Pukul 17.00 sore yang senja itu, Dina duduk di tepi pantai dengan pasir putih yang lembut di bawah kakinya. Ombak kecil bermain-main di sekitarnya, menghiasi pantai dengan irama yang tenang. Senja itu begitu indah, langit dipenuhi warna-warni spektakuler, terlihat seperti lukisan yang diciptakan oleh sang seniman alam.
"Sudah lama kamu di sini?" tanya Roy dengan lembut ketika ia sudah berada cukup dekat dengan Dina.
Dina tersenyum kecil. "Ya, aku sudah beberapa jam di sini. Pantai ini begitu memesona, rasanya aku seperti terhipnotis oleh keindahannya."
"Benar sekali," kata Roy sambil mengamati wajah Dina. Matanya berbinar saat memandang laut, seolah-olah menyimpan cerita dan rahasia yang mendalam.
”Aku suka senja, apalagi jika melihat burung-burung terbang ke arah barat, seakan-akan rumah mereka adalah senja.”
”Tetapi, aku tidak begitu mengerti senja. Bagiku tak ada sekat antara sore dan malam, antara sisa - sisa cahaya siang dan datangnya potongan - potongan malam.”
”Apa kamu tidak pernah bermain di pantai ketika sore hari? Ketika kamu lihat langit menggaris merah dan beberapa perahu berlayar lurus hanya menyisakan layarnya yang berkibar. Seperti sangat dekat dengan garis dunia itu. Seakan bersandar pada cahaya senja.”
”Tidak, aku hanya tahu pantai yang panas, dan sore hari aku pulang untuk beristirahat.”
”Jadi, kamu tidak pernah melihat senja?”
”Aku bisa melihatnya dari foto-foto.”
”Foto-foto tidak hidup, semuanya diam, seperti dunia tanpa waktu.”
”Kalau begitu berikan aku video yang merekam senja.”
”Tidak. Aku tidak punya. Aku saja jarang menikmati senja yang utuh. Kadang setahun dua kali, kadang setahun sekali, bahkan sering tidak sama sekali.”
”Lalu, di mana kamu bisa melihat senja yang utuh?”
”Aku hanya melihatnya ketika pulang ke rumah orang tua ku di London. Di sana ada bukit luas yang jarak pandangnya sampai ke pantai, dan ketika sore tidak akan ada yang menghalangi pemandangan terbenamnya matahari, termasuk senja itu.”
"Kalau begitu, aku akan membawamu ke suatu tempat."
"Ke mana kita pergi?”
”Ya seperti janjiku tadi pagi di sekolah.”
Mobil melaju kencang, jalanan semakin sepi, hanya kompleks perumahan yang berdempetan. Setelah sekitar satu jam perjalanan meninggalkan hiruk-pikuk kota, mereka sudah tiba di taman.
"Kenapa sepi sekali?"
"Setiap orang lelap dalam kesibukannya, tidak ada waktu untuk datang dan melihat yang seperti ini.” ucap Roy. Suasana menjelang malam yang sempurna, tetapi segala sesuatu yang terasa indah saat itu ternyata tidak berulang.
"Bagus sekali ya! Ayo dipotret!”
”Direkam saja!”
Roy menatap Dina dengan tersenyum, wajah putih yang teduh itu membuatnya urung untuk kecewa.
"Kalau begitu aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku, sekali lagi. Sesuatu yang spesial, dan aku yakin tak seorang pun bisa menirunya,” ucap Roy tiba - tiba.
"Apa itu?”
”Tetaplah menjadi senja."
"Kamu bisa aja. Oh ya apa yang ingin kamu katakan?"
Roy memberikan sebuah kotak mungil berwarna putih, Dina pun menerimanya kemudian bertanya.
"Apa ini?"
"Buka saja."
Setelah di buka, Dina terkejut melihat isi nya. Sebuah kalung pasangan.
Roy bertanya, "Apa kamu menyukainya?"
Dina mengangguk, "Iya aku menyukainya."
Roy lalu membantu memakaikannya.
"Simpan selalu kalung ini ya. Ini sebagai bukti kalau kita pernah saling mengenal."
Tiba - tiba handphone Roy berdering.
"Din, aku tinggal sebentar ya." ucap Roy kemudian menjauh.
"Ya mah ada apa?"
"Jadikan."
Dengan berat hati, "Ya."
Telepon pun di akhiri.
Roy kembali kesisi Dina.
"Ada yang ingin aku katakan sama kamu."
"Tentang?"
"Mama menyuruhku kembali London."
Tiba - tiba dada Dina berdegup kencang dan mata mulai berkaca - kaca.
"Ada apa, kok tiba - tiba?"
"Ini tidak tiba - tiba. Mama ku sudah lama menyuruh ku meninggalkan Indonesia dan kembali ke London tapi aku masih bertahan disini untuk kamu. Tapi sekarang aku sudah tidak khawatir tuk meninggalkanmu karena sekarang ada dia bersamamu. Baik - baik lah kamu bersamanya dan semoga bahagia selalu." ucap Roy, matanya pun kini mulai berkaca - kaca.
"Apakah tidak ada cara lain, selain balik keluar sana?"
"Kamu kan tahu kalau ada keinginan mama ku lalu tidak segera di penuhi, bisa - bisa penyakit nya kumat lagi."
Kini Dina mulai menangis tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Roy segera menghapus air mata sahabatnya itu.
"Kamu Jangan menangis. Kamu bisa kok berkunjung kesana jika kamu merindukan aku. Atau paling tidak kan ada handphone yang bisa kamu gunakan kapan pun di mana pun saat kamu merindukan aku."
"Tapi kenapa kamu harus pergi."
Roy pun memeluk Dina, "Kamu jangan menangis lagi." ucap Roy yang saat ini pun sudah menangis.
Setelah melepas pelukannya, Roy memberikan sebuah buku berwana hijau kepada Dina dan Dina pun menerimanya kemudian bertanya, "Apa ini?"
"Buka Lah."
Dina membuka buku itu.
"Itu adalah buku kontak yang aku kumpul kan selama 19 tahun. Jika kamu ingin berkelahi ajak lah mereka bersama mu. Katakan saja nama kamu kemereka, aku juga sering bercerita tentang kamu kemereka. Jangan berkelahi sendirian." ucap Roy menjelaskan.
Mereka kembali berpelukan hingga akhirnya sama - sama melangkah pergi dengan jalan yang berbeda.
"Aku melakukan ini agar kamu bisa bahagia dengan pria pilihan mu. Aku tidak mungkin bersama mu selamanya karena aku cemburu melihat mu saat bersamanya. Jika kamu bahagia aku pun ikut bahagia. Aku rela melakukan apa saja, asal kamu bahagia." ucap Roy dalam hati sembari terus melangkah pergi tanpa menoleh kebelakang.
🌟🌟🌟
Tak kenal maka tak sayang. Sama seperti sebuah persahabatan, awalnya memang saling tidak kenal tetapi seiring berjalannya waktu pasti akan saling mengenal hingga akhirnya sangat dekat. Sampai-sampai di antara salah satu sahabat itu tidak ada yang menginginkan sebuah perpisahan. Percayalah ketika kita sudah mempunyai sahabat pasti kita tidak mau lepas dari sahabat kita. Bawaannya ingin selalu sama dia terus kalau ke mana-mana, tidak ingin pisah, walaupun pisah sebentar pasti sudah rindu lagi. Dan saat berada di dekatnya, kita selalu bahagia karena banyaknya tawa yang dihadirkan.
❤️❤️❤️
Sinar mentari pagi minggu itu menerobos jendela kamar Dina dan jatuh tepat di atas kelopak mata. Dina terbangun, meski setengah sadar, Dina berdiri untuk membuka tirai jendela, dan membiarkan cahaya matahari itu sepenuhnya masuk ke dalam kamar mungil bernuansa abu - abu.
Dina melirik sebuah foto yang tergantung rapi di samping jendela kamar. Di dalam foto itu, terdapat seorang remaja cewek dan seorang lagi remaja cowok. Tampak kegembiraan dan kebahagiaaan saat itu, membuat mereka lupa akan masalah - masalah yang ada. Ya! itu Dina, dan cowok itu .. Huft! Dia sahabat Dina. Roy namanya. Mereka tumbuh bersama, mengawali hari bersama. Mereka selalu bersama. Tak terhitung suka dan duka yang telah mereka lalui bersama. Meski ada pertengkaran kecil yang seringkali terjadi akibat perselisih pahaman, mereka selalu dapat melerainya dengan tawa dan candaan. Dia lucu dan suka melawak. Ia tak pernah gagal membuat gelak tawa muncul. Dia selalu menasihati saat Dina salah dan mensupport apa yang Dina ingin dan aku impi - impikan. Dia ada dan selalu ada.
Ah, sudahlah. Dina berjalan meninggalkan foto itu tergantung. Balkon! Disanalah Dina mencurahkan segala isi hati. Tentang apapun.
“Krieekk”
Engsel pintu kaca kecil berbunyi. Dina tumpukan siku ke pagar balkon, sambil memandang padang rumput luas di hadapannya. Mulutnya mulai terbuka,
“Kuatkan aku menghadapi hari esok, Tuhan! Hari yang akan membuat beribu butiran air mataku jatuh. Kuatkan aku Tuhan.”
Pasti penasaran tentang hari yang ku takutkan? Sebenarnya itu tak menakutkan, namun mungkin ia terlalu lebay berkata bahwa hari itu menakutkan. Hari Perpisahan.
#####
Hari Senin. Dina siap, Dina siap untuk melepasnya. Dina pasti siap. Dina berjalan ke arah lobi bandara. Ternyata sudah banyak sahabat - sahabat Roy yang datang. Hampir semua wajah mereka murung, entah apa yang ada di pikiran mereka kala itu. Mata Dina mencari seseorang, nah itu dia!
“Roy.” Dina berteriak lalu berlari kearahnya.
“Sudah siap untuk hari ini Din?” ucap Roy sambil tersenyum.
“A... Ak ... ku ... siap.” Dina menjawab dengan ragu - ragu, senyumannya memudar.
“Tak usah sedih, setiap pertemuan pasti ada perpisahan.”
Roy merangkul Dina masih terpasang senyum menghiasi wajahnya. Dina kembali menarik sudut bibirnya, berusaha tersenyum.
“Aku mengerti.” ucap Dina
Roy menarik tangan Dina untuk duduk. Seperti ada berjuta kupu - kupu memenuhi perut Dina saat itu. Dina merinding, jantung Dina berdegup kencang. Dina menatap mata Roy. Dia mengangguk pelan, memberi Dina kepastian. Dina tersenyum. Sepanjang jalan Roy merangkul Dina dan menghiburnya.
Dina kembali menatap mata Roy dalam - dalam. Air mata Dina tak berhenti keluar, seperti tiada rem. Roy membalas tatapan matanya.
“Sudahlah jangan menangis, tak ada gunanya kamu menangis.” ucap Roy.
“Aku tak ingin kehilangan seorang sahabat sepertimu.” ucap Dina menunduk.
Roy menaikkan wajah Dina, “Dengarkan aku Din. Aku ada untukmu, untuk menjagamu. Aku ada untukmu, untuk melindungimu. Kamu tak akan kehilanganku Din. Aku ada di dalam hatimu, aku selalu ada disana. Aku menjagamu dari sana. Zaman sudah canggih, kamu bisa menghubungiku nanti. Pasti, aku pasti kembali kesini, ke hadapanmu Din. Aku ingatkan, kamu harus terus bermimpi untuk meraih cita - citamu walau aku tak ada di sampingmu saat itu. Aku disana juga akan berusaha meraih cita - citaku. Kamu bisa, aku bisa, kita bisa! Satu lagi, Jangan pernah terlintas di pikiranmu, bahwa aku akan melupakanmu dan mendapatkan sahabat yang lebih baik darimu. Ku yakinkan, tak ada! Ingat, kita sudah bertahun - tahun bersama, kamu tahu apa kelemahanku, kelebihanku, begitu juga sebaliknya. Dari kecil kita sama, mengawali hari bersama. Kamu adalah sahabat terbaik yang pernah ada.”
Dina semakin menangis, ia begitu tahu, dan mengerti isi hati terdalamku, dan apa yang ia takutkan jika kami jauh. Roy memeluk Dina erat, Dina tak mau lepas, Dina ingin selalu dipelukannya.
"Ini hari terakhir aku disini, nanti malam aku sudah berangkat ke London.” ucap Roy kemudian.
“Secepat itu kah, Roy?” tanya Dina memastikan.
“Maafkan aku Din, aku tak tahu tentang ini.” Jelasnya iba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Anita Jenius
Mampir lagi kak..
2024-04-04
0