"Bi, dimana Serena?"
Tanya Reymond saat berpapasan dengan Inah di dapur.
"Lagi main sama Mamang di belakang Mas, " jawab Inah. Jempol tangannya menunjuk ke belakang.
Reymond mengangguk, "Tolong siapkan Serena, aku mau dia jemput Mama di rumah sakit." Ucap Reymond kemudian meneguk air yang baru saja dia tuang.
"Loh, memangnya Ibu sudah sembuh Mas?" Tanya Inah kaget.
Reymond mengangguk, kemudian berlalu begitu saja. Sejak kejadian Sebastian yang mengurungnya di gudang kala itu Reymond hanya bersikap baik pada Inah dan Andi saja sedangkan pada yang lain Reymond tak segan-segan memaki atau meneriakinya, bahkan pada adiknya sendiri.
Rumah Lubis tidak hanya memiliki Inah sebagai asisten rumah mereka, ada sekitar 20 orang yang bekerja di sana dan semua pembantu rumah itu takut pada Reymond yang sekarang, mereka akan menundukan kepala mereka jika bertemu dengan putra kedua Widya ini.
"Panggil Zyn dan Leon ke sini." Titahnya pada seorang wanita yang bekerja di rumah itu.
"Baik Tuan Muda," jawab wanita itu lalu segera berlalu.
Tak ada yang berani memanggil Reymond dengan sebutan ' Mas ' seperti Inah, kebanyakan dari mereka memanggilnya Tuan Muda.
Reymond merogoh ponselnya dari dalam saku jas nya, dia menggulir layar dan menekan nomor lalu mendekatkan ponsel itu ke telinganya.
Tuuuutttt..
Satu panggilan langsung tersambung.
"Dimana lo?"
"Balik sekarang, kalo enggak gue seret lo."
Para pembantu yang mendengar kata-kata Reymond menekan saliva mereka, tak ada yang berani bicara dengan Tuan Muda yang sangar dan kejam seperti Reymond Angkara Lubis.
"Abaaaanggggg...."
Serena kecil berlari dengan riang ke arah kakanya yang sedang duduk di ruang tengah, Serena kecil nan menggemaskan sangat di sukai para pembantu di rumah besar itu. Tak jarang mereka akan tersenyum jika melihat Serena yang selalu di manjakan kakak-kakaknya, seperti sekarang Serena sedang berada di gendongan Reymond dan sedang bercerita tentang kegiatannya hari ini. Para pembantu yang melihat itu tersenyum melihatnya, tapi langsung menunduk jika Reymond menatap mereka.
"Bibi bilang abang mau jemput Mama?"
Reymond menganggu mengiyakan, "Kamu siap-siap dulu yah?"
"Asiiikkkk... "
Cup! Cup!
Serena sangat senang, gadis kecil itu mencium pipi abang tampannya dengan senang. Lalu turun dan naik ke atas di ikuti dengan dua pengasuhnya, sedangkan Inah masih berdiri di sana. Reymond geleng-geleng kepala melihat tingkah lucu adik bungsunya.
"Mas Rey, Bibi boleh ikut kan jemput Ibu?"
Reymond menoleh menatap sekilas Inah.
"Ngapain bibi ikut? Bibi gak ada kerjaan apa di rumah?" Ucap Reymond ketus dan dingin.
Padahal Inah yang di katai seperti oleh Reymond tapi yang takut justru para pembantu yang lain.
'Bi Inah berani banget bicara gitu sama Tuan Muda.' Benak salah satu dari mereka.
'Ya ampun... Bi Inah itu cari mati apa,' ucap yang lain.
"Yah... Bibi juga kan bosen atuh Mas di rumah terus, pengen atuh sekali-kali jalan-jalan keluar." Ucap Inah merajuk.
Reymond geleng-geleng kepala, melihat Inah entah kenapa Rey merasa seperti melihat Widya yang selalu merajuk seperti itu.
"Yah... Mas, Bibi ikut yah?"
Yang membuat semua semua orang kaget adalah dengan beraninya Inah duduk di sebelah Reymond dan mengguncang lengan kekar Reymond.
"Ayolah Mas Rey... Kali ini saja, ijinin Bibi ikut yah?"
Reymond berdecak, "Ck! Bibi udah kaya Mama aja." Ucap Reymond.
"Dah ah, Rey mau mandi dulu." Ucap Reymond bangkit.
"Tapi bibi ikut kan Mas Rey?"
"Iya... Bawel." Jawab Reymond ketus.
"Eh teu sopan budak teh nya ka kolot ngomong kitu."
( Eh gak sopan yah seorang anak bilang seperti itu sama orang tua)
Reymond berbalik, dahinya mengerut kemudian menggelengkan kepalanya. Lalu kembali berbalik naik ke atas.
Setelah Reymond tak kelihatan para pembantu yang lain buru-buru mendekati Inah yang masih duduk di sana sambil senyum-senyum karena dia akan di ajak Reymond ke rumah sakit. Para ART itu berkumpul mengerumuni Inah.
"Ya ampun Bi, Bibi berani banget ngomong sama Tuan Muda."
"Bibi gak takut Tuan Muda bakalan hukum bibi?"
"Bi Inah keren, bisa ngomong gitu sama Tuan Muda."
Begitu banyak pertayaan yang mereka layangkan pada Inah, yang membuat Inah pusing dan memilih meninggalkan mereka semua. Lebih baik Inah mandi dan dandan yang cantik dari pada melayani pertanyaan mereka semua yang akan menjurus ke gosip nantinya dan berakhir Inah tak jadi ikut karena Reymond tak suka menunggu.
Sebelum berangkat Reymond mengumpulkan semua orang di ruangan tengah, bukan hanya para pelayan yang bekerja di rumah Lubis tapi juga para sopir, satpam bahkan keempat adiknya. Mata elangnya menatap semua orang yang berada di ruangan besar itu, semua orang menundukan kepala mereka tak berani menatap mata tajam Reymond Angkara Lubis.
"Ada apa sih bang lo ngumpulin kita semua?" Tanya Ryan membuka pembicaraan.
"Hari ini Mama pulang, kalian harus bersikap seperti biasa jangan katakan apapun yang menyangkut enam bulan kebelakang. Mama gak boleh tahu apapun." Tatapan Reymond tertuju pada Ryan.
"Terutama Lo Yan, mulai sekarang lo diam di rumah dan jangan bertingkah. Kalo sampe lo bikin masalah gue gak segan segan ngabisin lo." Ucap Reymond tegas.
Ryan dan yang lain diam tak ada yang berani menjawab ucapan Reymond yang singkat padat dan mampu membuat orang-orang takut meskipun ucapan itu bukan untuk mereka.
"Zyn, jaga dia. Jangan sampai keparat itu bikin ulah. Apalagi keluar rumah." Titahnya pada Zyn, matanya mendelik ke arah Ryan yang juga menatap kesal padanya tapi tak berani berbuat apapun.
"Iya bang." Jawab Zyn singkat.
Mata elang itu kini menatap wanita paruh baya yang berdiri tak jauh darinya, dialah Bi Nengsih kepala ART keluarga Lubis.
"Bi bersihkan rumah, buat rumah ini seperti saat ada Mama." Titah Rey yang di angguki Nengsih.
"Baik Tuan Muda."
Kemudian tatapan elang itu mengarah pada Inah yang menggandeng Serena. Tangan besarnya terulur ke depan adik kecilnya yang menggemaskan dan dengan senang hati si kecil menggemaskan itu menggenggamnya. si cantik menggoyang kan tangan kakaknya dan berhenti saat mereka hendak melewati Ryan.
"Bang sini nunduk, " tangan kecilnya melambai menyuruh Ryan menunduk.
Ryan menaikan sebelah alisnya bertanya. sedangkan si kecil berdecak. Dengan malas Ryan pun menundukan badannya.
"Apa? "
"Kata Mama, Bang Ryan jangan nakal." Telunjuk kecil itu menunjuk-nunjuk wajah tampan Ryan.
Ryan menghela napasnya, "Iya." Jawabnya malas.
Tangan kecil Serena menyentuh pipi Ryan, entah punya keajaiban apa dalam diri gadis kecil itu. Satu sentuhannya mampu menghipnotis Ryan dan segala pemberontakannya. Tapi tetap tak bisa menghilangkan sifat buruk dan kenakalannya.
Seperti itu juga saat Serena menyentuh wajah cantik Widya, seketika itu ingatan Widya kembali. Widya teringat saat Sebastian melamarnya dulu, pernikahan mereka yang di gelar dengan mewah dan kelahiran putra pertama mereka Sean Alison Lubis yang menjadi pelengkap kebagian pernikahan Widya dan Sebastian, dan yang terakhir sentuhan tangan mungil Serena yang pertama kali. Itulah saat Widya melahirkan putri bungsunya dan dokter menangkup kan bayi kecil itu di dadanya, seketika tangan kecil itu menyentuh pipinya, seperti itulah sekarang.
Serena menyentuh pipi Widya seraya menatap netra biru yang sama dengannya. bibir kecilnya tersenyum menatap Widya.
"Sayang, kenapa kau ada disini?" Tanya Widya.
Ingatan nya kembali ke terakhir kali saat Widya ada di kantor suaminya. Widya ingat jelas apa yang terjadi. Serena tak bisa menghapus ingatan orang, tapi mampu menetralisir emosi orang itu sehingga meskipun Widya ingat kejadian mengerikan itu Widya tak lagi berteriak dan ketakutan, dia bersikap tenang seolah-olah itu hanya mimpi buruk da Widya harus segera bangun.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments