Terlihat Iring-iringan mobil hitam yang mengawal mobil putih berjenis Rolls-Royce yang tengah memasuki area di sekitar landasan bandara.
Sosok pria berpakaian setelan jas hitam keluar dari mobil berwarna putih yang paling mencolok. Pria berperawakan tinggi tegap tersebut melangkah lebar memasuki pesawat jet mewah pribadinya. Dialah Felixsovich Yusupov.
Pria itu duduk berhadapan dengan salah seorang anak buahnya yang biasa menggantikan Demis jika sedang tak ada.
"Maxim, bagaimana pengiriman senjata baru kita ke timur tengah, apa pihak mereka sudah menerimanya?"
"Sudah, Tuan. Mereka puas dengan produk kita. Meski mereka sempat mengeluh akibat senjata pertama yang tidak sampai ke tangan."
"John memang breng.sek. Karenanya aku hampir merugi." Ujar Felix.
"Maaf, Tuan. Apa tidak sebaiknya Tuan John kita habisi saja, mengingat dia sudah beberapa kali berulah."
"Biarkan saja, kalau sudah waktunya tiba, aku sendiri yang akan menebas kepalanya. Cukup tangan kirinya saja sebagai peringatan." Begitulah perkataan Felix yang menunjukkan permusuhannya pada John.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya rombongan Felix pun sampai di bandara Bali.
Baru saja dia turun dari pesawat, sebuah mobil BMW hitam sudah menunggunya dengan beberapa pengawal yang dikirim pihak Hendra. Lekas Felix masuk ke dalam mobil, duduk di bagian belakang. Sedangkan Maxim duduk di depan samping sopir.
Tujuan Felix sudah dipastikan adalah menuju resort Hilltop Anyar Bali, tempat pertemuan rahasia yang akan berlangsung.
Kemudian Felix turun dari mobil setelah sampai di resort. Bukannya masuk lewat pintu depan, Felix justru melewati pintu lain menuju jalur khusus di resort tersebut. Jalur itu menuju kamar tidur rahasianya yang hanya dirinya dan segelintir anak buahnya yang tahu.
Felix lalu membaringkan tubuhnya yang terasa lelah karena perjalanan yang hampir memakan waktu berjam-jam itu.
"Max, panggilkan Hendra." Titah Felix pada Maxim yang ada di sana.
"Baik, Tuan."
Segera bawahannya itu keluar melaksanakan perintah tuannya.
"Tuan, ini saya Hendra." Panggilan dari sang pemilik resort dari balik pintu luar kamar.
"Masuklah!"
Lekas Hendra masuk, menghadap Felix yang saat ini sudah dalam posisi duduk di tepi ranjang.
"Apa kau sudah kerjakan perintahku!" menatap dingin pada Hendra.
"Sudah, Tuan. Saya sudah siapkan dan salah satunya wanita yang Tuan inginkan."
Felix menyunggingkan sudut bibirnya mendengar jawaban Hendra tersebut. Lalu memerintahkan pria itu keluar.
Kini yang tersisa di kamar hanya Felix seorang. Pria itu kembali membaringkan tubuhnya sambil memejamkan matanya dalam. "Aku menantikan mu..." gumamnya.
***
Tergelincirnya matahari di ufuk barat, menandakan di saat itu lah Ana telah bersiap berangkat menuju resort. Dia berangkat sendiri berjalan kaki setelah di hubungi Loli yang telah sampai lebih dulu di tempat.
Dengan menggunakan kemeja putih yang di timpa rompi vest hotel serta rok selutut dengan kaki yang di bungkus stoking hitam, Ana melangkahkan kakinya ke resort yang membutuhkan waktu 15 menit itu.
"Kak Loli!"
Loli yang sedari tadi duduk di kursi bawah lampu penerangan mengarahkan pandangannya ke sumber suara yang memanggilnya.
"Kak, apa Kakak menunggu lama?" tanya Ana dengan nafas sedikit terengah.
"Tidak, aku juga baru sampai. Ayo! Kita masuk."
Keduanya masuk melewati pintu belakang menuju ke sebuah ruangan di mana banyak pelayan yang sudah berkumpul di sana.
"Siapa di sini yang bernama Ana dan Loli."
Sontak keduanya kaget karena nama mereka di panggil. Ana dan Loli saling pandang.
"Ka-kami di sini, Pak." Loli menjawab panggilan itu sembari mengacungkan tangannya, sedangkan Ana yang juga bingung hanya mengikuti apa yang Loli lakukan dengan mengacungkan tangannya juga.
Mereka menghampiri pria yang perawakannya cukup tinggi dan besar, seperti seorang bodyguard.
"Kalian ikuti aku." Perintah pria tersebut.
Ana menowel lengan Loli. "Kak, kita akan di bawa ke mana?"
Loli mengangkat bahunya, karena dia pun tak tahu, tapi yang terpikirkan Loli saat ini adalah pasti orang itu adalah suruhan Lia.
Loli merasa cemas. Telapak tangannya terus basah karena berkeringat. Hatinya mulai meragu, apakah keputusannya melibatkan Ana ini tepat? Tentulah Loli tahu ini salah, tapi tak ada pilihan lain selain dia harus melakukan rencana kotornya.
Ana dan Loli terus mengikuti pria tersebut, hingga sampai di sebuah ruangan.
Mata Ana langsung membola melihat apa yang netranya tangkap. Sekumpulan wanita dengan pakaian yang begitu minim dan ketat, sampai tubuh mereka tercetak jelas lekuk tubuhnya.
Ana terdiam sesaat tak melangkah sejengkal pun dari ambang pintu. Situasi yang nampak membingungkan di hadapannya membuat dirinya mulai dirundung kekhawatiran.
Lalu Ana merasakan sebuah tangan menggenggam tangannya.
"Ana, tenanglah." Ucap Loli, walau dia sendiripun sebenarnya tidak tenang.
"Kak, sebenarnya kenapa kita di bawa ke sini?"
Loli tak berdaya, dia tak sanggup berkata jujur dengan situasi yang sebenarnya. Sungguh Loli ingin mengutuk dirinya sendiri atas perbuatanya.
"Kalian berdua, kenapa diam? Ayo cepat!"
Pria dengan suara bariton itu memanggil mereka dengan menatap tajam memperingatkan agar tidak membuang-buang waktu hanya dengan diam berdiri.
Lekas Loli mengikuti pria tersebut dengan menarik tangan Ana. Hingga sampailah mereka di sebuah ruangan lain yang tak jauh dari ruang berkumpulnya para wanita tadi. Ruangan itu seperti ruangan rias, karena ada beberapa meja rias dan beberapa baju yang berjajar rapi di gantungan baju.
"Kalian tunggu di sini." Perintah pria tersebut, lalu pergi begitu saja.
"Kak, kita ngapain di sini, harusnya kita kan ada di restoran resort?"
Loli yang kembali di lempar pertanyaan hanya bisa menutup rapat mulutnya. Karena memang tak ada jawaban yang bisa dia sampaikan atas kebohongannya.
Lalu daun pintu yang tertutup itu terbuka, bersamaan dengan datangnya seseorang yang tak asing bagi Ana dan Loli.
"Kak Lia?"
"Lia?"
Keduanya menyebut nama wanita itu bersamaan dengan mimik wajah terkejut.
"Halo semua. Apa kalian berdua sudah siap?" Ucap Lia sembari tersenyum licik ke arah keduanya.
Loli menelan saliva nya. Kedatangan Lia tentu sudah dia mengerti. Sedangkan Ana masih bingung dengan keberadaan kakak sepupunya di resort ini.
"Kak, apa yang kau lakukan di sini?"
Lia melangkah mendekati Ana, lalu tangannya menyelipkan anak rambut gadis polos itu ke belakang daun telinganya, "Aku bekerja di sini sama seperti mu, adikku tersayang." sembari menaikkan salah satu alisnya.
"Loli, kau tahu apa yang harus di lakukan, kan?" Lia menatap Loli dengan sorot penuh kelicikan, "dandani dia yang cantik dan kenakan pakaian yang paling seksi untuknya." Tambahnya.
Kemudian Lia keluar begitu saja.
"Kak, apa maksudnya ini?" tanya Ana yang sudah mulai mencurigai situasi yang mulai tak wajar.
"Kak, ku mohon jawab!" Ana mengguncang tubuh Loli yang diam tertunduk.
Dan pada akhirnya suara tangisan Loli yang terdengar lirih itu pun pecah memenuhi ruangan. Tubuhnya merosot duduk di lantai. Menutup wajah dengan kedua tangannya untuk menahan air mata dan suara tangisannya.
Mungkin dia sudah tidak tahan. Dia mungkin seorang yang pernah berkecimpung di dunia prostitusi, tapi dia bukanlah Lia yang tega menjebak adiknya sendiri demi keuntungan.
Nuraninya sebagai kakak mulai menyadarkan dirinya bahwa semua ini salah dan harus di akhiri.
"Ana, cepat pergi dari sini!" perintahnya dengan menatap lekat netra biru yang kebingungan itu.
"Apa maksud, Kak Loli?"
Pertanyaan Ana akhirnya di jawab dengan menceritakan semua rencana Lia. Bagaimana kakaknya akan menjebaknya masuk kedalam lingkungan dunia malam dan memanfaatkannya demi keuntungan sendiri.
Hati Ana sakit dan terguncang. Entah perasaan macam apa yang di rasakannya saat mendengar kenyataan yang sulit di cerna olehnya. Sebuah fakta bahwa kakak sepupunya sendiri ingin merusaknya.
Dan yang membuatnya lebih kecewa lagi, bahwa teman yang sudah dia anggap kakaknya sendiri pun sama teganya dengan kakak sepupunya yang ingin menjebaknya.
Keduanya larut dalam kemalangan dengan tangisan yang begitu lirih.
Ana hanya bisa memandangi Lia yang bersimpuh di kakinya sembari terus meminta maaf dengan penuh penyesalan. Setiap alasan yang di ungkap oleh wanita berkulit eksotis itu membuatnya terus mengepalkan tangannya, seolah menahan amarah yang siap meledak.
"Pergilah Ana. Aku akan tanggung semuanya. Dari awal ini semua salahku." Ucap Loli dengan suaranya yang mulai serak.
Ana masih diam. Hingga sebuah ucapan yang keluar dari mulut wanita blasteran Asia-Eropa itu membuat Loli mendongak ke arahnya.
"A-apa kau sadar dengan ucapanmu itu, Ana? Sekali kau terperangkap, maka sulit bagimu untuk keluar."
"Bukankah kita masuk ke tempat ini memang sudah terperangkap, Kak. Kalaupun aku kabur, bagaimana dengan Kak Loli? Apa aku setega itu membiarkanmu di permainkan oleh Kak Lia?" Begitulah jawaban Ana, yang sontak membuat Loli semakin menyesal dengan perbuatannya.
Ana yang telah dia tipu masih memikirkan nasibnya, bahkan berkata dengan tegas akan melanjutkan ini semua dengan rencana yang sudah Ana pikirkan dalam kepalanya.
Akhirnya waktu yang tersisa pun di gunakan Ana dan Loli menyusun rencana untuk bisa lolos sekaligus membalas perbuatan Lia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments