Ceklek!
Pintu di buka, seorang pria tampan masuk ke dalam ruangan. Andi segera menoleh, terbit seulas senyum melihat putra semata wayangnya tiba-tiba ada di sini. Sudah sejak satu bulan yang lalu Andi memang belum bertemu lagi dengan putranya itu, karena ke sibukan di kampus di tambah lagi kondisi Andi yang semakin memburuk membuat aya dan anak itu berpisah.
"Kamu datang nak?" Ucap Andi.
Primus Anggara atau yang sering di sapa Prima merupaka putra semata wayang Andi dan Inah. Usianya sudah menginjak 20 tahun, Prima juga merupakan mahasiswa di Universitas yang sama dengan Leon.
"Ia Pak, maaf aku baru sempat jenguk bapak," ucap Prima setelah mencium tangan Andi.
Orang tua mana yang tidak senang memiliki seorang anak yang cerdas dan sopan seperti Primus Anggara. Selain memiliki wajah yang tampan rupawan Prima juga salah satu Mahasiswa yang Cerdas dan berbakat.
"Bagaimana keadaan bapak?"
"Ya, Alhamdulillah udah sehat sekarang mah, bapak sudah bosen di sini terus. Mau pulang saja, tapi ibumu maksa bapak buat tinggal disini beberapa hari lagi."
Prima terkekeh, ibunya memang selalu memaksakan kehendaknya sendiri dan yang selalu jadi korban tak lain adalah suaminya.
"Ibu bener atuh pak, bapak teh harus istirahat biar cepet sembuh."
Cerocos Inah yang baru saja kembali dari luar. Prima segera mencium tangan ibunya kemudian mengambil alih kantung keresek yaang di bawa Inah, lalu meletakkannya di atas nakas.
"Iya iya... ibu mah selalu bener, Bapak yang salah."
"Tuh kan Prim, liat... Bapakmu itu selalu saja begitu."
Prima hanya terkekeh kecil menanggapi keluhan ibunya. Bukan kali ini saja mereka beradu mulut seperti ini, tapi sudah sangat sering. Tapi yang membuat Prima terkesan adalah Andi selalu mengalah meskipun tak selamanya dia yang salah.
Matanya tak sengaja melirik ke arah Serena yang duduk di sofa, tapi sepertinya tertidur. Prima dapat melihat kepalanya yang menunduk kebawah, bahkan Prima tak bisa melihat wajahnya karena tertutup rambutnya yang menjuntai ke depan.
"Oh ya pak itu siapa pak?"
Ya ampun kenapa Andi bisa melupakan Serena yang tertidur di sofa, Andi menepuk keningnya sendiri.
"Gusti Allah... Kenapa Neng Serena tidur seperti itu atuh pak?"
Inah yang panik langsung menghampiri Serena di sofa namun segera di cegah Andi saat tangan nya ingin membangunkan Serena, Andi pun menarik istrinya agar menjauh.
"Jangan di bangunin atuh Bu, kasihan... Kayaknya Neng Serena nya capek," ucap Andi.
" Iya, tapi kalo enggak di bangunin kasihan atuh pak nanti lehernya sakit." Inah punya menoleh pada putranya.
"Sok atuh Prim, ku kamu pang benerin sana. Kasian kalo tidur kaya gitu, nanti lehernya sakit."
Akhirnya Inah pun menyuruh Prima untuk membenarkan posisi tidur Serena agar tidur terlentang saja di sofa, dari pada tidur sambil duduk seperti itu.
" Iya Bu," jawab Prima kemudian berjalan ke arah sofa.
Dengan sangat hati-hati Prima membenarkan posisi Serena, dari yang tadinya duduk kini Serena berbaring di atas sofa panjang yang terdapat di ruangan itu. Wajah cantiknya pun kini terekspos tak tertutupi rambut lagi seperti tadi. Sejenak Prima terpesona dengan wajah cantik Serena yang seperti memiliki magnet tersendiri.
'Ini kan... Gadis di kantin tadi." Batin Prima.
Tiba-tiba saja Prima tersenyum melihat Serena yang tertidur di hadapannya.
'Kau sangat cantik jika sedang tidur, bagaikan putri. Tapi jika terbangun sikapmu seperti ratu dengan segala keangkuhannya.'
Gadis sombong yang dia temui tadi ternyata anak majikan orang tuanya. Dari penampilan nya Prima bisa menebak pasti Serena masih duduk di bangku SMU. Lihatlah bahkan gadis itu masih mengenakan seragam sekolahnya dan tidur di ruangan orang dengan tenangnya. Satu pertanyaan yang muncul di benak Prima saat ini. Apa Serena tak takut jika seseorang berbuat jahat padanya?
Bukan tanpa sebab pertanyaan Prima itu, Prima hanya melihat penampilan nya saja. Hayo lah... Laki-laki mana yang tak akan tergoda melihat gadis dengan seragam sekolah yang pas di tubuhnya seperti itu. Dan lihatlah rok nya, astaga... Apa orang tuanya tidak memberikan rok yang lebih panjang lagi? Apa dia tak risih dengan rok semini itu?
Awas Prim.... Hati hati dengan otak mu itu, Serena punya lima abang yang sangat oper protektif.
Tak tega, Prima pun melepas jaketnya dan menggunakannya untuk menutupi tubuh Serena agar setidaknya putri Sebastian ini tak kedinginan.
"Hati-hati matamu itu Prim, jangan kemana-mana."
Prima begitu terkejut mendengar ucapan Inah yang tiba-tiba saja sudah ada di sampingnya. Inah menyelimuti kaki Serena dengan selimut yang biasa dia gunakan, yah hanya sebatas kain jarik tapi mampu menutupi kaki jenjang Serena agar tak mengundang pikiran negatif para pria.
"Ibu ngagetin aja," balas Prima kemudian kembali ke ranjang bapaknya.
"Lagian... Kamu itu mandangin Neng Serena gitu banget toh Prim," ucap Inah seraya terkekeh, namun dalam hati Inah sangat senang siapa tahu putranya itu sudah jatuh cinta dengan Serena.
"Dia siapa bu?"
Sebenarnya Prima sudah bisa menebaknya jika Serena adalah putri Sebastian Lubis. Di lihat dari wajahnya yang mirip dengan Leon pasti Serena adalah adiknya.
"Itu Neng Serena, adeknya Mas Leon. Putri bungsu Pak Sebastian." Ucap Inah.
Prima mengangguk, pandangannya tak teralihkan terus menatap Serena yang sedang tertidur lelap disana.
"Cantik kan?"
Prima menoleh, " Yah, namanya wanita pasti cantik atuh bu."
"Ih kamu mah Prim, bukan itu maksud ibu."
Obrolan menggoda dari ibu dan anak itu harus terhenti kala seseorang masuk ke dalam ruangan. Inah, Prima dan Andi pun menoleh pada seorang pria yang berwajah dingin dan tegas itu. Prima menatap si pria yang juga menatapnya, tatapannya begitu tajam dan menusuk.
"Loh Mas Reymond datang juga? Pasti mau jemput Neng Serena yah?" Tanya Inah yang di angguki Reymond.
"Iya bi, sekalian jenguk Mang Andi, bagaimana kabarnya Mang?" Tanya Reymond, tak ada senyuman di bibirnya namun kata-katanya terdengar sangat sopan.
"Sudah baikan Mas, Mamang juga gak sabar pengen pulang, yah tapi mau bagaimana lagi kata dokter masih harus di rawat." Jawab Andi.
Reymond melukiskan senyum tipisnya mendengar jawaban Andi. Abang Serena yang satu ini memang sangat irit senyuman. Hanya dengan si adik lah Reymond bisa tersenyum bahkan tertawa.
"Yah, mungkin Tuhan menyuruh Mamang istirahat, karena kalau di rumah Mamang pasti gak bakalan diam."
"Tuh dengerin pak, Mas Rey aja tahu bapak itu teu daek cicing kalo di rumah." Omel Inah.
( tidak bisa diam )
Mata tajam Reymond melirik Prima yang berdiri di samping Inah. Inah maupun Andi tahu maksud tatapan tajam Reymond.
"Mas Rey kenalin ini anak Bibi sama Mamang, kalo Mas Leon pasti udah kenal kan satu kampus," ucap Inah memperkenalkan Prima.
Prima hanya tersenyum seraya menganggukan kepala di hadapan Reymond. Sedangkan si dingin Reymond tak peduli tentunya. Pandangannya kemudian Reymond alihkan pada Serena yang terbaring di sofa dengan berselimut kain jarik dan jaket. Reymond pun berjalan ke arah Serena.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments