Edna terpaksa menurutinya. Kedua wanita paruh baya itu menunggu di luar sampai akhirnya Edna membuka pintu kamar mandi.
Tangannya gemetar saat mengulurkan alat testpack itu ke arah ibu pemilik kontrakan.
Mama Edna hanya bisa memejamkan matanya melihat tanda dua garis merah yang terlihat jelas di sana.
Kini mereka bertiga duduk di ruang tamu dalam keheningan.
'Siapa ayah dari calon bayi kamu ini?"
Edna menggigit bibirnya dengan tubuh bergetar hebat.
Siapa?
Itulah yang ingin dia tau.
"Apa teman sekolah kamu?" tuduh ibu pemilik kontrakan lagi setelah ngga ada jawaban dari pertanyaannya yang pertama.
"Bukan," bantah Edna cepat..Dia ngga akan mempertaruhkan nama besar sekolahnya dengan nasib buruk yang dia terima sekarang.
Walaupun mungkin saja memang pelakunya adalah salah satu teman sekolahnya yang kaya raya dan punya kekuasaan besar itu. Dia ngga mungkin mengatakan tanpa bukti yang jelas.
Kalo itu sampai terjadi, nantinya dia ngga akan dianggap sebagai korban, tapi malahan bisa jadi tersangka. Karena sudah membuat sekolahnya mendapat cap buruk. Tentu saja orang orang ngga akan ada yang percaya kepadanya.
Tuduhannya pun bisa dianggap mencari kesempatan untuk menjauhkan kemiskinannya secara cepat dari garis hidupnya. Mamanya menoleh sedih.
"Tante beberapa kali lihat kamu turun dari mobil mewah. Kamu menjadi simpanan bos bos?" tuduhnya membuat Edna dan mamanya terperangah.
"Bu Rosa, anda jangan menuduh sembarangan," geram mama Edna ngga terima.
"Wajar saya betanya begitu. Apalagi Edna sampai hamil begini."
Mamanya terdiam dengan tangan bergetar. Beliau sedang menahan ledakan emosinya atas pernyataan penuh hinaan dari Bu Rosa-pemilik kontrakan.
Edna memejamkan mata. Mungkin nanti akan banyak lagi kata kata pedas dan hujatan yang akan diterimànya jika kabar kehanilannya sampai meluas diketahui masa
"Jadi kekasihmu? Tante ngga pernah lihat kamu sama laki laki."
"Ada yang menodaiku, tante, sebulan yang lalu. Aku ngga tau siapa." Mata Edna memanas. Memang itu yang sebenarnya terjadi. Dia ngga tau siapa pelakunya.
Mamanya merengkuhnya.
Ibu pemilik kontrakan terdiam. Dia pun menghela nafas panjang.
"Bukan saya ngga bersimpati. Tapi keadaan kamu akan menimbulkan pergunjingan jika kehamilanmu sudah membesar. Bukankah kamu juga bisa memalukan nama baik sekolah kamu."
Edna hanya menundukkan kepala dalam dekapan erat mamanya.
"Bu Tia, saya hanya bisa kasih anda waktu tiga hari umtuk membereskan segala urusan anda. Pindahlah dari sini. Kalo perlu dari kota ini. Saya ngga mau kontrakan saya jadi amukan masa karena ada warganya yang hamil tanpa menikah."
Bagai disambar petir, Edna dan mamanya terkejut mendengarnya. Mereka diusir padahal jatah kontrakan masih ada empat bulan lagi.
Memang benar, isu hamil tanpa suami sangat rentan menjadi cibiran bahkan amukan masa.
"Baiklah, Bu." Mama Edna terpaksa menyetujuinya.
"Saya pulang dulu. Saya bukan orang yang suka bergosip. Saya akan simpan cerita kehamilan putri kamu. Tiga hari ke depan saya harap kalian sudah pergi."
Sakit sekali rasanya hati Edna dan mamanya mendengar kata kata yang pedas dan merendahkan itu.
Terdengar helaan nafas mamanya yang berulangkali.
"Ayo, kamu tidurlah. Biar besok kamu cepat sehat. Mama akan menyelesaikan beberapa jahitan ini. Lumayan uangnya buat kita pindahan," senyum mamanya membuat hati Edna tambah hancur. Cita citanya untuk meringankan beban mamanya sudah lenyap ngga bersisa. Yang ada kedepannya dia akan terus menerus dan semakin menyusahkan mamanya.
Kenapa dia harus sakit di awal kehamilannya. Jika dia memaksakan tetap sekolah, mungkin Edna bisa menyembunyikan kehamilannya. Sampai dia bisa lulus dan menerima ijazah SMAnya.
Tapi sakitnya ini akan membongkar rahasianya. Karena dokter Jesica akan melakukan cek darah jika dia mengalami hal seperti tadi lagi. Jika itu terjadi maka semuanya akan tau kalu dia sedang mengandung.
*
*
*
Hari ini Edna ngga masuk sekolah. Dia mengalami rasa mual yang hebat. Edna hanya bisa membaringkan tubuhnya yang terasa sangat lemah.
Semalaman mamanya terus menjahit. Apa mamanya ngga lelah? Edna selalu bertanya tanya dalam hatinya. Dia sedih tapi ngga bisa membantu apa apa. Rasa mual ini membuat tubuhnya semakin melemah.
Luna beberapa kali mengirim pesan padanya. Dia meminta Edna istirahat saja dulu di rumah agar cepat sehat. Mungkin besok dia baru bisa menjenguk. Hari ini terlalu banyak tugas yang diberikan guru guru mereka. Sahabatnya itu mengirimkannya beberapa tugas yang harus mereka kumpulkan besok.
Edna tersenyum miris. Hatinya sangat sedih karena harus meninggalkan sahabatnya tanpa bisa bercerita apa pun. Bahkan kata pamit akan sulit terucap di bibirnya saat dia akan pergi nanti.
Malam ini kesehatan Edna sudah mulai membaik. Dia sudah melepas kartu simnya di ponsel. Nantinya ponsel ini akan dijual saja. Cukup mamanya saja yang punya ponsel.
Mamanya sudah memanggil taksi online. Mereka akan berangkat di saat hari mulai larut. Dimana ngga ada tetangga mereka yang menyadari kepergian mereka.
Hebatnya mamanya sudah berhasil menyelesaikan beberapa jahitannya yang tersisa. Tadi para pemesan pun sudah datang. Bahkan ada yang memberi mamanya tips karena puas dengan hasil jahitannya serta waktu penyelesaiannya yang sangat cepat.
Mamanya belum mengatakan kemana mereka akan pergi. Mama pernah bercerita kalo dia anak tunggal dan yatim piatu. Beliau ngga punya satu pun saudara.
Tentang ayahnya, mamanya ngga pernah mau bercerita banyak. Hanya saja mamanya mengatakan kalo ayahnya sudah meninggal karena kecelakaan. Saat dia bertanya apakah ayahnya punya keluarga, mamanya ngga pernah mau menjawab sampai sekarang.
Setelah hamil begini, Edna baru menyadari sesuatu. Bisa saja mamanya mengalami hal yang serupa dengannya. Hamil tanpa suami.Tapi Edna akui mamanya sangat kuat dan tabah bisa membesarkannya seorang diri.
Kadang Edna suka merasa heran melihat tubuh kurus mamanya ternyata punya kekuatan yang luar biasa. Mungkin dirinya adalah sumber kekuatan mamanya. Tapi sayangnya malah menyusahkannya.
"Kita berangkat sekarang." Mamanya sudah berdiri di depannya dengan senyum untuk menutupi wajah lelahnya.
Hanya ada satu koper yang berisi pakaian mereka dan mesin jahit potablenya. Mereka akan pergi dari kota yang sudah memberikan banyak kenangan indah sekaligus terburuknya.
Edna menganggukkan kepalanya sambil menggeret koper itu. Supir taksi menjemput mereka begitu berada di pertengahan gang dan membantu membawakan kopernya.
Selamat tinggal, pamit Edna sambil menoleh lagi ke rumah yang menyimpan banyak kenangan. Ini adalah rumah kontrakan terlama mereka, lima tahun.
Taksi membawa mereka ke stasiun kereta.
"Kita naek kereta eksekutif, ma?"
"Iya. Soalnya perjalanannya jauh."
Edna hanya menganggukkan kepalanya.
*
*
*
Eriel melirik bangku kosong di samping Luna.
Dia ngga masuk? Emangnya sakit apa, sih?
Mau bertanya pada Luna, Eriel agak gengsi. Lagi pula ngapain juga dia nanya nanya tentang cewe yang sudah menolaknya.
Luna pasti akan tambah ternganga kalo dia benar benar melakukannya. Kemarin saja gadis itu sempat bengong melihat dia yang datang datang langsung menggendong Edna.
Dia, Eriel yang banyak dipuja, ternyata sangat perhatian pada teman yang ngga pernah dia sapa saat berada di kelas, apalagi di luar kelas.
Bahkan membelikannya bubur. Waktu itu Eriel sempat bingung, mau beli bubur atau sup saja buat Edna. Dia sempat bertanya pada mamang kantin.
"Kalo untuk orang sakir, sebaiknya bubur tuan muda."
Karena itu Eriel membelikan Edna bubur.
"Yang spesial, Mang. Banyakin ayamnya."
"Siap tuan muda."
Baru kali ini dia membelikan makanan untuk seseorang. Apalagi cewe itu yang pernah ditolaknya. Anggap saja ini sedikit penebusan dosanya akibat tindakan brutalnya kemarin waktu menidurinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Alanna Th
kapan ya ada crita spt ini yg smp ending cewenya mnolak 'dtebus', shg cowonya mnjadi gila?
2024-12-01
1
Nur Hayati
tindakan brutal meniduri anak orang mau di tebus dengan bubur... halooo ... emang kalau diputar situ yang jadi korban mauu...
2024-08-25
4
erinatan
aku GK sanggup bayangin jd Edna😭😭😭
2024-05-01
3