Disisi lain, di kantin sekolah Dina sedang di tunggu seseorang. Dia adalah Cakra. Namun, Dina tidak datang. Dina hanya menitipkan surat berwarna coklat kepada Rendy untuk kemudian surat itu di sampai kan ke Cakra. Sesampai nya di kantin, Rendi segera memberikan surat itu kepada Cakra.
"Surat dari Dina." ucap Rendy kemudian berlalu pergi.
Cakra lalu membuka surat itu.
"Kak Cakra maaf... kita bukan orang cocok."
🌟🌟🌟
Dina berjalan dengan cepat melewati jalan aspal menuju ruang kedatangan. Melewati pintu, mata Dina langsung tertubruk ada sesosok yang begitu ia kenal, yang padanya telah ia serahkan hatinya. Seorang sahabat yang seiring waktu membuat ia jatuh cinta sama dia tanpa pernah dia sadari, atau sesungguhnya dia menyadari itu tetapi mendiamkanya sebab dia tidak punya perasaan yang sama seperti terhadapnya.
Tidak banyak yang berubah darinya. Rambutnya masih gondrong acak-acakan. Pakaian yang menempel di tubuhnya masih dengan gaya yang serupa, celana jeans dan kaos oblong lusuh dengan sepatu kets usang menempel di kaki. Apakah baunya masih sama? Dina belum tahu. Sudah tiga tahun lebih Dina tidak bertemu dengannya sejak duduk di bangku SMA. Dina sekolah di Indonesia, dia menetap London membuka tempat kursus musik bersama kawan SMA nya, juga kabarnya tengah mempersiapkan sebuah album etnik kontemporer yang dibiayai oleh Lembaga Indonesia di London.
Ia tersenyum. Masih sama seperti dulu, hangat. Memeluk tubuh Dina dan langsung tenggelam dalam tubuhnya. 170cm dibanding 163cm. Baunya masih sama, keringat khas lelaki. Hangat tubuhnya juga masih tak berbeda.
“Makin cantik aja kamu.” ucapnya sembari melepaskan pelukan dan memandang wajah Dina. Sebentar hati Dina bahagia atas pujiannya, Dina merasakan panas pada wajahnya, mungkin merah. Dina lalu menunduk.
“Bawa kendaraan atau kita naik taksi?” ucap Dina.
“Aku bawa mobil.”
Mereka berjalan beriringan menuju tempat parkir. Dia menggenggam tangan Dina persis seperti dulu kalau mereka sedang jalan berdua. Genggamannya kokoh. Dina merasa begitu aman di dekatnya. Ketika mereka tengah asyik berjalan sambil bergandengan tangan, tiba - tiba seorang wanita berambut panjang dari gaya pakaian dan rambutnya wanita itu menyamai Dina.
Sembari merangkul bahu Roy, "Hei bro masa aku ditanggalkan disana." ucap Vina.
Dina terkejut dan menatap Roy seolah - olah meminta penjelasan tentang siapa wanita yang datang bersama nya itu.
"Ini ..."
"Kamu Dina kan? Temannya Roy kan? Kenalkan aku kekasih masa kecilnya kami saling kenal sejak umur kami lima tahun. Waktu kecil saling panggil suami istri."
"Kalian sangat akrab ya?"
"Iya ... Ibu nya Roy suka sekali berlebihan bilang aku menantunya."
"Ah bukan, dia adik angkat ku. Ibu ku menyuruh ku untuk menjaganya dan dia datang kesini sekalian mau liburan. Namanya Vina." ucap Roy menjelaskan.
"Kamu harus jaga aku loh, cepat belikan aku makan!" perintahnya. Roy lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Hai kakak Dina, kak Roy banyak loh bercerita tentang kamu. Ternyata kakak benar - benar cantik dari yang aku duga." ucap Vina sembari terus bergelayut manja di lengan Roy, sementara Roy seakan - akan risih dengan apa yang Vina lakukan.
Roy datang dengan tiga es krim di tangan. Satu di berikan pada Vina, Vina memegang bahu Roy sembari mengucapkan terimakasih.
"Thank you bro."
Kemudian Roy memberikan es krim satunya lagi ke Dina. Mereka pun jalan bertiga.
Mereka berbicara banyak di dalam mobil menuju rumah Dina. Bertanya tentang kabarnya, kabar kawan-kawan lama yang juga sudah lama tidak bertemu. Saya tanya kabar pacarnya, katanya baik.
🌟🌟🌟
Anastasia Vina Sesilia wanita berumur 19 tahun, tidak tinggi, tidak putih, dan dia biasa saja. Namanya adalah Vina. Dia mahasiswi di salah satu Perguruan tinggi di London. Teman masa kecil Roy. Vina memiliki ambisi akan melakukan cara apa saja demi untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
🌟🌟🌟
Malam itu Dina dan keluarga berkumpul di rumah. Malam ini mereka berkumpul di rumah Dina untuk menyambut kedatangan Ayah dan Kakak nya bersama tamu sekaligus teman lama orang tuanya yaitu keluarga Widjaya seorang pengusaha sukses di bidang real estate karena ia baru saja pulang dari Amerika. Dina merasakan malam ini sangat ditunggu untuk bercengkerama bersama, menahan kerinduan, sekaligus bernostalgia bersama sahabat lama. Ibunya menyediakan makanan dan minuman. "Nak, coba bereskan hidangannya ke meja makan," ucap Ibu Zeila. Dina dengan gesit membereskannya dibantu oleh kakanya, Maria.
Banyak makanan tersaji. Dari mulai pepes ikan, goreng ayam, capcay, sambal goreng kentang dan juga goreng bala-bala sebagai pelengkap. Mereka menyantap makanan bersama-sama sambil sesekali ada obrolan. "Roy, gimana suasana sekolah baru mu disana?" sela ayah Bagaskara, Ayah Dina Mariana dan Maria.
"Disana Roy merasa betah Karen keinginannya untuk bersekolah sambil melanjutkan sedikit usaha Ayah."
"Wah sepertinya mbak yu sukses membimbing Roy hingga bisa seperti sekarang." ucap Ibu Zeila.
"Jeng Zeila bisa aja." ucap ibu Mariam.
Kemudian ibu Zeila melirik kearah gadis yang duduk di sebelah Ibu Mariam.
"Siapa dia?"
"Oh dia, teman kecil Roy sekaligus anak angkatku. kali ini dia ikut ke Indonesia karena sementara dia libur kuliah."
"Dia cantik kayak kamu waktu masih muda." ucap ibu Zeila memuji anak angkat tuan Widjaya.
"Tante juga cantik." ucap Vina memuji.
Dina dan keluarga menikmati kebersamaannya. Tidak terasa waktu sudah menunjukan jam 21.00. Mereka pun pamit pulang.
Note : Mereka tidak jadi menginap☺️.
🌟🌟🌟
Gerimis terus bergulir. Membasahi jalanan kota. Awan masih terlihat kelabu. Burung camar di sudut rumah kosong enggan mengepakkan sayapnya. Roy masih terbaring di kasur. Nikmat sekali. Belum habis rasanya dunia mimpi di jelajahi, tapi bunyi alaram terus berdering menyuruh bangun. Hari ini, hari pertama Roy masuk kuliah. Roy kuliah di universitas yang sama dengan Dina. Ini kejutan dari Roy buat Dina. Meski raga menolak, tetapi Roy berusaha bangkit. Teringat harapan ke dua orang tuanya yang di bebankan di kedua pundak anak laki - laki nya itu. Tidak enak rasanya baru saja bertemu membagi rindu dan harapan lalu merusaknya. Roy memaksakan diri. Melawan kantuk yang mendekam.
Dengan cepat Roy matikan alaram yang dari tadi berisik mengganggu telinganya. Mau copot rasanya kedua telinga Roy. Jleeebb. Tiba-tiba mata nya menatap tajam pada jarum pendek dan jarum panjang yang sedari dulu begitu mesra menunjukkan angka. Roy diam mematung. Siaalll. Tinggal lima menit lagi sebelum jam pertama dimulai. Padahal dosen yang mengajar adalah dosen yang terkenal killer. Bisa mampus nilai jika dipertemuan pertama memberi kesan yang buruk.
Kemeja polos biru dan celana jeans yang tergantung di lemari langsung ia kenakan. Tidak ada waktu bercermin. Dia juga tidak berniat untuk menebar pesona. Jantungnya berdetak kencang. Tangannya gemetar dengan sendirinya. Ia memcoba tenangkan tangan - tangannya yang gemetaran dengan saling pukul. Ia masih optimis untuk sampai di kelas tepat pada waktunya. Tidak banyak waktu.
"Bu, Roy pamit dulu ya!!!” teriak Roy kencang menghadap rumah sambil menaiki motornya lalu meninggalkan pekarangan rumah.
Langit yang masih mendung dengan rintihan air hujan tetap Roy hadapi. Roy melompat naik ke atas motornya berwarna merah. Matahari sudah semakin tinggi meski awan berusaha untuk mengahalangi bersama hujan yang kian menipis. Cahayanya menyiram lembut dedaunan di halaman rumah. Ditemani butrian air hujan yang jatuh beriringan membasahi tanah. Jam menunjukkan tepat pukul tujuh. Belum sempat Roy menyalakan motor. Tinggal dinyalakan saja padahal. Roy teringat sesuatu. Roy menengok kedua kaki yang telah siap di sadel. Sial, Roy lupa memakai sepatu dan hanya mengggunakan sendal. Langsung saja Roy bergegas kembali mengambil sepatu. Hanya mengambil. Nanti saja setibanya dikampus baru di pakainya. Yang penting sekarang ia bisa sampai ke tujuan tepat pada waktunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments