Didalam jabat tangan Alaric dan Ervelius yang sedikit lama itu, kedua pria itu sedang berperang dalam pikiran mereka masing masing.
Valerian yang menyadari perubahan ekspresi Alaric yang menjadi serius mengenggam tangan keduanya masih dengan santai. "Kalian jangan membuat malu. Kembali duduk dan habiskan makanan kalian."
Sesuai perintah, Alaric dan Ervelius pun duduk kembali menyantap apa yang ada di hadapan mereka.
Disisi lain, di perkumpulan ksatria muda putri. beberapa putri dari kerajaan tetangga sedang membicarakan sang putra mahkota yang menjadi sorotan.
"Dia terlihat sangat tampan tanpa ekspresi. Bagaimana jadinya jika dia tersenyum? Lihatlah itu," seru salah satu putri keluarga bangsawan menunjuk kearah Valerian yang duduk membelakangi mereka.
"Bahkan dari belakang begini, dia terlihat gagah. Oh tidak, hatiku~"
"Hey Amara, bukankah dia sangat cocok untuk bersanding denganmu?"
Semua putri seketika menatap satu gadis cantik yang duduk di tengah tengah mereka. Amara Maristia. Putri tunggal dari Duke Maristia yang berada di wilayah Timur kerajaan Elderia.
Karena sifatnya yang angkuh, dia dikenal sebagai gadis yang tidak menyukai pria. Beberapa kali dirinya hampir dilamar oleh pria dari kerajaan lain, tapi dia menolak semua dengan tegas karena dirinya tidak perlu perlindungan dari siapapun.
Kemampuan berpedangnya tidak usah ditanyakan lagi, dia sudah berada di peringkat teratas pada urutan ksatria muda level menengah. Dia bisa lebih kuat dari kebanyakan pria.
Kali ini, dia ikut nimbrung membicarakan seorang pria dengan tangannya menopang dagu melihat ke arah ketiga pria yang duduk agak jauh dari mereka.
"Tidak. Dibandingkan putra mahkota, aku lebih tertarik pada pangeran kedua di depannya itu. Dia.... Terlihat sangat lemah seakan perlu untuk dilindungi kan?" Amara menatap Alaric dengan berbinar binar.
"Apa? Yang benar saja, dia itu penyakitan kau tau. Bahkan dia sering muntah darah hanya karena berlari sebentar. Dia sangat lemah. Tidak pantas sekali untuk menjadi pangeran."sindir salah satu teman Amara menatap remeh pada Alaric.
Tapi berbeda dengan Amara, dia melihat betapa anggunnya Alaric saat memakan makan malam itu dengan perlahan. Mengusap bibir indahnya yang sedikit kotor, dan bahkan angin mendukung dengan mengibarkan rambut hitam panjangnya.
Terlihat sangat indah dan menawan.
"Dia begitu kecil, sampai aku mengira dia akan rusak jika aku tidak melindunginya,"ujar Amara masih melihat kagum kearah Alaric.
Hachi!!
"Bocah bodoh!! Etikamu kemana di depan putra mahkota hah!!" Elic menoyor kepala Alaric yang tiba tiba merinding karena sesuatu.
Tapi dia kan kakakku.
Elic menggelengkan kepala pusing dengan tingkah Alaric yang terkadang kurang bermartabat. "Aku lupa jika kau itu ternyata adiknya Sang putra mahkota,"
Aku bisa mendengarnya, Elic!!
Wajah kesal Alaric pada Elic tidak bisa disembunyikan. Ditambah wajah Ervelius didepannya yang sungguh terlihat meremehkannya itu. Sungguh sangat menjengkelkan.
Valerian tiba tiba menyodorkan gelas minumnya pada Alaric ditengah tengah percakapannya dengan Ervelius.
"Tidak perlu, aku punya minumanku sendiri." Dengan nada ketus Alaric menepis tangan Valerian dan membuat Elic jengkel menggertakkan giginya.
Tatapan Ervelius seakan tidak senang dengan sikap Valerian yang membantu Alaric itu. Dia kemudian menyeringai licik menerima gelas minuman Valerian, "Sangat disayangkan jika minuman berharga ini sampai tumpah,"
Alaric tidak tau kenapa dia selalu kesal jika mendengar suara Ervelius, semua ucapan Ervelius seakan menjadi sindiran untuknya.
"Alden, bisakah kau kemari sebentar?" Ervelius berbalik memanggil seseorang dari bangku di belakangnya.
Seorang pria muda mengangguk dengan senyuman lebar di wajahnya. Pria muda itu kemudian berjalan penuh semangat menghampiri Ervelius dan memberi penghormatan kepada Valerian.
"Salam kepada Yang mulia putra mahkota Valerian."sapanya membungkuk. "Hey, kau tidak perlu se-sopan itu padanya. Disini kan akademi, dia hanya seniormu saja disini, dan bukan putra mahkota. Benarkan?" Ervelius menepuk pundak Valerian dengan keras.
Valerian hanya menatap datar pada dua pria itu dengan menopang dagu, dia kemudian menatap Alaric berharap.
Apa yang dia inginkan?
"Apa yang kau lakukan akhir akhir ini Alden?"tanya Ervelius menyuruh pria muda yang dipanggil Alden itu duduk di sebelahnya. "Aku membaca buku di ruang baca kak, bukankah perpustakaan akademi merupakan perpustakaan terlengkap di seluruh kerajaan?"
Wajah tampan Alden tampak polos saat menjelaskan kegiatannya. Dengan matanya yang terlalu bersemangat dan senyumnya yang sangat lebar, dia membuat Ervelius berbinar binar menatapnya. Apalagi saat imbuhan "Kak" itu di sematkan.
"Oh.... Ternyata kau tau itu ya? Memang benar ya, adikku ini sangat sopan dan menggemaskan," Ervelius tiba tiba memeluk Alden gemas. Dia sedikit melirik sombong pada Valerian yang masih hanya menopang dagu di depan adik semata wayangnya itu.
"Alaric, ku dengar kau pergi ke hutan seminggu yang lalu? Kau bisa ceritakan tentang apa yang kau lakukan itu padaku?"tanya Valerian mengalihkan perhatiannya pada Alaric.
Seminggu yang lalu, berarti tepatnya saat Alaric keluar untuk pergi ke gua Luminaris. Dia ingat jika dia sudah diam diam keluar tanpa di ketahui oleh siapapun. Jadi, bagaimana Valerian bisa tau?
Alaric tersentak saat mendapatkan pertanyaan itu.
Elic, bukankah kau sudah memastikan kalau tidak ada yang tau kita keluar di malam itu?
Elic terbang tepat di depan mata Alaric dengan mata melotot nya berkacak pinggang pada Alaric. "Aku sudah pastikan tidak ada siapapun. Pokoknya kau tidak boleh menceritakan gua itu pada siapapun. Itu tempat favoritku!!"
Haaah.....
"Apa urusannya denganmu. Aku punya kehidupanku sendiri, kau tidak perlu tau." jawab Alaric ketus. Ervelius, Alden dan bahkan Valerian terkejut dengan sikap Alaric yang semakin kasar itu.
Bahkan Valerian menciut karena takut semakin merusak hubungannya dengan Alaric.
"A-ah... Aku baru ingat, Kak. Di perpustakaan, ada satu ruangan yang sangat aneh. Saat aku mengintip dari lubang kunci, aku melihat sebuah pedang cantik yang berkilauan. Apa kakak berdua tau pedang siapakah itu?" Alden berusaha mencairkan suasana yang terasa semakin canggung.
Wajahnya yang kebingungan semakin menggemaskan dengan logat yang sangat sopan itu. Dia terlihat masih sangat bocah dibanding dengan usianya. "Ruangan aneh? Valey, bukankah itu ruangan yang 'itu'?"
Valerian kembali bersikap seperti biasa. Dia melihat Alden dengan sosok dewasanya yang sangat berwibawa. "Iya, yang kau lihat itu mungkin adalah salah satu pedang peninggalan ksatria Elion dari masa lalu. Dia sudah menjadi benda Kramat yang hanya boleh di lihat oleh Raja saja. Jadi, ruangan itu selalu di kunci."
Pedang Elion?
Alaric dan Elic saling bertatapan. Mereka baru mengetahui hal ini. Pedang favorit Elion hanya ada satu. Dan yang ada di dalam ruangan itu mungkin....
"Kenapa ada pedangku di akademi ini!?" Elic mengangkat alisnya bingung.
Mungkin itu bisa jadi petunjuk agar kita bisa mencari tau masa lalu yang kau lupakan itu. Dan juga posisi sumber dari darah beracun mu itu.
Mereka kemudian mengangguk seakan tau apa yang ada di pikiran masing masing.
* * * *
"Para ksatria muda yang sudah mendapatkan nama kelompoknya, silahkan kembali ke asrama kelompoknya masing masing," Tyrian Swift menepuk tangannya membubarkan para ksatria setelah selesai mengumumkan kelompok kelompoknya.
Suasana begitu ramai karena beberapa anak akan berpisah kelompok dengan yang mereka kenal. Begitu juga dengan Alaric.
Ervelius bersorak merangkul Valerian dengan akrab. "Yes!! Akhirnya kita bisa sekamar lagi ya, Valey!!" Sedangkan Valerian hanya menatap lesu pada Alaric.
"Alaric, aku bisa memerintahkan master Tyrian untuk mengganti kelompokmu agar kau bisa satu kelompok denganku, kau tidak akan bisa bertahan sendiri di tempat seperti ini,"
"Apa!? Hey, Valey! Mana mungkin dia bisa satu kamar dengan kita, dia pasti akan jadi beban!!" Ervelius menatap sinis ke arah Alaric masih dengan merangkul Valerian.
Tangan Valerian menyingkirkan rangkulan Ervelius dengan kasar. Matanya menatap tajam membuat Ervelius terdiam dan tidak berani berbicara lagi.
Dia masih saja dingin.
Valerian yang mendapat kelompok teknik pedang lanjutan akhirnya terpisah dengan Alaric yang berada di kelompok pemula.
"Dia memang pantas menjadi putra mahkota. Wibawanya kerasa sampai disini. Bocah, turutilah kakakmu itu! Dengan kemampuanmu sekarang, kau bisa saja lebih tinggi dari kelas pedang lanjutan." Elic sangat bersemangat mengikuti Valerian. Kini tinggal Alaric yang masih berdiam diri di tempatnya.
Para gadis ksatria yang berjalan melewati ketiga pria itu selalu menatap Valerian dengan tatapan kekaguman. Beberapa bahkan masih menatapnya, menunggu Valerian berbicara sekali lagi.
Amara Maristia, melihat pemandangan itu dan memutuskan untuk mendekati ketiganya dengan sangat anggun. Begitu dirinya berada di dekat Alaric, matanya berubah berbinar binar dan langsung menutupinya dengan membungkuk memberi penghormatan.
"Salam sejahtera bagi putra mahkota. Kalau boleh saya tau, apa yang anda lakukan bersama teman se kelompok saya ini?"ujar Amara menatap dingin pada Valerian.
"Amara Maristia, ternyata kau masih saja menyebalkan ya? Bisakah kau menjauh dari adikku?"jawab Valerian ikut menatap tajam pada gadis yang memotong pembicaraannya dengan Alaric.
"Oh~ Maafkan saya pangeran, saya tidak bisa menjauh darinya karena kami dalam satu kelompok."
"Apa!?"
Tatapan keduanya yang sangat tajam masih berlangsung beberapa lama menciptakan atmosfer yang penuh ketegangan di antara Valerian dan Amara. Ervelius juga tidak bisa menghindari ketegangan itu.
Alaric dan Elic kembali saling bertatapan, "Siapa dia?"tanya Elic memiringkan kepala. Alaric mengangkat bahu tidak tau.
Tapi kemudian dia melihat wajah Amara lagi dan teringat tentang sesuatu. "Bukankah dia itu...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments