'Katanya pengusaha hebat, di gertak gitu aja takut hahah.. 'Cibir Zyn kembali dalam hati.
"Zyn." Panggil Serena.
Zyn yang sedang sibuk mencibir Galaksi pun buyar langsung mendengar namanya di panggil oleh Boss Chetaz itu,
"Ah ya, kenapa?"
"Siapkan semuanya." Titah Serena tegas.
"Kau menerima kontrak kerja ini Serena?" Tanya Zyn memastikan. Bukan apa apa, baru saja sahabat sekaligus Boss nya itu mempersulit segalanya, dan sekarang?
"Telingamu gak tuli kan?" Ketus Serena.
"Tentu saja enggak, kau fikir aku sudah tua." Protes Zyn, mulutnya itu memang tak bisa di kendalikan.
buuggghh....
"Aaahhh... Sakit kak!"
Nah kan dapet senggolan keras dari Reymond karena sudah menyindir sang Tuan besar Lubis yang sedang duduk cantik disana.
"Jaga mulutmu itu."
Zyn melirik ke samping ke arah Sebastian yang sudah menatapnya horor, dengan susah payah Zyn menelan salivanya.
"Heheh.. Maaf Om, " ucapnya seraya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
Konyol memang si Zyn ini. Pria berusia 21 tahun yang sudah di anggap anak kandung oleh pasangan Tuan dan Nyonya Lubis ini kalo ngomong memang tak pernah di saring, asal ceplos saja saja begitulah akibatnya.
"40% , cukup kan?" Ucap Serena tegas.
Itulah saham yang akan Serena berikan sebagai tanda terjadinya kerja sama antara Galaksi Grups dengan Chetaz dan Cakhadara yang merupakan perusahaan Serena.
Galaksi kaget setengah mati mendengar tenor yang baru saja di sebutkan Serena. Sebenarnya Galaksi tak berharap Serena akan menyimpan saham dalam proyeknya, dengan di terimanya kontrak kerjasama ini saja Galaksi sudah senang. karena proyeknya akan berjalan lancar tanpa gangguan para gangster yang akan menghambat jalannya proyek pembangunan pabrik ini.
Serena menatap horor Galaksi yang tak kunjung menjawab pertanyaannya sedari tadi.
"Ba-baik lah saya setuju. Terimakasih banyak Nona." ucap Galaksi dengan terbata.
"Selamat Tuan Galaksi. Selamat."
Sebastian berdiri dan mengulurkan tangannya pada Galaksi seraya tersenyum.Tentu saja Galaksi akan menyambut uluran tangan Sebastian yang merupakan rekan kerja sekaligus teman kuliahnya dahulu.
" Trimakasih Tuan."
" Sekali lagi saya ucapkan selamat," ucap Sebastian yang di balas senyuman oleh Galaksi.
"Kontrak kerja samanya akan di kirim besok," ucap Reymond pada Galaksi yang tentu saja Galaksi cepat mengangguk tanda mengerti. Mereka pun berjabat tangan. Saat akan berjabat tangan dengan Serena, entah mengapa wajahnya kini pucat, tangannya gemetar dan berkeringat.
* *
"Hahah... Kau lihat ekspresi mukanya tadi Sel, astaga gue gak kuat pengen ketawa. Kenapa juga harus takut berjabat tangan dengan bocah kecil sepertimu, padahal yang paling menyeramkan itu Om Sebastian. Tapi yang di takuti adalah kau hahah.. " Ucap Zyn seraya tertawa, mereka sudah keluar dari ruang rapat dan kini sedang berada di parkiran kantor.
Serena menanggapi ocehan sahabatnya itu dengan menggelengkan kepalanya begitu juga dengan Reymond, benar juga apa yang di katakan Zyn barusan. Sedangkan Sebastian terkekeh mendengar ocehan Zyn.
"Papa senang kau menerima permintaan papa untuk membantu Galaksi, dia teman kuliah papa," ucap Sebastian. Tangannya mengelus rambut panjang Serena yang sejak tadi di rangkul nya.
"Tentu ada harganya pah, tidak ada yang gratis di dunia ini." Balas Serena.
Sebastian mengerutkan keningnya tak mengerti, "Maksudnya?"
Serena tersenyum menatap sang papa. Sedangkan Reymond menatap malas adik bungsunya itu, Reymond sudah tahu Serena dan akal bulus adiknya itu yang tak jauh jauh dari balapan liar.
* * *
"Loh pak bukannya itu Mas Ryan yah?" Ucap Mang Sapri menunjuk seorang pria yang sedang duduk di pinggir jalan. Sebastian menyipitkan mata memastikan.
"Benar itu Ryan, minggir Mang."
"Baik Pak."
Tid.. Tid..
Mobil berhenti tepat di depan Ryan, Ryan segera bangkit setelah melihat Sebastian keluar dari mobilnya.
"Lagi apa kamu disini Yan?" Tanya Sebastian heran. Putranya duduk sendirian di pinggir jalan sambil memegangi helm nya, persis kaya orang baru saja putus cinta dan mau bunuh diri. Eh tidak cukup galau saja deh, Ryan masih waras.
"Ini semua gara-gara anak papa," gerutu Ryan, wajahnya berubah kesal mengingat kejadian tadi.
"Kenapa gak nelpon supir aja sih, malah duduk di sini kaya orang baru putus cinta aja kamu Yan."
"Mau nelpon gimana pah, HP nya aja di buang ke sana." Ryan menunjuk sungai di belakangnya dengan menggerakan kepalanya.
"Alah kamu pasti bikin ulah Yan, sampe ade kamu buang HP kamu gitu." Cibik Sebastian, yang sudah hafal dengan sifat buruk sang putra.
"Ayo masuk." Ucapnya kembali.
* * *
"Papa gak nanya tadi Serena mau kemana? ini udah malem loh pah?"
Gerutu Widya pada suaminya. Wanita paruh baya itu terlihat sangat cemas mendapati putri bungsunya belum pulang padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.
Sebastian menggeleng, "Tadi sih bilangnya mau ke gudang sama Zyn," dusta Sebastian, tentu saja Sebastian akan berbohong kemana perginya sang putri karena tadi jelas jelas Serena mengatakan akan mengikuti balapan liar malam ini.
Widya menatap jengah suaminya yang sedari bersikap tenang, sedangkan dirinya sudah bolak balik menatap menatap jam yang terus berdetak.
"Kamu susulin gih Yan ade kamu, entah kemana anak itu malam malam begini belum pulang."
"Alah paling juga balapan dia sama Zyn, males ah mah Ryan ada kuliah pagi besok mau tidur capek," Ucap Ryan enteng. Matanya masih asik menatap layar besar TV yang berada di depannya.
"Kamu itu Yan gak ada khawatir-khawatirnya sama ade kamu sendiri, dia itu anak gadis loh," omel Widya pada putra ke empatnya itu.
"Serena itu bukan gadis biasa mah, dia gak bakalan jadi queen mafia kalo dia gadis biasa, lagian ada Zyn juga kan disana." Ucap Ryan dengan menekan kata Queen Mafia.
Widya berdecak benar benar kesal pada putra dan suaminya yang bersikap biasa saja sedangkan dari tadi perasaannya tak tenang.
"Seenggaknya kamu telpon lah Zyn, tanyain keadaan Serena Yan. Entah kenapa perasaan mama tak enak sejak tadi, mama takut terjadi apa-apa sama Serena, " ucap Widya seraya memegangi dadanya.
Ryan terdiam mendengar ucapan Widya, sekilas Ryan menoleh pada sang mama yang sedari tadi mondar mandir sambil memegangi dadanya. Ryan pun beranjak dari kursi dan berjalan menuju kamarnya.
* * *
Di jalanan malam Jakarta Serena dan beberapa motor lainnya kini tengah berpacu dengan jalanan malam dengan motor sport kesayangannya.
"Bangsat!" Umpat Serena.
ckiiitttt...
sreeekkkkk...
Drug.. Drug.. Drug..
Duaaark!
* *
PRANKKKK....
Widya bergegas berlari mendekati bingkai foto Serena yang tiba-tiba saja jatuh barusan, perasaanya makin tak enak saja.
"Apa? Serena jatuh ke jurang? Ok ok gue otw kesana," ucap Ryan. Baru saja dia mendapat telpon dari Zyn.
Ryan bergegas menuruni anak tangga dengan memakai jaketnya. Widya dan Sebastian masih ada di ruang tengah, Widya segera menghampiri Ryan yang terlihat tergesa-gesa.
"Ada apa Yan?"
"Kamu mau kemana malam malam gini?"
"Serena kecelakaan mah, pah, dia masuk jurang. Ryan mau kesana."
"APA?"
tak ada yang kaget, Widya meluruh di dekapan suaminya tak kuasa mendengar berita mengejutkan tentang putrinya, ternyata inilah perasaan tak enak yang sejak tadi dia rasakan. Widya tak sanggup berkata-kata lagi, dadanya terasa sesak, napasnya tersenggal. Ucapannya hanya sebatas kerongkongan, Widya menangis di pelukan suaminya.
"Apa papa perlu kesana Yan?"
Ryan menatap Widya yang sudah bersimpuh dengan begitu banyak air mata. Ryan pun kemudian menggeleng.
"Gak usah pah biar aku aja cari. Aku juga udah nelpon kak Rey dia otw kesana."
Ryan menatap Widya, memeluknya sebentar.
"Mama tenang aja Serena pasti baik-baik aja, Ryan bakalan bawa pulang Serena," ucap Ryan menenangkan Serena. Kemudian berlalu dengan motornya.
Tak tahan lagi akhirnya Widya tumbang tak sadarkan diri. Sebastian panik dan berteriak memanggil para pelayan rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments