

Tapi yang terlihat malah tatapan berbinar binar Amara yang menatap punggung Alaric hingga mematung beberapa saat. "Lihatlah, dia sangat mengagumkan. Aku pasti akan melindunginya!!"

Elic tidak mengkhawatirkan Alaric sama sekali. Dia malah mengikuti Alaric dengan sedikit melihat panah yang menancap di tembok asrama itu. "Luar biasa, benarkah pria itu masih 14 tahun? Kemampuannya jauh lebih bagus dari bocah lemah dan tidak sopan ini,"

Aku bisa mendengarnya, Elic!! Ya maaf kalau aku lemah.

Pandangan Elic fokus pada Cicak yang tertancap di tembok. Tubuh cicak itu membiru seakan dia mati sebelum tertancap di tembok. "Aneh,"

* * * *

Tok...tok...tok...

"Em.... Pangeran kedua, ada cemilan di depan, apakah anda mau saya bawakan?" Annabel merasa harus memanggil Alaric yang tidak keluar sama sekali sejak 2 jam yang lalu.

Karena penasaran, Annabel membuka sedikit pintu kamar Alaric dan melihat tubuh kurus yang diselimuti dengan sangat rapat. "Pasti dia sangat kesakitan. Dia memang selemah itu. Kasihan!!"ujarnya kembali menutup pintu merasa iba pada Alaric.

Sebenarnya Alaric tidak berada di kamarnya, dia menyelimuti bantalnya dan pergi melalui jendela di kamarnya yang berada di lantai 3.

Kini pangeran kedua itu berada di balik semak semak memperhatikan gedung perpustakaan yang di jaga ketat oleh para penjaga kerajaan.

"Sialan!! Ini bukan waktunya berkunjung. Kalau aku keluar dan masuk sekarang, mereka pasti akan memberitahu ayah tentang keadaanku. Dan sudah pasti kita tidak boleh masuk ke ruangan itu."keluh Alaric pada Elic yang dengan tenang terbang kesana kemari melihat sekeliling.

"Hoy, ksatria legenda. Bantu aku!!"lanjutnya semakin kesal melihat Elic. "Berisik, bukankah semua penjaga pasti ada jam pergantiannya? Kita tunggu saja sampai saat itu tiba. Lagi pula kau masih harus memulihkan stamina. Jangan sampai kau jatuh seperti orang bodoh lagi di saat saat yang genting!!"

Mengingat kebodohan Alaric yang gegabah melawan penculik dulu, Alaric hanya bisa cengir kuda dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Ya mangap."

Alaric memutuskan untuk menyamar jika harus keluar di malam hari. Sebelumya dia kehilangan pin kerajaannya dan itu mungkin akan menjadi masalah besar nantinya.

Jadi sekarang dia memakai penyamaran lengkap yang tidak akan ada orang yang tau.

Rambut pendek berwarna hitam yang dia dapatkan dari kamar Valerian dengan pakaian sederhana yang sama berwarna hitamnya. Wajah yang sebelumnya sedikit tertutup karena rambut panjangnya, sekarang terbuka lebar.

"Alaric, bersiaplah sebentar lagi pergantiannya."ucap Elic memberi tanda tanda.

Alaric mengangguk. Dia kemudian memakai penutup wajah. Kali ini, wajahnya akan tertutup busana hitamnya sehingga hanya terlihat mata gelap miliknya yang bahkan hampir 67% masyarakat memilikinya.

Penyamaran yang sempurna.

Melihat para penjaga yang mengendorkan penjagaan, Alaric mulai berdiri dan berniat menerobos pintu masuk.

Tapi kemudian langkahnya terhenti. Sebuah tongkat panjang tepat berada di dekat lehernya seakan siap menghantamnya kapan saja. "Tunggu disana penyusup!!"

Suara yang familiar namun sedikit berbeda. Alaric dan Elic menoleh dengan gerakan patah patah penasaran dengan suara yang memergoki mereka.

Amara Maristia.

Gadis itu sekarang menatap tajam ke arah Alaric. Tatapannya sangat menusuk dan hampir ingin membunuh. "Berani sekali kau menyusup dalam kawasan Akademi, siapa kau!? Buka penutup wajahmu!!"

Sifat lembut dan penuh kasih sayang yang Alaric lihat tadi mendadak berubah menjadi hewan buas. Alaric bahkan hampir tidak percaya dengan apa yang dia lihat.

Dia akan jadi ancaman bagi kita. Kita tidak boleh sampai ketahuan!!

Elic memasang kuda kuda meskipun itu sia sia. Bahkan pedang mininya sudah siap dia keluarkan dari sarung pedang mini di pinggangnya. "Waktu pergantian hanya sampai setengah jam, kita tidak punya banyak waktu!"

Alaric melompat menghindari Amara. Langkahnya begitu ringan hingga tidak ada satupun suara yang dia ciptakan. Amara semakin ingin menangkap Alaric karena kegesitan itu.

Tongkat yang tadinya hanya menjadi penghadang sekarang digunakan Amara sebagai senjata. Dia mengayunkan tongkatnya diagonal menuju Alaric.

Alaric, yang berdiri dengan sikap tegak, tiba-tiba menjadi langkah lebih lincah. Pedangnya meluncur ke depan, menangkis setiap serangan Amara dengan cepat.

Suara pedang dan tongkat yang beradu memenuhi keheningan malam hari itu. Hingga akhirnya dengan curang, Amara menendang perut Alaric dan membuat pedang ditangannya terlepas begitu saja.

Tangan Amara yang memegang tongkat itu semakin mendekati Alaric. Alaric terus mundur menjaga jarak. Sampai akhirnya tersudutkan karena pohon di belakangnya.

"Aku ingin tau, siapakah orang yang berani menyusup malam malam di akademi ini? Apa kau seorang guru yang berkhianat? Atau kau itu hanya seorang murid bodoh yang sedang berkeliaran?"

Jarak diantara keduanya kini hanya terpisah satu jengkal saja. Bahkan Alaric bisa merasakan nafas Amara yang menggebu gebu ingin menangkap dirinya.

Amara mendekati Alaric yang berdiri dengan ketegangan. Dia meraih bagian bawah penutup wajah Alaric, merasa ketegangan yang tak terucap. Alaric, merasa detak jantungnya meningkat.

Tepat ketika Amara mulai mengangkat penutup wajah, suasana hening melingkupi mereka. Detik-detik itu terasa berjalan lambat.

Sialan, apa sampai disini saja penyamarannya!?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!