Cahaya lilin gemerlapan memenuhi ruangan mewah di istana Elderia. Alaric duduk di ujung meja panjang, menunggu kedatangan Valerian untuk makan malam bersama.
Suasana harum bunga dan aroma makanan lezat mengisi ruangan, menciptakan atmosfer yang mewah namun tegang.
Ketika pintu terbuka, Valerian memasuki ruangan dengan langkah tegas. Wajahnya yang gagah, ditutupi dengan sedikit ekspresi keras. Alaric mencoba tersenyum ramah, tetapi pandangan tajam Valerian membuat suasana semakin tegang.
"Kau tidak se-sehat itu untuk datang kesini, Alaric," ujar Valerian dengan nada skeptis, sambil duduk di seberang Alaric.
Alaric mencoba memulai percakapan, "Bagaimana harimu, Valerian?"
Valerian menoleh dengan sebelah mata, "Biasa saja, apa hubungannya denganmu?"
Jawaban yang dingin dan singkat. Namun, Alaric tidak terpengaruh.
Pelayan istana mulai menyajikan hidangan yang lezat. Alaric dengan penuh keyakinan memegang piringnya dan berkata, "Valerian, lihatlah ini, aku bukan lagi pangeran yang lemah."
Valerian menatap Alaric dengan ekspresi heran. Namun, ketika Alaric mulai mengiris daging, kejutan tergambar di wajah kakaknya. Alaric, yang biasanya kesulitan melakukan tugas-tugas fisik, kini memegang pisau dengan kepercayaan diri yang baru.
Tangannya tidak lagi gemetaran seperti terakhir kali mereka makan bersama. Dan itu sekitar 2 tahun yang lalu.
"Kau... Sudah sembuh?" ucap Valerian, suaranya tidak dapat menyembunyikan rasa terkejutnya.
Alaric tersenyum, "Sekarang aku memiliki kekuatan untuk melindungi kerajaan dan keluarga kita. Bukan untuk membuktikan diri, melainkan untuk membuktikan bahwa bahkan yang lemah pun dapat menjadi kuat."
"Bisa mengiris daging bukan berarti sudah bisa mengalahkan musuh. Tidur saja dengan tenang di kamarmu dan jangan mengacau."
Pfffft....
Alaric bisa mendengar jelas Elion yang menahan tawa di pojokan. Sedari tadi, sang legenda hanya melihat interaksi dua kakak beradik ini dengan diam.
"Ternyata dia terlihat lebih pintar dan bijaksana. Tidak seperti adiknya,"sindir Elion melirik sinis pada Alaric. Mulutnya masih saja menahan senyuman karena ejekan Valerian untuk Alaric.
Diam kau!
Elion awalnya sedikit heran dengan keputusan Alaric yang tiba tiba mengajak sang putra mahkota makan bersama. Tapi, melihat interaksi dingin dan canggung ini entah mengapa menjadi hiburan tersendiri bagi Elion.
"Seperti ada manis manisnya,"katanya.
Valerian diam diam melihat Alaric yang sedikit murung karena ucapannya. Dia segera menyelesaikan makannya dan melihat sekeliling Alaric yang tidak terlihat ada siapapun.
"Kemana perginya pengawal mu? Harusnya dia ada disini, apa harus aku yang memapah mu? Merepotkan!"seru Valerian sekali lagi skeptis.
"Pengawal? Aku tidak pernah bersama pengawal. Bahkan aku selalu mandi sendiri. Tidak seperti dirimu yang dibantu para pelayan yang seksi dan montok itu."
"Apa!? Tidak ada pengawal? Selama di istana Ruby, kau... Sendirian?"
"Kenapa? Apa itu hal yang aneh bagimu? Tenang saja, aku sudah terbiasa."
Valerian tidak menjawab. Tapi wajahnya sangat menahan amarah hingga memerah dan bahkan hampir meledak.
"Waduh, waduh.... Sepertinya akan ada yang di gantung lagi nih!" Elion yang duduk di pundak Alaric tiba tiba bersuara dengan santainya.
"Apa!? Gantung? Apa maksudmu?", Alaric berbisik tanpa suara.
"Saat kau mau mati kemarin, seorang pelayan wanita digantung tepat di sebelah kamarmu. Apa kau tidak tau?"
Mata Alaric terbelalak. Pelayan wanita? Setelah diingat ingat, Alaric memang belum melihat pelayan wanita yang biasanya membawakan obat untuknya.
"Dia menggantung wanita itu tanpa belas kasihan. Bahkan sebelum di gantung, wanita itu sudah terlihat seperti mayat hidup entah apa yang sudah dia lakukan."sambung Elion menggeleng gelengkan kepala.
"Kau akan tidur di kamarku malam ini. Jadi cepat ikuti aku." Valerian langsung berdiri masih dengan menahan amarah berjalan dengan langkah yang berat.
Tidak ada waktu untuk ragu, Alaric mengikuti Valerian namun masih bingung dengan keputusan Valerian yang tiba tiba.
Valerian, dengan langkah mantap, memimpin Alaric melewati koridor-koridor istana menuju kamar tidurnya. Cahaya gemerlap lilin menyinari lorong, menciptakan bayangan di dinding yang terlihat menyatu dan terpisah seiring langkah keduanya.
Sesekali, Valerian melirik dan memperlambat jalannya karena melihat Alaric yang sudah kehabisan nafas mengikutinya.
"Kenapa aku harus tidur dikamar mu? Aku bisa tidur di kamarku sendiri seperti biasa."
"Lalu menjadi beban karena tiba tiba diculik begitu? Diam saja dan jangan banyak protes!"
Tanpa berbalik sedikitpun, suara Valerian membuat para pengawal yang mengawalnya menunduk ketakutan.
Alaric semakin bingung dengan situasinya. Dia mengingat suara hati Valerian yang tanpa sengaja dia dengar saat di kamarnya.
"Elic, apa kau memberiku kekuatan untuk membaca pikiran?"bisik Alaric pada Elion yang duduk di pundak Valerian menghadap padanya. "Sudah kubilang jangan memanggilku begitu!! Lagi pula, aku tidak punya kekuatan magic, apalagi membaca pikiran. Kau bodoh ya!"
Karena penasaran, Alaric mencoba menyentuh pakaian Valerian yang berkibar di depannya.
-kurang, Pelayan yang kurang lalu apa lagi? Sepertinya ayah sudah tidak memperdulikannya lagi, haruskah aku memberikan pria tua itu pelajaran?
Suara Valerian kembali terdengar di telinga Alaric.
"Wow!!! Tak kusangka kau bisa membaca pikirannya? Aku juga bisa mendengarnya karenamu!" Mata Elion bersinar kagum. Dia sesekali melihat ekspresi datar Valerian dan kembali melihat wajah Alaric dan mendengar pikiran Valerian.
Valerian tiba tiba berhenti, dan berbalik membuat Alaric panik dan melepaskan sehelai kain yang tadi berhasil dia tangkap. "Ah, iya, kenapa Valerian?"tanyanya gugup.
Wajah Valerian sedikit berkerut menaruh curiga pada gerak gerik Alaric. "Tubuh tidak berguna mu itu pasti sudah lelah kan? Masuklah ke kamar dan tidurlah duluan. Aku akan segera kembali."
Tepat seperti yang dikatakannya, Valerian melenggang pergi tanpa mendengar jawaban Alaric. Dada Alaric sudah sangat sesak mengingat tubuhnya semakin melemah karena berjalan terlalu jauh.
"Dasar lemah! Cepat duduklah di ranjang itu dan aku akan membantumu," Elion menunjuk ranjang besar Valerian dan bahkan sudah pergi terlebih dahulu sebelum Alaric.
Dengan ragu, Alaric menuruti permintaan Elion. Dia sudah tidak punya tenaga untuk berdebat dengan legenda gila satu ini.
Ruangan itu dipenuhi oleh aroma lavender dan nuansa keemasan dari lampu temaram yang menyala pelan. Sangat nyaman berbeda dengan kamar Alaric yang bahkan berbau obat obatan herbal.
Alaric duduk bersila dan di belakangnya, Elion sudah bersiap menempelkan tangan mungilnya pada punggung Alaric.
"Aduh!! Rambutmu menganggu!! Singkirkan itu!!"seru Elion kesal terus menabrak rambut Alaric yang terurai indah.
Dengan tertawa pelan, Alaric menyingkirkan rambutnya dan mulai memejamkan mata merasakan apa yang akan Elion perbuat.
"Dengar nak, aku akan mengajarimu teknik pernafasan atau (Lumina Vitae) untuk mencegah tubuhmu hancur hanya karena berjalan. Kalau kau hancur seperti tadi, bagaimana aku bisa mencapai tujuanku? Maka dari itu, jangan salah paham dan ikuti saja arah peredaran darahmu yang akan ku alirkan."
Alaric mengangguk. Dengan sorot mata penuh tekad, Elion mendekati tempat tidur di mana Alaric beristirahat.
Dengan lembut, Elion menempatkan tangan kecilnya di punggung Alaric. Kilatan cahaya emas menyusup ke dalam tubuh Alaric, membawakan kehangatan dan kekuatan baru.
"Pejamkan mata, tapi jangan tidur!!" Sempat sempatnya Elion membentak Alaric karena fokus Alaric hampir hilang karena kehangatan yang dia rasakan.
Alaric merasakan energi yang mengalir melalui dirinya, mengisi setiap serat otot dan membangunkan kekuatan yang terpendam.
Elion mulai melepaskan tangannya membiarkan Alaric mencari sendiri jalan untuk aliran kekuatan yang dia berikan. Dan tanpa disangka, tubuh Alaric menerima aliran itu dan bahkan bisa mempelajarinya dalam waktu singkat.
Senyum tipis terukir di wajah chibi nan mungil Elion. "Bakat alami ya? Sayangnya tubuh yang lemah menghambatnya mendapatkan kekuatan itu."gumam Elion terus memperhatikan konsentrasi Alaric yang sampai ke batasnya.
Alaric Kembali terbatuk batuk memecahkan aliran yang selesai dia pelajari.
"Lagi? Jangan sampai muntah!! Kau bakal mengotori kamar cantik ini!!" Elion berteriak teriak memukuli kepala Alaric yang menderita karena batuk.
Beberapa palayan berdatangan membawakan wadah dan juga handuk yang mungkin di perlukan Alaric.
Seperti sebelumnya, Alaric muntah darah. Namun ada sedikit yang berbeda. Darahnya lebih kental dan hitam dari pada sebelumnya.
Kekhawatiran yang terlihat jelas di wajah Alaric malah membuat Elion tertawa terbahak bahak. "Tenanglah bung!! Bagian dalammu memang lemah, tapi sekarang kau mungkin bisa mendaki gunung menuruni lembah dan bahkan terbang di udara."
Terbang di udara? Itu hanya ungkapan berlebihan dari Elion. Yang pasti, Elion sudah memeriksa kekuatan fisik Alaric yang bertambah sedikit demi sedikit.
* * * * *
Saat membuka mata, pertama kali yang dilihat Alaric adalah tubuh kakaknya yang sangat kekar dan berotot. Meskipun itu tertutup busana tidur yang sedikit tebal, namun otot dan tubuhnya masih bisa terlihat jelas bagi Alaric.
"Bahkan orang yang mati pun bisa bangun jika kau menatapnya begitu,"
Valerian menguap mengucek matanya yang masih buram saat melihat Alaric. Mata merahnya yang sangat kental serta Wajahnya yang tampan sangat memukau bahkan dengan garis garis bekas tidur yang berantakan.
"Kau sudah bangun? Sekarang, pergilah Kembali ke kamarmu."tunjuk Valerian ke arah pintu kamar dan kemudian berbalik melanjutkan tidurnya.
Tidak terima diusir, Alaric melemparkan bantalnya pada Valerian kesal, "Kalau kau mengusirku begini, kenapa juga kau membawaku ke kamarmu! Dasar iblis merah!!"
"Ya... ya... terserah. Sekarang pergilah cepat!!"
.
.
Karya ini merupakan karya jalur Kreatif
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
nia kurniawati
semangat buat Al💪
2024-02-11
0