13. Tantangan

Ujian yang akan di kerjakan kelompok tingkat pertama adalah perang strategi.

Setiap kelompok harus membuat satu strategi yang akan di gunakan pada hari penilaian bulan depan. Setiap kelompok akan saling bertarung dengan strategi terbaik kelompoknya masing masing.

Tapi selain strategi, kemampuan individu sangat berpengaruh dalam penilaiannya. Mereka akan menyerang dengan pedang yang sesungguhnya. Dan.... Tidak sedikit ksatria yang terluka pada ujian sebelumnya.

Sore harinya, Kelompok Alaric berdebat tentang siapa yang akan menjadi pemimpin strategi di ujian nanti.

"Kalau aku menjadi pemimpin, strategi terbaik adalah perang gerilya."

"Tidak tidak!! Itu strategi yang sudah sangat umum. Kalau aku yang menjadi pemimpin, strategi penuh anak panah akan lebih baik!!

"Kau yakin bisa melawanku? Kalau aku yang akan menjadi pemimpin maka...bla..bla...bla.."

Theron dan beberapa putra dari keluarga bangsawan lain berteriak teriak menganggap diri mereka pantas untuk menjadi pemimpin.

Mengesampingkan itu, Alaric malah duduk di pojok ruang kumpul asrama dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan.

Mengingat syarat nilai yang diumumkan master Tyrian membuatnya memutar otak memikirkan cara untuk membuat strategi terbaiknya. "Elic!! Bukankah kau berpengalaman tentang ini? Menurutmu strategi macam apa yang bisa membuatku mendapat nilai tertinggi itu?"gumamnya melihat Elic yang makan cemilan menyimak pertengkaran para anggota kelompok.

"Jangan ganggu aku!! Pertengkaran mereka lebih seru dibanding memikirkan strategi perang kan!? Kalau aku yang menjadi pemimpinnya, akan ku pastikan semua akan rata dengan tanah! Hahaha" Elic tertawa layaknya penjahat.

Alaric menghela nafas panjang sambil menggeleng gelengkan kepala pusing dengan keributan di dalam ruangan itu.

"Pangeran kedua, ah... Maksudku Alaric. Aku baru tau kalau kita ternyata satu kelompok. Senang bertemu denganmu lagi!!" Seorang pria mendekati Alaric dengan senyuman cerah di wajahnya.

Pria itu adalah Alden Selena. Adik Ervelius yang pernah bertemu di kafetaria akademi kemaren. Dia juga yang memberi tahu tentang ruangan khusus di perpustakaan itu.

Tanpa menjawab, Alaric melanjutkan membalik halaman buku yang dia baca untuk menemukan strategi terbaik.

Alden semakin mendekat melihat apa yang sedang Alaric lakukan. Dia berpikir sebentar sebelum melompat mundur setelah mendapat ide.

"Hey semua!! Kenapa tidak Alaric saja yang menjadi pemimpin. Bukankah disini kita memiliki pangeran kedua dari keluarga kerajaan? Kenapa kalian bertengkar begitu?"ujar Alden menghentikan semua suara yang ada di ruang itu. Bahkan Elic pun ikut terdiam dan menatap Alaric lama. "Dia? Si lemah ini? Ck, ck, ck!"gumamnya mencibir.

Aku juga sadar, Elic!! Tidak perlu di perjelas!!

"Alden, kenapa kau membahas kerajaan di saat seperti ini? Bahkan meskipun kita punya sang pangeran kedua, dia tidak lebih dari beban disini, jadi buat apa memperhitungkan dia?" Theron berkacak pinggang menatap remeh pada Alaric.

Ujung mata Alaric berkedut. Ingin rasanya dia berteriak sekarang juga, namun suaranya seperti tertahan oleh sesuatu.

"Apa!? Alaric tidak beban!! Kenapa kau-"

"Hey tuan muda Selena, jangan jangan kau dibayar keluarga Kerajaan untuk membelanya ya?"

"Oh iya, rumor tentangnya kan tidak pernah baik,"

"Iya, setelah membunuh ibunya sendiri sesaat setelah dia lahir, dia bahkan hampir membunuh putra mahkota. Dia sangat mengerikan."

"Dan kau ingat, katanya ada seorang pelayan yang digantung raja hanya karena teh herbal yang pelayan itu suguhkan tidak sesuai dengan keinginannya."

"Dasar beban kerajaan!!"

"Pasti yang mulia Raja sangat ingin mengusirnya, maka dari itu dia dikirim ke akademi dengan penyakitnya itu."

"Bagaimana raja tidak membencinya? Dia kan sudah membunuh yang mulia Ratu. Kalian tau sendiri kan, Raja sangat mencintai Ratu dan bahkan belum memiliki selir sampai saat ini."

"Iya betul! Raja pasti berpikir jika dia adalah anak sial"

"Anak sial! Pembunuh!! Bagaimana bisa kita menjadikan dia sebagai pemimpin pasukan?"

"Tidak berguna!!"

Cacian demi cacian di tujukan pada Alaric secara terang terangan. Meskipun ada beberapa hal yang salah, tapi tentang kematian ibunya, itu hal yang benar.

Saat Alaric masih berumur 3 tahun, seorang kepala pelayan memberitahu dirinya jika ibunya, Ratu Seraphina Eldorion meninggal setelah melahirkan bayi kembar.

Ratu Seraphina yang bak Dewi bagi seluruh kerajaan mendadak pergi memberikan kesedihan yang mendalam bagi kerajaan Elderia.

Adik Alaric yang harusnya sehat juga mendadak meninggal dan hanya menyisakan Alaric saja dari tragedi itu. Sang raja yang merasa kehilangan saat itu tidak keluar dari kamar selama sebulan lamanya. Raja menggendong Alaric untuk yang pertama kalinya saat Alaric mulai bisa merangkak.

Tahun itu menjadi tahun penuh akan kesedihan bagi kerajaan Elderia.

Kepala pelayan juga memberitahukan pada bocah berusia 3 tahun itu tentang penyakitnya dan sisa hidupnya yang mungkin hanya sampai 20 tahun.

Alaric yang terpaksa harus mengerti oleh keadaan memutuskan untuk berhenti berhubungan dengan keluarganya. Dia mulai memberontak dan menyakiti Valerian dengan terang terangan.

Dan saat dia ingin membunuh dirinya sendiri, Valerian mencegah kejadian itu dan yang terlihat adalah Alaric yang hendak membunuh Valerian.

Hubungan mereka sangat buruk saat Alaric mulai pergi dari istana utama ke istana Ruby di usia 4 tahunnya.

"Jadi... Maksudmu dengan kehilangan orang yang berharga itu...." Elic seakan menangkap maksud dari kata kata Alaric semalam.

Alaric tidak menjawab.

Amara yang sedari tadi tidak peduli pada sekitarnya, melihat Alaric yang menunduk tidak menunjukkan wajahnya. Merasa kesal, Amara menarik kerah baju Theron dan pria lain yang berdebat itu dengan erat.

"KALIAN!! BUKAN KAH KALIAN ITU SUDAH KELEWA-"

"Terserah!! Jika bukan aku pemimpinnya, maka tunjukanlah keunggulan kalian yang sombong itu!" Alaric berdiri menatap datar pada seluruh anggota kelompoknya.

Hening.

Semuanya terdiam. Bahkan Amara Maristia pun tidak jadi meluapkan amarahnya. "Baiklah!! Besok pagi, Master Luxy akan mengukur tingkatan aura setiap siswa. Dan siapapun yang memiliki aura terbesar, dialah yang menjadi pemimpinnya. Yah.... karena seorang pemimpin kan harus memiliki kekuatan yang besar, Bagaimana!?" Theron melepas tangan Amara yang menarik kerah bajunya dan berjalan mendekati Alaric dengan angkuh.

Alden menggelengkan kepalanya memberi isyarat penolakan pada Alaric, namun bukan Alaric namanya jika menyerah begitu saja setelah hinaan yang dia terima. "Oke, Deal!!"jawabnya lantang.

Semuanya kembali berbisik tentang betapa percaya dirinya Alaric menerima tantangan Theron. Sedangkan Theron, menyeringai licik kemudian berbalik pergi menuju kamarnya.

Yang lainnya pun ikut membubarkan diri menunggu keputusan yang akan didapatkan setelah kelas besok pagi.

"Alaric, kau tidak perlu menerima tantangannya. Siapapun pemimpinya tidak akan masalah kan bagimu?" Amara berpindah di sebelah Alaric bersama Alden dan Annabel.

Wajah putih Alaric yang tampak sedikit pucat semakin menambah rasa khawatir di hati Amara.

"Jika kak Valerian mendengar ini, mereka pasti tidak akan lepas dari hukumannya."timpal Alden menambahi.

"Diam kalian! Kenapa kalian ikut campur urusanku? Aku bisa mengatasi ini sendiri, jadi jangan sekali kali kalian ikut campur! Dan kau putra bungsu keluarga Selena, jangan pernah sekalipun kau menjadi mata mata Valerian!"

Alaric menodongkan telunjuknya tepat di hidung Alden. Dia melenggang pergi dengan nafas tersengal sengal karena kondisinya kembali memburuk setelah amarah yang meledak ledak itu.

Jantungnya berpacu dengan cepat seperti akan meledak jika dia belum memusatkan tenaga dalamnya.

Dia sudah sangat ahli dalam teknik pernafasan yang diajarkan Elic. Itulah sebabnya dia bisa percaya diri akan memenangkan tes aura yang akan di adakan besok pagi.

Niatan awal untuk tetap berada di balik layar seketika sirna berganti tekad menjadi pemimpin membuktikan bahwa dirinya adalah keturunan Raja Elderia yang terhormat.

Elic melihat ekspresi ketiga bocah yang di tinggalkan Alaric itu membeku di tempatnya. Dia kemudian menghela napas panjang di sepanjang jalan menuju kamar Alaric.

"Pada dasarnya kau memang masih bocah, nak!!" Elic menepuk jidat mendengar keputusan Alaric.

* * * *

Di tempat lain, seseorang dengan jubah hitam mengikuti seorang siswi yang berjalan sendirian di koridor akademi.

Siswi yang ingin kembali ke dalam asramanya itu tampak gelisah menyadari dirinya sedang diikuti. Dengan akalnya, siswi itu mampu membuat seseorang berjubah hitam itu kebingungan.

Saat siswi berambut sebahu itu berada di belakang sang sosok berjubah hitam, dirinya tiba tiba roboh. Dadanya sangat sesak dan tampak sangat kesakitan meraih sosok berjubah itu.

Melihat targetnya sudah hampir tak sadarkan diri, sosok itu membuka penutup wajahnya. Dan dengan mata terbelalak, gadis cantik yang meremas dadanya itu mengenali sosok dihadapannya.

Matanya perlahan terlelap berganti gelap yang tak kunjung terang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!