Seluruh kelompok dari tingkat pemula berkumpul di ruang kelas menunggu kedatangan Master Luxy sang guru seni berpedang di akademi.
Tidak seperti kelompok lain yang sudah akrab diantara anggotanya, kelompok Alaric terlihat berpencar dengan pikiran yang sedikit gelisah. Sesuai apa yang mereka sepakati, tes Aura akan menjadi penentu siapa yang akan menjadi pemimpin kelompok mereka.
Awalnya mereka mengira Amara lah yang akan mendapatkan nilai tertinggi dari tes aura kali ini. Namun setelah Amara menegaskan tidak ikut salam taruhan, semuanya kembali lega dan tinggal nilai lainnya yang akan menentukan.
"Aku yakin auraku sedikit besar setiap kali aku melakukan teknik pernafasan. Jadi, ini akan menjadi pertaruhan yang baik bukan?" Alaric sangat bersemangat menunggu sang Master yang tak kunjung datang dari setengah jam kelas dimulai.
Elic hanya memutar matanya malas sembari mengelilingi ruang kelas yang sudah sangat berbeda dari 300 tahun yang lalu. Berbagai alat canggih terletak di rak rak dalam kelas membuat rasa penasaran Elic semakin besar.
"Kudengar Putri Julia Nixalba ditemukan meninggal di lorong menuju kamar asramanya ya?"
"Bukan kah dia salah satu murid tingkat kedua? Bagaimana bisa?"
"Kudengar, perutnya tertusuk sesuatu, tapi alat pembunuhan tidak di temukan di sekitarnya."
"Pasti para Master sedang mencari alat pembunuhan itu. Maka dari itu Master Luxy tidak kunjung datang."
"Sayang sekali, padahal dia salah satu senior yang cantik di akademi."
Alaric menyimak seluruh pembicaraan dari kelompok lain. Dia tidak mengenal Putri Julia namun nama keluarganya cukup terkenal sampai ke dirinya yang terkurung di istana Ruby dulu bisa mendengarnya.
"Nak, Nixalba itu bukannya keluarga di perbatasan Utara ya?" Elic ikut penasaran dengan berita yang dia dengar. Dengan jarinya yang mengetuk dagu, dirinya berlagak menjadi detektif dengan mengintrogasi Alaric.
Alaric tidak memperdulikan Elic. Matanya yang menatap jendela kelas melihat Valerian melewati kelasnya dengan ekspresi yang begitu serius diikuti Ervelius dan beberapa teman sekelompoknya.
Mata mereka sempat bertemu namun Valerian hanya terlihat menghela nafas lega sebentar dan kembali fokus pada ucapan Ervelius di sebelahnya.
"Sepertinya ini masalah serius,"
Pintu tiba tiba terbuka. Master Luxy berjalan dengan langkah pasti menuju ke tengah ruangan. Semuanya terdiam menunduk takut di hadapan Master pedang satu ini.
Wajahnya penuh dengan bekas luka namun tidak menutupi ketampanannya. Rambut hitamnya yang lebat terpotong sangat rapi membuat garis tegas diwajahnya terlihat jelas.
"Yang menjadi Healer di setiap kelompok, segera keluar dari kelas ini!"seru Master Luxy mengebrak meja dengan suara yang sangat menggelegar.
Annabel bersama beberapa siswa lain berdiri dengan ragu ragu. Antara takut dan panik bercampur menjadi satu di dalam kepala mereka. Tidak ada satu pun yang bisa menatap master Luxy yang terkenal sangat kejam di Akademi Primavera.
Semua Healer itu pun berjalan cepat keluar dari akademi termasuk Annabel yang sangat takut melewati meja Master Luxy.
"Tunggu sebentar! Kau Annabel putri dari pengikut setia Duke Maristia, Count Gerdia kan?"tanyanya serius menatap Annabel dengan sangat intens. "Be-benar Master."
"Tetaplah disini, karena mungkin banyak yang akan terkapar dan butuh Healer sepertimu!!"
"Baa-baik, master!!"
Annabel kembali duduk di sebelah Amara. Sedangkan Master Luxy Fortitudo mengambil suatu alat di dalam rak yang penuh alat canggih itu.
Elic tidak bisa diam, dia mendekati Luxy dengan menatap kagum pada alat yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Benda dengan bentuk bulat sempurna di atas tatakan dengan warna yang begitu indah. Warna pelangi dan beningnya kaca bercampur di dalam lingkaran sempurna itu.
"Hari ini kalian akan mengukur aura yang kalian miliki untuk penempatan peringkat. Secara bergantian, kalian harus memegang benda ini dan menyalurkan aura kalian kedalamnya. Seperti ini."
Master Luxy mempraktekkan penjelasannya dengan menyalurkan sebagian kecil dari auranya kedalam bola bening itu.
Seketika cahaya berwarna merah terang bersinar dari alat itu. Semuanya menatap kagum dan bahkan Elic pun membulatkan matanya takjub dengan alat itu.
"Warna yang keluar akan beragam. Dari putih, kuning, hijau, biru, ungu dan merah. Semakin gelap warnanya maka semakin besar pula aura yang kalian miliki. Jadi, salurkan aura kalian sebesar mungkin untuk mendapatkan hasil terbaik. Kalian mengerti!?"
"Dimengerti Master!!"
Luxy mengangguk dan mulai memanggil satu persatu siswa untuk maju kedepan. Dengan tatapannya yang terlihat keji, Luxy membuat semua siswa yang berdiri dihadapan merasa takut dan dengan sekuat tenaga mengeluarkan aura mereka.
Aura para siswa sangat beragam, dari putih hingga hijau yang sedikit gelap. Theron dengan ekspresinya yang lelah menyeringai penuh kemenangan kepada Alaric karena nilainya yang saat ini melampaui semuanya dengan warna hijau gelap yang akan berganti menjadi biru, seakan berkata, "bersiaplah menerimaku menjadi pemimpin, Alaric!"
Alaric melengos tidak peduli dan semakin membuat Theron kesal bukan main. Dan seperti yang dikatakan Luxy sebelumnya, siswa yang selesai mengeluarkan Auranya mendadak lemas. Saat itulah bantuan Annabel sangat di perlukan. Itu juga termasuk Theron.
Annabel sangat kewalahan mendapat pasien yang terus menerus bertambah. Hanya siswa yang mendapat warna putih sampai kekuningan yang masih sehat dan duduk di tempat semula.
Sekarang giliran Amara yang dipanggil untuk mengikuti tes. Dengan aura yang mendadak mengalir ke seluruh ruangan, Amara mengeluarkan semua tenaganya untuk tes kali ini.
Semuanya menatap pada aura mencekam milik Amara yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Bola bening itu memancarkan cahaya perlahan dari putih.
Kemudian kuning.
Hijau.
Dan berakhir pada warna biru tua yang sedikit gelap.
Semuanya bersorak kagum pada peringkat tertinggi di tingkatan pertama itu. Bukanlah omong kosong jika Amara memang bisa setingkat dengan tingkatan kedua saat ini.
"Biru? Diusia ini? Wow...." Elic bertepuk tangan penuh kekaguman.
Tidak seperti kebanyakan siswa, Amara masih segar setelah tes itu dan kembali dengan langkah yang sangat percaya diri. Baju seragam biru gelapnya merangkul tubuhnya dengan elegan, memberikan sentuhan kesan keanggunan.
Rambutnya, yang terurai panjang, bergerak ringan dengan setiap langkahnya. Mata Amara dan Alaric bertemu. Namun hanya sekilas.
Amara refleks membuang muka dengan merah padam setelah memperlihatkan sosok tangguhnya. "Aku sangat malu memperlihatkan sosok ini padanya, aku tidak terlihat seperti cowok kan?"
"On... Rion... ALARIC ELDORION!!"
Suara Master Luxy yang memekakkan telinga membuyarkan lamunan Alaric yang membayangkan Amara bersanding dengan Valerian di singgasana Kerajaan. Dia refleks berdiri canggung dengan tatapan seluruh siswa yang sangat meremehkan nya.
"Apa yang kupikirkan? Tapi.... Jika Val harus menikah, sepertinya dia adalah wanita yang cocok bersama Val,"pikir Alaric mengangguk angguk pelan masih melanjutkan lamunannya.
"Apa yang kau lakukan!? Cepat ke depan!!"
Elic cekikikan mendengar Alaric yang dimarahi itu. Melihat wajah Alaric yang menahan amarah sangat menghibur bagi Elic, "Kenapa? ga bisa ngelawan? Hah! Hah!" Elic berpindah di sebelah Alaric menyenggol bahu Alaric pelan.
Berisik! Aku akan menghabisi mu nanti, Elic!
"Kutunggu~" Elic tertawa dengan menunjukkan wajah wajah bodohnya di hadapan Alaric.
Giliran Alaric pun tiba. Meskipun bukan yang terakhir, tapi semua mata tertuju padanya. Mengingat dirinya juga adalah pangeran kedua dari keluarga kerajaan.
Alaric mulai menyentuh permukaan bola bening itu dengan kedua tangannya. Dibantu Master Luxy yang menyentuh tangan Alaric menyuruh untuk fokus pada bola bening itu.
"Sekarang salurkan semua auramu kedalam alat ini."pinta Master Luxy yang mendapat anggukan dari Alaric.
Kurang berapa siswa lagi sekarang? Berapa lama lagi aku harus berada di ruang kelas ini? Pembunuh itu masih berkeliaran dan aku masih tetap disini?
Alaric terus mendengar suara hati Luxy yang penuh dengan kutukan untuk sosok pembunuh itu. "Ini pasti masalah besar."pikir Alaric tidak bisa fokus.
"Kenapa malah diam? Cepat salurkan!!" Master Luxy semakin tidak sabar dengan Alaric.
Beberapa siswa bahkan tertawa disaat seperti ini. Dan itu terdengar jelas di telinga Alaric.
"Jangan kau salurkan kalau ga mau muntah darah, nak!"ujar Elic tiba tiba.
Namun terlambat, Alaric tidak mendengar apapun dan fokus pada aura yang akan dia keluarkan.
Sesuai perintah Master Luxy, Alaric menyalurkan semua auranya dengan sekuat tenaga hingga urat urat tangannya mencuat memaksa aura untuk keluar.
Alat itu bersinar.
Kemudian langsung meredup kembali seperti semula. Semua yang menunggu mencoba fokus pada warna apa yang muncul pada lingkaran kaca itu.
Tidak ada.
Tidak ada warna apapun yang muncul. Bahkan tidak dengan warna putih sekalipun. "Tidak mungkin! Seharusnya ada satu warna yang muncul!"
Alaric kembali memusatkan tenaga dalamnya dan menyalurkannya. Alat itu masih tidak bergeming.
Berkali kali Alaric mencoba mengeluarkan Auranya hingga jantungnya sesak. Nafasnya tersengal sengal dan matanya mulai berbinar binar.
"Tidak mungkin! Aku yakin ada setidaknya banyak Aura di dalam diriku. Aku pasti akan mengeluarkannya!"
.
.
.Karya ini merupakan karya jalur Kreatif
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments