"Ana!! Apa kau bosan hidup?!" suara Felix menggema ke seluruh ruangan. Semua orang sangat terkejut tak terkecuali Ester dan Elis. Apalagi melihat kemarahan majikan mereka yang sangat menakutkan.
"Ya! Biarkan aku mati!" Ana pun membalas teriakan Felix dengan nadanya yang cukup tinggi namun bergetar. Matanya melotot ke arah pria itu menunjukkan amarahnya. Dan saat itu juga Ana memutuskan untuk melawan mafia itu dengan sisa keberanian dan tenaga yang dimiliki. Perkelahian antara keduanya pun tak terhindarkan.
Gadis desa itu menyerang Felix, berusaha memukulnya, namun serangan yang kurang bertenaga itu dengan mudah dihindari. Ana tidak menyerah. Ia mengambil pisau steak yang ia temukan tergeletak di lantai lalu mengarahkannya pada Felix. Namun lagi-lagi serangan darinya tak mampu sedikitpun melukai pria bertubuh kekar itu.
"Kau membuatku sangat marah, Ana!" Serunya.
Kemudian mengakhiri perkelahian yang jelas berbeda level itu dengan meraih tubuh rampingnya, mengangkat dan...
Brugh...!!
Felix membantingnya di atas meja makan, sampai Ana meringis kesakitan.
Demis dan anak buahnya yang lain datang setelah mendengar keributan.
"Tuan, anda tidak apa-apa?" tanya Demis sambil membawa pistol di tangannya. Netranya pun menyaksikan bagaimana Ana yang kini sedang di cengkram lehernya. Lalu sorot mata tajam bosnya mengarah pada dirinya.
"Apa kau sudah mencari tahu informasi soal Ana?!" tanya Felix dengan suara penuh penekanan.
"Sudah Tuan."
"Segera ke ruanganku dan bawa informasinya!" titahnya.
Sedangkan tubuh Ana yang tidak berdaya itu di bawa ke kamarnya.
Ketika sampai, di saat itu juga Felix mengikat tangan dan kakinya, dan menyumpal mulutnya. Kemudian pergi meninggalkan Ana sendirian menuju ruang kerjanya.
***
"Mana informasi itu?!"
Demis lalu menyerahkan sebuah amplop coklat berisikan data pribadi keluarga Ana. Dengan seksama pria itu membacanya. Namun dalam waktu singkat, terlihat perubahan pada mimik wajah Felix yang seakan menahan amarah.
"Apa informasi ini bisa kau pertanggung jawabkan, Demis?"
"Saya pastikan informasi itu semuanya benar, Tuan"
Tak mau membuang waktu, Felix bangkit dari duduknya menuju di mana Ana berada. Langsung saja dia mengangkat tubuh gadis malang itu masuk ke dalam bathtub kamar mandi yang sudah berisi air.
"Kau akan membayar semua perbuatan orang tuamu, Ana."
Kemudian wajah gadis malang itu di benamkan ke dalam air hingga kesulitan bernafas.
"Kau ingin mati, kan? Aku akan berikan itu padamu. Tapi sebelum aku membunuhmu, kau harus merasakan siksaanku!" ancamnya tanpa ragu.
Felix kemudian merobek baju Ana yang tubuhnya masih terikat. Seperti kejadian sebelumnya, tubuh tak berdaya itu di permainkan oleh Felix dengan cara yang penuh hina.
Ana hanya bisa menangis dengan suara tertahan. Dia tak ada tenaga untuk melawan. Tubuhnya di sentuh di setiap incinya tanpa persetujuannya. Kehidupannya benar-benar hancur di tangan pria bengis itu.
_POV FELIX
Saat aku tahu darah siapa yang mengalir dalam tubuhnya, hatiku sangat murka. Pembunuh Ayahku, dialah Andrey Marteen Ivanov. Ayah kandung dari wanita yang saat ini aku genggam kehidupannya.
Meskipun aku sudah membalaskan kematian Ayahku dengan membunuhnya, tapi itu tak mengurangi dendamku. Karena kejadian itu membuat ibuku menderita.
Informasi dari Demis membuatku semakin yakin untuk menyiksa Ana lebih dari sebelumnya. Namun setiap melihatnya aku pun tak mampu berbohong jika sebenarnya aku pun menginginkannya.
Kali ini aku menyentuhnya dalam keadaan benar-benar di kuasai amarah dan dendam. Tubuh telanjangnya yang terikat merubahku seperti hewan kelaparan. Aroma tubuhnya membuatku candu, sampai aku ingin terus merasakannya.
Tak peduli hati wanita itu hancur. Aku terus menyentuh setiap bagian tubuhnya, meremasnya, bahkan ku tinggalkan tanda merah di sekujur tubuhnya. Meski tangisan pilunya sebenarnya mengusik hatiku.
Setiap melihat wajahnya yang sepintas seperti perpaduan wajah orang tuanya itu, hatiku sakit. Aku masih mengingat bagaimana Ayahku di habisi oleh Andrey.
Aku bersumpah akan membuatmu hancur, Ana. Akan ku buat anggota keluarga Ivanov tak memiliki harga diri, dengan menjadikan dirimu budakku.
Teruslah menangis sampai kau memohon sendiri untuk menyerahkan jiwamu padaku.
***
Pagi ini Felix akan ada transaksi senjata dengan salah satu kelompok gangster dari Argentina. Bersama dengan Demis dan anak buahnya yang lain, dia berangkat menuju lokasi yang telah di tentukan.
"Selamat datang, Felix." Sambut Gustav sambil menjabat tangan pimpinan organisasi WS tersebut.
Alasan Gustav ada dalam transaksi ini adalah karena dialah yang menjembatani pertemuan antara Felix dan kelompok gangster tersebut.
Felix mengikuti Gustav yang akan mengantarkannya ke ruang pertemuan. Sesampainya di sana, dia melihat Carlos dan anak buahnya. Dialah ketua kelompok gangster itu.
"Halo, Tuan Felix. Senang bertemu dengan anda?" Ucap Carlos sembari menjabat tangannya.
"Saya juga senang bertemu dengan anda, Tuan Carlos."
Seperti yang di jadwalkan, keduanya melakukan transaksi yang sudah di sepakati.
Demis lalu membuka puluhan peti yang berisikan senjata dan peledak di dalamnya. Sedangkan dari pihak Carlos menunjukkan sejumlah uang dalam jumlah besar di dalam tas jinjing berwarna hitam.
Kemudian pihak Felix memeriksa keaslian uang dan jumlahnya, begitu sebaliknya dari pihak Carlos juga memeriksa senjata dari Felix.
"Bagaimana, Tuan Carlos. Apa kau menyukainya."
"Ya, Tuan Felix. Senjata ini yang kami cari selama ini. Senang bertransaksi dengan Anda." Ujar Carlos merasa puas.
"Ya, sama-sama."
Transaksi yang berlangsung singkat itu berhasil. Felix dan rombongan masuk ke mobil untuk kembali ke mansion.
Namun di tengah perjalanan, Felix mendapat kabar bahwa Jacob sedang ada di mansion miliknya. Namun dia hanya menanggapi dingin kabar kedatangan adik angkatnya itu.
Saat sudah kembali, dia melihat Jacob sedang duduk di ruang utama di temani Raul yang berdiri di belakangnya. Di sana juga ada Ester yang menemani.
Jacob yang menyadari kedatangan kakaknya itu langsung mengulas senyum. Dan sudah jelas pewaris keluarga Yusupov itu hanya merespon dingin.
"Apa maumu jauh-jauh datang ke sini? Kalau kau hanya ingin membela John, pergi saja!"
Jacob menghela nafas mendengar perkataan Felix. Dia sudah paham kedatanganya bakal di sambut tidak antusias. Karena dari dulu hingga sekarang sikap kakaknya itu memang seperti itu padanya.
"Aku kemari memang akan membicarakan soal Paman John, tapi bukan untuk membela nya. Aku datang ke mari untuk menekankan bahwa, apapun yang di lakukan paman terhadapmu, aku tak akan ikut campur. Dan terserah akan kau apakan dia. Kau habisi juga tak masalah."
Penjelasan adiknya itu membuat Felix menyunggingkan sudut bibirnya, lalu pergi begitu saja.
"Tuan Jacob, mohon anda mau mengerti sikap Tuan Felix. Jangan terlalu di masukkan ke hati." Ujar Ester.
"Ya, Ester. Aku tahu." Lalu beranjak dari duduknya, "baiklah, aku balik."
Lekas Jacob keluar dari bangunan mewah itu dan masuk ke mobilnya. Namun tanpa sengaja netranya menangkap sosok wanita yang mencuri perhatiannya. Dia membuka kaca mobilnya yang melaju dan memfokuskan pandangannya. Dan di saat itu juga dia tersenyum melihat sosok wanita tersebut.
"Tuan, apa ada sesuatu?" Tanya Raul.
"Tidak ada." Lalu menutup kembali kaca mobilnya.
Di saat yang sama, Ana sedang di sibukkan membatu Dylan menanam bunga Azalea di sekitar taman mansion.
Sejak kejadian tempo hari, keduanya nampak canggung dan jarang bicara. Sebenarnya Dylan ingin menanyakan apa yang terjadi pada Ana, namun melihat gadis itu lebih pendiam dari sebelumnya, membuatnya ragu untuk bertanya.
Ketika Ana akan berdiri, tak sengaja kain yang menutup lehernya terlepas, dan terlihatlah banyak tanda merah di lehernya. Hal itu membuat Dylan memberanikan diri untuk bertanya.
"Ana." meraih tangan gadis cantik itu yang akan pergi, "sebenarnya apa yang terjadi padamu?" lanjutnya.
Ana hanya menunduk dan diam.
"Ana, aku mohon cerita lah. Walau sedikit, setidaknya aku bisa membantu." Tangannya mengangkat wajah yang sedari tadi menunduk itu.
Dylan terenyuh melihat gadis bermata biru yang berlinang kan air mata itu. Tangisannya membuat Dylan tak tega.
"Aku ingin pergi dari sini, Dylan. Hiks...hiks...aku ingin pulang." Pintanya dengan tangisannya yang lirih.
"Apa Tuan Felix yang melakukan ini semua?" dengan mengepalkan kedua tangannya.
Ana mengangguk dengan menangis sesenggukan. Bahkan Ana sedikit malu memperlihatkan bagian leher, tangan bahkan kakinya yang penuh bekas gigitan pemilik mansion ini.
Hati pria mana yang tak sakit kala wanita yang di sukainya di lecehkan dengan membabi buta. Meski dia pun tahu perangai majikannya itu memang suka berganti-ganti wanita. Tapi untuk Ana, dia sama sekali tidak terima. Sejak awal dia sudah jatuh hati pada gadis lugu itu.
"Ana, jika kau ingin pergi dari sini, aku akan membantumu." Sembari memegang dua bahunya.
Terdengar mustahil tapi dia harus mencoba. Ana sudah tidak tahan dengan perlakuan pria kejam itu. Meski ragu, Ana mengiyakan tawaran Dylan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments