11. Ruangan Khusus

Sialan, apa sampai disini saja penyamarannya!?

Tangan Amara mulai menarik perlahan penutup wajah Alaric. Alaric mengernyit menunggu penyamarannya terbongkar.

"Ambil pedang di bawahmu, Nak!!" suara Elic menyadarkan Alaric dan dengan cepat melihat ke bawah.

Sebelum Amara menyadari, Alaric mendapatkan pedangnya dan menangkis tongkat Amara dan dengan lembut melingkari pergelangan tangannya.

Dalam sekejap, dia membalikkan keadaan, membuang tongkat Amara dan mengunci pergerakannya dengan menarik tangannya kebelakang.

Wajah Alaric masih tersembunyi di balik penutup, tetapi matanya penuh dengan kecerdikan dan tantangan. Dia menggertakkan pedangnya di dekat telinga Amara, menciptakan desiran angin yang membuat bulu kuduknya berdiri.

"Jangan terlalu yakin, Amara," bisik Alaric dengan nada rendah, menyentuh telinga Amara dengan ujung pedangnya. "Pertarungan belum selesai."

Alaric lantas menarik diri dengan gesit, menghilang di kegelapan malam.

Gerakan Alaric begitu cepat hingga membuat Amara tidak bisa merespon dengan benar. Saat dia kembali sadar, dia hanya kaget jika tangannya sudah terikat kebelakang.

"Kurang ajar!! Siapa sebenarnya pria itu!? Aku sangat membencinya!!"umpat Amara berdiri berusaha melepaskan tali yang mengikatnya.

* * * *

Elic mengingat setiap gerakan Alaric yang sangat mengagumkan dari sudut pandangnya. Dia tidak menyangka tanpa dia ajari pun, Alaric bisa memikirkan kombinasi gerakan yang begitu memukau.

"Dia benar benar hebat. Mungkin saja dia bisa lebih hebat lagi dariku yang di masalalu."batin Elic masih mengekor pada Alaric. "Kau mengatakan sesuatu Elic?"

"Hah!! Telingamu pasti tersumbat. Aku tidak mengatakan apapun, bodoh!!"

"Ya oke. Ga usah emosi juga kan?"

Elic ingin memuji kerja keras Alaric namun egonya selalu melarangnya. Yah... Karena itu tidak seperti dirinya. "Aku kan sang legenda. Mana mungkin aku memuji makhluk kecil sepertinya!"

Alaric tiba tiba berhenti, mendongak ke atas lantas berpikir sejenak. "Pasti sangat mudah kalau aku bisa terbang sepertinya," liriknya pada Elic.

"Hey Elic, kau bisa membuka kunci ruangan di sebelah sana itu kan?"

Tangan Alaric menunjuk jendela yang berada di lantai 3. Ruangan yang tampak gelap dan tidak terurus sama sekali. Elic meneliti jarak jendela itu dan menatap tajam pada Alaric. "Tidak bisa!!"

"Apa!? Kenapa?"

Tanpa berkata apapun, Elic melayang semakin jauh dari Alaric menuju jendela yang ditunjuknya tadi. Tapi belum setengah perjalanannya, sebuah rantai transparan tiba tiba mencekik Alaric dan menarik Elic dengan kecepatan penuh menabrak Alaric.

Brug!!

Elic kembali melayang layang, sedangkan Alaric terbatuk batuk memegangi perutnya yang keram. "Bajingan kau Elic!! Apa ini!?"

"Sekarang sudah tau kan? Berdirilah! Kalau bisa pergi jauh darimu, aku pasti sudah pergi sendiri mencari tau kebenaran darahku sendiri. Kau itu ternyata lebih bodoh dari yang ku kira." Elic melipat tangan menggeleng gelengkan kepala kesal.

"Jadi kau tidak bisa jauh jauh dariku begitu?"

Elic mengangguk. "Eh, bukan berarti aku bergantung padamu ya!! Aku bisa saja menghilang dan tidak menunjukkan wujudku padamu!"serunya menuding nuding Alaric gelagapan.

"iya, iya..."

Dengan cepat Alaric berdiri membersihkan bajunya dan melihat sekeliling, netranya mencari cari sesuatu yang bisa membantunya.

Dia mendadak melompat ke pepohonan di dekatnya. Elic yang duduk di atas kepala Alaric dengan panik mengikuti pergerakan bocah itu.

Dia melompat dari dahan satu ke dahan yang lain lalu langsung menuju atap perpustakaan tepat diatas jendela ruangan khusus itu.

Berdiri di atas atap perpustakaan dengan sorot mata sombong, Alaric mengarahkan pandangannya ke jendela yang terkunci. Dengan suara yang penuh kepercayaan diri, dia berkata pada Elic, "Kalau dari sini, bisa kan? Buruan bukakan!"

Elic, yang melayang di sekitar Alaric dengan sikap tidak sabar, mengernyitkan alisnya. "Kenapa aku yang harus melakukannya? Bukankah kau bisa membuka pintu itu juga kalau jaraknya sedekat ini?"

Alaric tertawa rendah, merasa senang menyusahkan sang legenda mungil itu. "Tentu saja aku bisa, tapi kenapa harus repot repot kalau ada yang gampang?" ujarnya menaikkan alis.

Dengan sikap kesal, Elic menggelengkan kepalanya. Namun, tanpa berkata banyak, dia memfokuskan energinya dan dengan cepat menembus kaca jendela. Kaca yang tadi padat kini menjadi tembus oleh tubuh kecil Elic.

"Sialan, dia mempermainkan ku?" gumam Elic sambil membuka jendela dari dalam. Alaric hanya tersenyum puas. Dengan jendela yang kini terbuka lebar, Alaric melangkah masuk ke dalam perpustakaan.

"Ketika punya sang legenda yang sehebat dirimu, kita tidak membutuhkan kunci kan?"ujarnya sambil mencibir.

Elic ngambek dengan menyilangkan tangan, bibirnya mengerucut menatap Alaric dengan tatapan penuh kebencian palsu. "Seumur hidup, hanya kau yang berani memperlakukanku seperti ini."

Dalam keheningan perpustakaan, mata mereka tertuju pada keindahan sebuah pedang yang terpajang dengan megah di tengah ruangan. Pedang itu bersinar di bawah cahaya bulan yang masuk melalui jendela yang terbuka, menarik perhatian Alaric dan Elic. Dengan langkah hati-hati, mereka mendekati dan menyadari keanggunan serta keunikannya.

Saat mereka mengamati lebih dekat, ternyata pedang itu hanyalah replika yang indah dari pedang legendaris Elion. Alaric mengangguk mengakui, "Sebuah replika yang sangat rinci, tetapi tetap saja hanya tiruan."

Alaric melangkah maju mengambil replika pedang itu dan mengambil sebuah gagang pedang dari balik mantelnya.

Gagang pedang yang asli yang dia dapatkan dari kunjungannya ke gua Luminaris seminggu yang lalu itu penuh dengan ukiran mawar berduri yang sangat indah. Hanya gagang saja yang tersisa setelah pertarungan berdarah yang terakhir kali Elion menangkan.

Pertarungan melawan naga suci yang akhirnya punah 300 tahun yang lalu.

"Si naga hitam sialan itu berani sekali merusak pedang meteoritku. Awas saja jika kita bertemu lagi,"ujar Elic mengingat samar sama pertarungannya dahulu.

"Mereka sudah punah di masa ini, jadi kalian tidak akan pernah bertemu."

Mata pedang replika itu bersinar karena cahaya rembulan saat Alaric membandingkan keduanya.

Elic, mengelilingi ruangan itu meneliti satu persatu buku kuno yang disimpan di dalam rak rak yang tertata rapi. Dia sesekali melirik Alaric yang dengan mata berbinar binar mengagumi kedua pedang itu.

Tidak seperti biasanya yang menyebalkan, dia terlihat seperti bocah seusianya dengan wajah kekanak kanakan itu. Elic mengingat sikap Alaric yang selalu dingin pada semua orang yang dia temui termasuk juga Valerian, kakaknya.

"Padahal kau se bocah ini, tapi kenapa sok bersikap dewasa di luar sana?"gumam Elic memperhatikan gerak gerik Alaric.

Alaric tersentak. Sorot matanya meredup kembali menatap dirinya sendiri dari replika pedang Elion tadi dengan serius. "Karena itulah yang terbaik, lagipula.... aku akan mati."ujarnya pelan.

Dirinya menderita penyakit langkah bahkan tidak ada satu pun tabib yang bisa mengobatinya. Penyakit turun menurun yang selalu memakan korban saat penderitanya berumur 20 tahun.

Alaric paham jika dirinya pasti akan mati sama seperti leluhurnya yang terdahulu. Dia berusaha menjauh dari semua orang yang mungkin bisa menjalin hubungan dekat dengannya.

Karena dia tau, ditinggalkan orang yang penting baginya itu adalah hal yang sangat menyakitkan.

Bibirnya terkatup erat, menandakan upaya keras untuk menahan setiap kata yang mungkin keluar dengan impulsif. "Semakin orang itu merasa dekat denganku, maka semakin remuk jugalah mereka saat kepergianku nanti."lanjutnya tersenyum kecut.

Melihat reaksi Alaric, Elic hanya menghela nafas terbang mendekat dan berubah wujud menjadi Elion Lightbringer Sang legenda.

Dengan kaki jenjang dan rambut panjang yang tiba tiba terurai, Elion meraih kedua pedang yang di pegang Alaric sedikit kasar.

Alaric berbalik dan mendongak. Tatapannya datar, seakan tidak ada cahaya di kedua netranya itu.

"Barang memang bisa di ganti, tapi kenangan? Kau tidak bisa menggantinya, nak!"sindirnya memperlihatkan perbedaan pedang aslinya yang bobrok dengan pedang replika yang terawat rapi.

Dengan sembarangan Elion membuang replika pedang itu dan menempelkan gagang pedang asli pada pipinya.

Suasana yang hening menyadarkan mereka berdua tentang suara yang mungkin dihasilkan dari replika pedang jika jatuh ke lantai. "Gawat!! Kelewatan lagi!?"

"Sialan!!!" Alaric refleks melangkah jauh untuk mendapatkan pedang replika dengan kekhawatirannya yang sangat besar.

Untungnya sebelum bisa menyentuh lantai, tangan Alaric mampu meraih pedang itu meskipun membuat beberapa kertas kuno di meja tatakan pedang jatuh berantakan. "Elic!! Kau ini me- uhuk!!"

Suara batuk yang tiba-tiba memecah keheningan membuat Elic dan Alaric menegang seketika.

"Gawat!! Ini salahku!" Elic Kembali ke wujud mininya menepuk punggung Alaric panik. "Hentikan batukmu cepat!!"

Mereka berdua saling pandang, menciptakan ketegangan sejenak. Alaric berusaha meredakan batuknya dengan cepat, sementara Elic mengawasi sekeliling, khawatir suara batuk tersebut akan menarik perhatian orang lain.

Setelah batuk mereda, suasana tegang perlahan surut. Elic merosot seakan kehilangan tenaganya karena ketegangan tadi.

"Untunglah batuk itu tidak menarik perhati-"

Tok tok tok.....

Tok tok tok.....

"Apa ada orang di dalam!? Yang mulia? Anda di dalam? Kami akan buka pintunya sekarang!" suara pengawal istana kembali mendebarkan jantung.

Suara kunci pintu yang segera terbuka semakin mempercepat debaran jantung Alaric. Wajahnya sekarang pucat pasi membayangkan dirinya tertangkap basah memasuki ruangan khusus ini.

Cklek!!

"Permisi? Apa ada-..... Anda?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!