Ana begitu menikmati kegiatan berenangnya. Namun kali ini dia hanya berenang sendiri, karena Adel pergi ke toilet.
"Ana, kemarilah." Panggil Dylan yang ada di pinggir kolam. Lekas dia berenang menghampirinya.
Tak di sangka Dylan menyelipkan setangkai bunga mawar putih di telinganya sembari mengulas senyum yang tak mampu Ana pahami.
"Kau sangat cantik, Ana." Ucapnya sembari menyentuh dagu manis milik gadis yang di sukainya itu.
Ana tak mampu berkata-kata. Dia hanya diam tanpa bisa bereaksi sama sekali, karena dia pun bingung dengan situasi ini.
Hingga moment romantis itu berakhir menjadi ketegangan, saat Adel yang baru datang mengetahui keberadaan pemilik mansion ini sedang mengawasi mereka dari atas balkon.
"Tu-tuan Felix." Gumam Adel dengan tubuh gemetar.
"Kau sudah kembali, Adel." Tanya Dylan. Namun raut wajah ketakutan temannya itu membuat dia mengikuti arah mata Adel memandang.
Alhasil dia pun sama terkejutnya dengan Adel. Dylan menelan ludah melihat sosok yang bisa saja menghabisinya dengan mudah.
"Kalian kenapa?" tanya Ana kebingungan melihat mimik wajah kedua temannya. Pemilik netra biru itu pun mengarahkan pandangannya ke arah yang sama.
Deg
Keberadaan Felix dengan sorot mata tajam seakan ingin membunuh membuatnya panik. Lekas dia keluar dari kolam dan bersembunyi di balik punggung Dylan.
"Keluar kalian, kecuali Ana." Titah Felix
Ana menelan saliva nya mendengar hanya dirinya yang tak boleh pergi.
"Tu-tuan, ini salah saya. Saya yang mengajak mereka. Tapi kami tidak melakukan apa-apa selain berenang." Dylan mencoba menjelaskan, namun respon pemilik mansion ini hanya diam tak mau tahu.
"Keluar, atau hidup kalian berakhir di tempat ini." Ancamnya sembari melipat tangan di dada.
"Ana, maaf." Ucap Dylan menyesal. Lalu pergi bersama Adel.
Mata Felix terfokus pada penampilan Ana yang basah kuyup. Bahkan sangat jelas lekuk tubuhnya yang tercetak dari pakaian basahnya.
"Kau, naik ke atas!" Perintah Felix bernada dingin dari atas balkon.
Dengan rasa ragu, Ana melangkah menaiki tangga yang menuju kamar milik Felix. Dan saat sampai di atas, ternyata tangga itu langsung terhubung dengan balkon yang saat ini pria itu berdiri.
"Aakh..!"
Ana merasa kesakitan saat lengannya di cengkram kuat oleh pria yang tubuh bagian bawahnya hanya di balut handuk itu.
"Jadi kau ini seorang penggoda rupanya?"
"A-apa maksudmu?!"
Felix mengangkat salah satu alisnya mendengar cara bicara Ana yang lantang padanya.
Felix menarik kasar tangan gadis itu dan membawanya ke dalam kamar, membiarkan Ana berdiri di depannya, sedangkan dirinya duduk di tepi ranjang.
"Lepas pakaianmu!"
Membola matanya mendengar perintah dari pria di depannya itu. Dia menggelengkan kepala menolak.
Penolakan Ana jelas menyulut emosi Felix. Baginya, Tak ada kata tidak dari perintahnya. Dia kembali memberi perintah, tapi Ana tetap menolak.
Tanpa pikir panjang, Ana lari keluar menyelamatkan diri, tapi dengan cepat tangan Felix mampu mendekap tubuh kecilnya dan membantingnya di atas ranjang. Kemudian di robeknya pakaian gadis malang itu hingga terlihat dada sintalnya yang terbungkus bra berwarna biru.
Saat itu juga benda miliknya menegang dari balik handuk putih yang melilit pinggangnya.
"Sial!" gumam Felix.
Mata Ana membola menyaksikan apa yang ada di depannya. Dia berusaha melepaskan diri, namun kedua tangannya di tahan hanya dengan satu tangan milik Felix.
"Kalau kau melawan, kau akan semakin menderita, Ana. Jadi diam lah!"
"Kau pria baj.ingan!" Makinya.
"Hahaha...!! ya...aku memang baj.ingan. Dan bajingan ini akan mengajarimu bagaimana menjadi budak yang penurut."
Bibir tebalnya menyambar bibir kecil yang ranum itu. Lidahnya mulai masuk menyusuri dalam mulutnya. Dan tangan satunya berpiknik menyusuri bagian dada dan meremas bergantian.
"Mmm...!!"
Suaranya tertahan lumatan rakus pemilik netra abu-abu itu.
*POV ANA
Dadaku terasa sesak, nafasku pun sulit ku atur. Mulutku di penuhi lidahnya yang tebal.
"Mmm...!!"
Aku meronta berusaha melepaskan diri dengan suara yang tertahan. Namun semakin aku melawan, tangan kurang ajar itu malah meremas dadaku.
Keluar bulir bening dari sudut mataku. Aku putus asa dan semakin putus asa saat bagian terpenting ku di jamah tangannya yang kotor itu.
Namun di saat yang sama, tubuhku terasa panas. Sesuatu yang aneh menjalar dari ujung kaki sampai kepala. Itu cepat dan semakin cepat jarinya masuk keluar ke dalam tubuhku. Sulit ku jelaskan sampai di titik tubuhku mengejang dengan pikiranku yang kosong. Dan berulang kali pria laknat itu melakukannya padaku dengan nafasnya yang juga memburu.
Kesadaran ku berkurang, tapi samar-samar bisa melihat pria itu sudah ada di bawah kaki ku. Di saat yang sama, aku merasakan tubuhku seperti dihisap sampai menggelinjang hebat. Tidak tahu lagi selanjutnya, karena aku mulai tak sadarkan.
***
Sampai menjelang sore, Ana baru bangun dari tidurnya. Saat membuka mata, dia sudah berada di kamar tidur yang berbeda, dengan gaun tidur yang melekat di tubuhnya.
Ana kembali menangis saat mengingat kembali kejadian mengerikan itu. Tak ada kejadian yang lebih menghina harga dirinya selain apa yang di lakukan pemilik mansion ini.
Ana lekas bangun untuk kembali ke kamarnya sendiri. Namun saat dia keluar, tak sengaja dia menabrak seorang wanita, yang tidak lain Elis.
"Maafkan saya." ucap Ana. Kemudian dengan cepat berlalu meninggalkan tempat itu.
Elis pun terkejut mendapati seorang wanita lain yang baru saja keluar dari kamar Felix. Padahal semenjak dia menjadi pelayan tuannya, tak satupun wanita yang dia bawa ke kamar selain dirinya.
"Siapa dia?" Batin Elis.
***
Di meja makan, terlihat Ester mengawasi para pelayan yang sedang menyajikan hidangan untuk makan malam Tuan besar mansion ini. Nampak di atas meja telah tersaji beberapa makanan mewah seperti daging steak, lasagna khas itali dan makanan manis appetizer
Di kursi meja makan sisi kiri, sudah ada Elis yang duduk di sana, dengan dress berwarna light blue. Tak lama kemudian datang Felix, lalu duduk di kursi utama meja makan marmer 12 kursi tersebut.
Elis mengulas senyum cantiknya menyambut kedatangan Felix. Wanita yang usianya sama dengan Ana itu merasa bahagia karena menghabiskan makan malam bersama dengan pria pujaannya.
"Di mana gadis itu?" tanya Felix pada Ester yang sibuk melayaninya.
"Sedang ada di kamarnya, Tuan"
"Suruh dia turun untuk makan malam!"
Sontak Elis kaget dengan perkataan Felix, tapi dia hanya bis diam tanpa berani mempertanyakan alasannya, kenapa...?
Tapi karena rasa penasarannya, Elis memberanikan bertanya meski takut.
"Tu-tuan. Siapa gadis yang anda maksud?"
Ekor mata pemilik netra abu-abu itu melirik ke arah Elis. "Tawananku." Jawabnya singkat.
Seketika senyum tipis terukir dari bibir wanita berambut pirang itu. Mungkin hatinya lega, karena dia pikir wanita baru itu akan menggantikan posisinya.
Namun kelegaan hatinya tak bertahan lama setelah mendengar Felix memerintahkan Ester memanggil wanita tersebut untuk makan malam bersama.
Ester pun menyuruh pelayan lain menjemput Ana.
Ketika pelayan tersebut sampai di depan pintu, pelayan itu mengetuk pintu kamarnya. Tak berapa lama pintu yang tertutup rapat itu mulai terbuka.
"Ada apa?" tanya si pemilik kamar, Ana.
"Kamu di suruh ke meja makan utama untuk makan malam." Ujar pelayan tersebut.
"Aku tidak mau." Lalu menutup pintu kamarnya.
"Hei, apa kau tidak waras! Kau bisa di gantung di depan gerbang mansion. Ini perintah Tuan Felix sendiri!"
"Biarkan saja, aku tidak peduli!" begitulah jawaban Ana dengan tegas.
Lekas pelayan itu menyampaikan apa yang terjadi, dan hal itu menyulut kemarahan sang tuan rumah. Pria itu beranjak dari duduknya menuju kamar wanita yang terus membangkang atas perintahnya.
"Buka pintunya, Ana!" Felix menggedor pintu itu dengan keras, sampai suaranya bisa terdengar oleh Adel dan pelayan lain yang ada di sana.
Karena tak ada jawaban sama sekali, Felix membuka paksa pintu itu dengan menendangnya beberapa kali sampai terbuka. Saat itu lah dia melihat Ana yang tidur dengan menyembunyikan tubuhnya di balik selimutnya dengan rapat.
Lekas Felix menarik selimut itu, dan mengangkat tubuhnya seperti karung beras.
"Apa yang kau lakukan! Lepaskan aku!" teriaknya meronta sambil memukuli punggung Felix.
Felix menahan diri dengan sikap berontaknya, dan terus mengangkat Ana menuju ruang makan. Saat sampai di meja makan, tubuh kecil itu dia dudukkan paksa ke kursi sebelah sisi kanan.
"Diam di sini dan segera makan!" perintah Felix.
Menyaksikan kejadian itu Elis masih bingung. Sebenarnya siapa wanita yang duduk di depannya itu? Dan kenapa dia seberani itu menentang perintah tuannya? Seperti tak ada takutnya sama sekali. Begitulah isi pikirannya setelah melihat drama antara Felix dan wanita yang di bawanya.
Sedangkan Ana sendiri tidak terima dengan perlakuan Felix terhadapnya, terlebih kejadian pelecehan yang di lakukan pria tersebut siang tadi. Itu sangat melukai hatinya.
Entah setan mana yang merasukinya, tiba-tiba dia berdiri dan menarik alas meja makan mewah itu hingga makanan yang ada di atas meja tumpah berceceran di lantai. Piring dan gelas pun pecah berserakan. Sontak perbuatannya membuat orang yang berada di sana sangat terkejut dan hal itu juga menyulut kemarahan Felix.
"Ana...!!" Teriak Felix.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments