Sore harinya setelah pulang sekolah Serena menyempatkan diri pergi ke rumah sakit. Serena akan menjenguk supir pribadinya yang sedang di rawat karena terkena usu buntu dan harus di operasi. Serena tak bisa bayangkan di usianya yang sudah menginjak kepala 4, Andi harus terserang usus buntu dan harus di operasi. Tapi tak heran sih, pria yang menjadi sopirnya itu memang sangat suka dengan asam dan pedas.
Drap.. Drap.. Drap...
Kedatangan putri bungsu Keluarga Lubis di rumah sakit milik Sebastian Lubis ini sukses menjadi pusat perhatian para karyawan rumah sakit dan para dokter juga perawat disana. Serena memang jarang berkunjung ke rumah sakit, bahkan tak pernah sama sekali.
Meskipun begitu bukan berarti mereka tak mengenal siapa Serena. Sosok gadis cantik berambut cokelat bergelombang dengan netra abu nya menjadi pusat perhatian para pengunjung rumah sakit terutama para pria yang memandang Serena gadis yang sempurna. warna kulitnya yang putih dengan tinggi di atas rata-rata orang Indonesia, dan juga body yang ramping dengan kaki jenjang membuat Serena terlihat sangat sempurna untuk ukuran remaja putri.
Tak ada satu kata pun yang terucap dari mulut Serena, meskipun para penjaga dan perawat beserta dokter menyapanya, Serena hanya mengangguk menjawab sapaan mereka. Sosoknya yang terlihat tegas dan berwibawa, Serena bak jelmaan Sebastian Lubis namun versi wanita. Wajahnya tak jutek ataupun ramah, tapi mampu membuat orang-orang terpesona dengan kecantikannya.
"Selamat sore nona Serena, mau bertemu dengan pak Andi?"
Seorang dokter muda berparas tampan yang merupakan tekan kerja abangnya itu menyapanya saat Serena sedang berjalan menuju ruangan Andi.
"Iya, dokter tahu dimana?" Ucap Serena.
"Tentu saja, dia pasien ku, " jawab si dokter tampan.
Serena tersenyum, "Bagaimana keadaanya?"
Sungguh senyuman putri bungsu Sebastian Lubis ini memang mengandung gula yang sangat banyak dan mampu menghipnotis Dokter muda berbakat seperti Albian Prasetya. Sepanjang masa kerjanya di rumah sakit belum pernah Albian melihat Serena tersenyum pada para karyawan rumah sakit termasuk dirinya. Dan kali ini, oh apa dunia berhenti berputar sekarang?
tak.. tak.. tak..
Serena menjentikan jarinya di depan Albian, membuat lamunan Albian membuyar.
"Oh maaf! Ya, sekarang kondisinya jauh lebih baik. Mari saya antar ke ruangannya, " ucap Albian dengan mempersilahkan Serena untuk berjalan lebih dulu. Serena pun mengangguk kemudian berjalan di belakang Albian. Biarlah Albian yang berjalan di depan dan menjadi petunjuk baginya.
* * *
"Ya ampun Neng Serena ko repot-repot kesini, bentar lagi juga mamang pulang," ucap Inah setelah Serena berasa di ruangan Andi dan menanyakan keadaanya.
"Gak apa bi, lagian aku cuma nengok doang gak bawa apa-apa. Maaf ya Mang, abisnya tadi pulang sekolah langsung kesini sih, jadi gak sempet beli sesuatu."
"Aaah.. Kagak usah bawa bawa sesuatu segala atuh Neng, udah di tengokin aja Mamang mah udah seneng," ucap Andi dengan nada Sunda nya yang kental.
Serena tersenyum, meskipun Andi dan Inah adalah Asisten rumah tangga di keluarganya, tapi Serena sudah menganggapnya sebagai orang tua sendiri. Serena tak malu atau pun sungkan meminta sesuatu pada mereka.
"Lagian aku tuh lagi kesel tahu gak sih Mang, semenjak Mamang sakit aku di antar Papa ke Sekolah, "
"Lah bukannya tiap hari juga gitu kan Neng."
Serena berdecak, " Ck! Iya sih Bi, tapi pulangnya di jemput mereka. Udah gitu so kegantengan lagi, berasa jadi artis dadakan tau gak sih. " Ucap Serena sambil mendelik ke arah lain saking kesalnya jika mengingat ke lima abangnya.
Inah dan Andi saling berpandangan dan Serena tahu pasti mereka tak mengerti, akhirnya Serena pun menceritakan kejadian seminggu ke belakang yang membuat Serena super super kesal pada para abangnya.
Hahahhaha...
Tawa Inah dan Andi pecah saat mendengar cerita Serena, membuat Serena merengut.
"Maaf maaf Neng.. Lagi pula Neng Serena ini lucu deh, masa gitu aja minta Mama sama Papa nya Neng Serena buat operasi plastik abang-abangnya sih, " ucap Inah.
"Buat apa punya wajah ganteng tapi ngeselin. Mending punya wajah jelek tapi.. "
"Ngangenin kaya Mamang kan?" Timpal Andi cepat.
Serena mendengus, "Ih Mamang pede banget kaya bang Ryan." Protes Serena.
Inilah yang di sukai Serena dari pasangan Inah dan Andi, mereka selalu bisa menghiburnya dengan candaan candaan mereka dengan lihat Sunda dan Jawa yang menjadi ciri khas mereka. Meskipun Inah berasal dari Jawa tapi dalam bicara Inah mengikuti suaminya, yah jadi gitu deh Sunda campur Jawa. Berada di rumah sakit sejak sore, Serena sepertinya serius dengan ucapannya. Buktinya padahal ini sudah jam 8 malam tapi Serena msih betah bersama Inah dan Andi.
"Neng Serena gak pulang Neng?" Tanya Inah yang baru saja datang dengan menenteng nampan berisi bubur dan juga air beserta obat untuk Andi.
"Gak ah, aku mau di sini sampe Mamang sembuh," tolak Serena.
"Loh Mamang kan udah sembuh Neng, tuh liat udah kuat begini," ucap Andi sambil memperlihatkan otot-otot tangannya.
"Oh ya? Mana sini biar aku tes," balas Serena.
"Ya jangan atuh Neng, kalo di tes Neng Serena mah bisa bisa Mamang nginep sebulan di rumah sakit," protes Andi panjang lebar.
Serena tertawa melihat kekonyolan Andi, begitu juga Inah yang geleng-geleng kepala.
"Si bapak mah so jagoan, padahal mah mental tempe." Ejek Inah.
"Biarin atuh bu, yang penting anaknya ganteng, pinter lagi." Timpal Andi.
Serena mengerutkan keningnya mendengar ucapan Andi, Sejak kecil Serena memang tahu Andi dan Inah punya seorang anak laki-laki namun belum pernah bertemu. Karena putra Andi dan Inah memilih tinggal di desa bersama neneknya.
"Anak Mamang sama Bibi pasti udah gede yah sekarang?"
"Iya atuh Neng, udah kuliah pula. Bentar lagi mau jadi sarjana," ucap Inah dengan bangga.
Serena tersenyum manis, tapi belum puas dengan penasarannya mengenai anak ART nya itu.
"Kuliah dimana?"
"Itu loh di tempatnya Mas Leon," balas Inah.
Lagi lagi Serena mengerutkan keningnya. Jika anak Inah dan Andi kuliah di Jakarta kenapa tidak tinggal di rumahnya saja bersama kedua orang tuanya.
"Kalo sekampus sama bang Leon kenapa gak pernah ke rumah Bi?" Tanya Serena lagi.
"Yah, Prima itu anaknya mandiri tidak mau menyusahkan orang tua Neng, makanya milih tinggal di asrama dari pada sama kami," ucap Inah lagi.
"Hayu atuh Pak di makan dulu buburnya, biar nanti minum obat, " ucap inah menyendokan bubur dan bersiap menyuapi suaminya.
"Sini... Biar aku aja Bi yang nyuapin Mamang." Serena menengadahkan tangannya meminta mangkuk bubur yang di pegang Inah.
"Lo.. Lo.. gak usah atuh Neng, biar Inah aja. "
"Ya gak papa Mang, sekali-kali. Kan Mamang juga sering nyuapin aku pas masih kecil, sekarang giliran aku yang nyuapin Mamang. Ayo buka mulut nya, aaaa..."
Inah tersenyum bangga melihat Serena yang anak majikannya tak risih menyuapi suaminya. Dengan sangat teliti Serena menyuapi sesendok demi sesendok bubur ke mulut Andi sampai bubur itu habis, kemudian Serena memberinya obat untuk di minum.
"Nah dah selsai kan? Aku ke toilet dulu yah Bi, Mang. Sambil nyari yang seger-seger, aus nih," ucap Serena dengan meraba tenggorokannya.
Ya ampun kenapa Inah sampai lupa tak menyediakan air untuk Serena, padahal Serena sudah ada sejak tadi sore. Kenapa dia se ceroboh ini sih? Tapi tenang aja, air yang Serena inginkan bukan air galon biasa. Jadi Inah gak perlu Repot-repot karena Serena akan membelinya di kantin rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments