"Mereka pengennya kamu keluar bantara.” ujar teh Caroline.
"Ya udah sekarang pake tas kamu Dina!” ujar kang Jamal.
“Tidak, saya tidak mau!” bantah Dina.
“Cepetan pake!” sambung kang Jamal.
“Tapi aku masih ingin berjuang sama teman-temanku!” Jawab Dina.
“Tapi teman-temanmu udah gak mau berjuang lagi sama kamu, Dina!” sambung teh Irma.
“Maaf, tapi saya masih mau berjuang dengan Dina.” jawab Roy sedih.
“Tapi saya udah gak mau Roy!” Roy menjawab dengan sedih juga.
“Tapi saya masih tetap ingin Dina berjuang bersama kami. Saya tidak ingin Dina keluar!” Saut Roy sambil menjatuhkan air mata.
“Udah kamu Roy ngggak usah nangis! Biarin aja! Orang kaya dia nggak pantes ditangisin!” Saut Sofi.
“Diem kamu Sofi!!” Jawab Dina dengan kesal.
“Udahlah Roy, biarin aja orang kaya dia gak pantes bareng sama kita.” sambung Elma yang ikut menangis.
“Udah kalian diam! Tolong kalian jangan nangis gara-gara masalah ini. Aku nggak tega liat kalian kaya gini! Udah cukup! Kalau gini, baiklah, aku akan keluar dari bantara kalau emang ini yang terbaik!” ucap Dina sambil tak tahan menahan jatuhnya air mata.
“Dina jangannnn!!!” saut Roy sambil menangis kencang.
Tiba-tiba, sesuatu yang mengejutkan tiba. Seorang pria datang menghampirinya dengan membawa kue. Dina tahu siapa dia. Lalu Dina mengusap air matanya, ternyata dia adalah cowok popular yang ada di kelas Dina, Cakra. Lalu mereka semua bersorak sambil menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Dina. Ia pun terkejut, ternyata yang mereka lakukan tadi itu semua hanya sandiwara. Mereka semua mengerjai Dina. Sedih sekaligus senang yang Dina rasakan saat itu.
Seketika Dina menangis sambil berteriak: “AGHHHHHHH!! AKU DIKERJAIN!!!”
"Selamat ulang tahun Dina. Semoga di beri keberkahan umur, segala yang di cita - citakan semoga semua bisa terkabulkan. Aamiin." ucap Cakra.
"Sebelum meniup lilin, silahkan buat satu permintaan." ucap Cakra selanjutnya.
"Apa pun?"
"Ya, apa pun itu."
"Apa kamu akan mengabulkannya untuk ku?"
"Iya."
"Baiklah, aku akan membuat satu permintaan."
"Katakan lah!"
"Aku nggak akan meminta yang aneh - aneh. Aku hanya minta satu dari kamu."
"Apa itu?"
"Bimbing aku belajar. Apa kamu sanggup?"
"Apa hanya itu permintaan mu?"
"Baiklah aku akan melakukan nya untuk mu."
🌟🌟🌟
Dilapangan basket.
Dina menyampaikan kabar bahagia ini ke pada Roy.
"Roy, akhirnya Cakra mau ngajarin aku." ucap Dina sembari tersenyum.
"Heh... itu doang."
Pada saat yang bersamaan Cakra lewat dan berpapasan dengan Lena.
"Kak Cakra mau keperpustakaan ya?" tanya Lena.
"Hmmmm."
"Lena ikut, sekalian Lena mau belajar bersama kak Cakra." Mereka pun pergi bersama.
Selepas mereka pergi.
"Selera Cakra seperti Lena. Udah cantik, modis, pintar, jauh bandingan nya dengan mu." ucap Roy sembari memperhatikan Dina dari kepala hingga kaki.
"Kayak gitu?"
"Hmmm."
"Aku juga bisa."
Dina pun mempraktekkan nya.
Mula - mula Dina berlagak seperti cewek polos yang belum mengerti apa - apa.
Dengan suara manja dan di buat - buat seanggun mungkin, "Bang, bantu Ade buka dong! Ade nggak kuat." ucap Dina sembari menyodorkan satu botol minuman, tapi karena Dina terlalu kuat menekan botol itu, botol itu terbuka dengan sendirinya dan isi botolnya terciprat ke baju Roy.
"Kamu ngapain sih?"
Sembari memukul - mukul dada Roy, dan dengan masih gaya centil dan manja nya, "Adek benci Abang."
Roy memegangi dadanya yang sedikit sakit, "Kamu nggak ada cocok - cocok nya jadi wanita feminim."
Tiba - tiba Roy mempraktekkan nya, "Bang, kamu kasih Lena belajar, apakah tidak ada cewek lain iri kah? Bang, kamu bawa Lena ke kafe cewek lain nggak marah kah? Bang, cewek itu seram banget nggak kayak Dina lemah lembut dan sengat perhatian." ucap Roy panjang lebar mempraktekkan nya.
"Aku punya senjata rahasia."
Dina mengeluarkan sepatu heels berwarna silver dari dalam tasnya.
"Nggak ada cowok yang nggak akan takluk dengan godaan cewek berheels tinggi." ucap Dina sembari meletakkan heels nya ketanah kemudian memakai nya lalu mencoba nya berjalan dengan heels tersebut.
Namun semua di luar dugaan. Dina tidak bisa menggunakan heels tersebut, bukan karena heels kekecilan atau kebesaran melainkan memang ia belum terbiasa menggunakan heels.
Note : Maklum Dina terbiasa dengan sepatu, celana panjang dan baju kaos.🤣🤣🤣
Roy melihat itu sedikit ngeri melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Cih ... apa - apaan ini? Godaan apanya, jalan aja masih kayak itu."
"Kamu nggak tau ya, pakai heels ini sungguh sangat susah."
Roy pun mengambil heels itu lalu memakainya kemudian mempraktekkan cara berjalan menggunakan heels itu. Dina sampai melongo melihat itu karena Roy berhasil menggunakan nya.
Dina bertepuk tangan.
"Terakhir, nembak."
Roy saat ini sedang duduk di kursi sembari makan kuaci terkejut karena Dina tiba - tiba memukul meja Roy dengan sangat kuat hingga kuacinya berhamburan di lantai.
"Bang, aku suka kamu. Kalau kamu nggak suka aku awas aja."
"kamu mau nembak atau mau ajak ribut?"
"Aku nggak bisa, coba kamu lah beri contoh."
"Sini aku."
Roy mendorong tubuh Dina hingga menyentuh pagar.
"Dari pada aku senang, aku berharap kamu lebih senang."
Sembari menatap mata Dina, "Aku takut kamu bahagia bukan karena aku, aku suka sama kamu"
Itulah ungkapan hati Roy yang sebenarnya untuk sahabat nya itu, tapi Ia sadar jika pria yang di sukai Dina bukanlah dirinya melainkan teman satu kelasnya.
Dina mendorong tubuh Roy. "Wah... ternyata kamu sangat hebat."
"Iya dong. Cepat panggil aku Ayah, aku nakal ajarin kamu lebih banyak lagi."
"Aku sudah puji kamu, malah mengharap lebih."
Mereka pun pergi meninggalkan lapangan itu.
🌟🌟🌟
Keesokan harinya.
Dina berangkat kesekolah dengan berdandan selayaknya wanita pada umumnya. Memakai rok, sepatu dan mengikat rambutnya dengan sewajarnya saja. Dina berjalan di halaman sekolah dengan sangat anggun hingga semua mata tertuju padanya. Cakra saat ini sudah menunggu Dina di koridor sekolah. Ketika Dina sudah sampai di koridor sekolah, Cakra melihat Dina hampir tak mengedipkan mata.
Sembari tersenyum, "Hallo selamat pagi."
Namun, Cakra tetap diam tak bergeming.
"Hallo." ucap Dina mengulangi.
Cakra pun tersadar, "Ya ada apa?"
"ini jadi nggak belajar nya?"
"Ya, jadi dong."
Mereka pun mulai bejar.
Roy memperhatikan mereka dari jauh.
"Bang, kamu sudah lepasin dia?" ucap Rendy sahabatnya Roy.
Dengan berwajah sedih dan berusaha untuk tetap tersenyum, "Aku berharap dia bahagia. Ayo kita pergi."
🌟🌟🌟
Di dalam kelas Dina sedang tidak ada guru, sehingga mereka pun terdengar ribut sehingga guru yang lain masuk kedalam kelas dan marah-marah. Setelah kepergian guru tersebut, Dina dan Roy langsung membicarakan guru yang tadi. Mereka bilang bahwa guru IPA itu tampan dan hanya bersikap baik pada murid perempuan saja.
Ketika Dina lengah, Roy diam - diam melukis wajah Dina lewat pantulan kaca jendela. Dina sepintas memperhatikan itu, namun Dina tak tahu pasti Roy sedang menggambar apa karena gambarnya abstrak, yang Dina tahu objek yang di gambar Roy seperti seorang wanita berambut sebahu.
"Apakah itu gambar wanita yang kamu suka?" tanya Dina menerka - nerka.
"Iya, dia adalah wanita yang aku suka." ucap Roy kemudian sketsa itu di masukkan kedalam buku berwarna coklat kemudian menutup nya.
Roy mengalihkan pembicaraan.
"Minggu ini kamu ada waktu nggak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments