Terdengar dentuman suara musik yang di mainkan seorang Disk Jockey terkenal di sebuah klub malam suasana outdoor. Beberapa kolam renang yang luas menghadap ke pantai, dan diantara kolam renang tersebut ada kolam renang yang berisi busa yang tersedia untuk memanjakan para pengunjung di sana.
Di kolam busa itu terlihat sosok wanita berbikini dengan seorang pria, mereka tak lain Lia dan Darwin yang sedang menikmati wine mereka di dalam kolam renang.
"Ada apa Lia, apa hari ini kau menang lotre?" tanya Darwin penasaran karena Lia yang terlihat bahagia.
"Tidak, tapi aku mendapatkan tangkapan besar yang lebih dari sekedar memenangkan lotre."
Darwin tak mengerti maksud Lia, tapi Lia sendiri tak menjelaskan pada Darwin meskipun beberapa kali dia bertanya. Lia hanya mengatakan bahwa sebentar lagi dia akan dapat banyak uang.
Tiba-tiba Lia merasakan sebuah tangan melingkar di perutnya, siapa lagi kalau bukan Darwin. Pria itu sudah dua bulan ini menggunakan jasa Lia untuk memuaskannya. Bahkan dari Lia lah dia mendapatkan para wanita yang akan di persiapkan untuk para tamu di resort tempatnya bekerja. Bisa di bilang Lia adalah seorang Mami, sebutan penyalur wanita di dunia prostitusi.
"Ayo kita bermain sebentar di sini." Bisik Darwin sembari tangannya berpiknik menikmati buah dada wanita di depannya itu.
Lia lalu menyambar bibir Darwin, memberikan lampu hijau bagi pria tersebut untuk bermain-main dengan tubuhnya di kolam renang.
"Lia apakah kau tidak punya barang baru yang bagus?" tanya Darwin sambil melakukan kegiatan panasnya.
"Apa denganku saja belum cukup? Mmgh..." jawab Lia sambil meringis menikmati... keluar masuk dalam dirinya.
"Bukan untukku, tapi untuk tamu resort ku. Wanita yang kau berikan masih kurang."
Lia tersenyum menyeringai. "Ya, aku punya dua dan salah satunya sangat mahal harganya" ujar Lia.
***
Dua hari sebelum acara berlangsung, semua orang tengah di sibukkan mempersiapkan segalanya yang di butuhkan. Sebenarnya semua orang yang terlibat dalam persiapan ini masih merasa bingung, baik staf maupun pekerja biasa.
Tamu seperti apa yang akan datang, sampai semua departemen harus menyiapkan secara serius dan super detail fasilitas yang akan di gunakan para tamu tersebut. Bahkan soal keamanan, terbilang sangat berlebihan untuk sekelas tamu VIP biasa, bahkan keamanannya melebihi keamanan untuk seorang pemimpin negara.
Tak terkecuali Ana yang tengah di sibukkan mendorong troli berisikan peralatan kebersihan menuju lantai paling atas, di mana kamar VIP berada.
"Duh, tamu seperti apa sih yang datang? Padahal kamar itu sudah di bersihkan dan masih kosong, tapi masih saja harus di bersihkan." Gerutunya.
Ana melangkahkan kakinya sambil mendorong troli menuju lift, menekan tombol buka, hingga pintu lift terbuka dan dia masuk ke dalamnya.
Kotak besi raksasa itu perlahan bergerak naik sesuai nomor lantai yang di tekan Ana tadi.
Ting!
Suara lift terbuka.
Bersamaan dengan itu netranya menangkap pria asing di luar pintu lift, sepertinya pria itu akan masuk ke dalam. Namun entah kenapa pria itu seperti menatapnya dengan tajam.
Segera Ana mendorong trolinya keluar dari lift, sedangkan pria di depannya itu melangkah masuk. Keduanya melangkah menuju ke arah berlawanan.
Entah karena sangking penasarannya, Ana menengok ke belakang. Namun apa yang terjadi? Pria asing itu menatapnya jauh lebih tajam dari sebelumnya. Netra mereka saling bertemu. Sampai sepersekian detik mata mereka tak berkedip satu sama lain.
Ana mulai tersadar saat pintu lift itu tertutup sempurna, mengakhiri adegan saling pandang yang tak di sengaja.
"Duh, apa aku sudah gila? Pria itu memang tampan, tapi bagaimana bisa aku menatapnya seperti itu" gumamnya.
Sedangkan di dalam lift, tak sengaja pria asing itu menemukan sebuah kalung berliontin kan cincin. Tapi dia tidak berkeinginan mengambilnya, dia hanya menatap dingin benda tersebut.
Ddrrt! ddrrt!
"Halo, Tuan Felix."
"Apa kau sudah memeriksa semuanya, Demis?"
"Sudah Tuan, saya sudah pastikan semua aman dan saya sudah memasang penyadap dan CCTV kecil tersembunyi di setiap kamar."
"Baiklah, aku serahkan semuanya padamu."
Dan sambungan telepon berakhir.
Ting!
Pintu lift terbuka, lekas Demis melangkah keluar dari dalam lift setelah mengambil kalung yang jatuh tadi.
Langkahnya terus menyusuri gedung resort sampai langkah itu berhenti di depan pintu sebuah ruangan yang terdapat tag nama bertuliskan General Manager.
Di bukalah daun pintu itu. Baru saja Demis masuk, langsung di sambut seorang pria yang tak lain General Manager Resort Hilltop Anyar Bali yang bernama Hendra Sanjaya.
Hendra Sanjaya adalah pemimpin tertinggi sekaligus pemilik Resort ini. Meskipun begitu, Hendra mendapatkan kepemilikan Resort ini atas campur tangan Felix. Bagaimana ceritanya? Hanya Felix dan beberapa segelintir orang saja yang mengetahuinya.
"Selamat datang, Tuan Demis." Sambut Hendra, sembari mempersilakan Demis duduk di sebuah sofa besar.
"Apa semua sudah kau persiapkan dengan baik? Aku harap kau tidak mengecewakan Tuan Felix."
"Tentu, Tuan. Saya suda perketat semua keamanan dan akan memberikan service terbaik bagi tamu yang hadir."
Hendra cukup percaya diri, karena memang semua persiapan acara benar-benar di perhitungkan olehnya.
"Tetap jaga kerahasiaan pertemuan ini. Buat seolah-olah ini acara berkumpulnya para pebisnis. Tetap alihkan pada gedung utama saja." Titah Demis.
"Baik, Tuan, dimengerti."
Demis lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut setelah urusannya selesai, tapi dia akan tetap berada di resort ini sembari mengawasi semuanya, sampai acara selesai.
Demis yang kini sudah berada di kamar resort yang di sediakan untuknya, tengah sibuk dengan laptopnya. Dia sedang memprogram penyadap dan CCTV yang sudah terpasang agar bisa tersambung langsung dengan laptop milik Felix yang posisinya masih berada di Rusia.
Sedangkan Felix sendiri yang berada di mansion segera membuka laptop miliknya untuk memeriksa semuanya setelah mendapat konfirmasi dari Demis.
Dia memperhatikan setiap kamar yang menjadi target intaian nya. Hingga layar laptop nya menunjukkan tangkap layar CCTV sebuah kejadian yang tak biasa baginya.
"Menarik" begitulah kata yang keluar dari mulutnya. Bahkan seulas senyum terlihat dari bibirnya ketika melihat video kejadian tersebut.
***
Ana duduk membatu di lantai. Dia tidak tahu bagian mana lagi yang musti di bersihkan. Kamar ini terlalu bersih untuk di bersihkan kembali. Bahkan, mungkin semut pun tak akan berani melewati kamar ini sangking bersihnya
"Wow, nyamannya tidur di lantai. Aku jadi rindu rumah." Sambil berguling-guling di atas lantai marmer yang dingin.
"Di sini tak ada CCTV, kan? Ah, mana mungkin ada CCTV. Orang waras mana yang memasang CCTV di kamar pribadi seperti ini, kalau bukan orang mesum." Begitulah ucapan Ana, yang tanpa ia sadari akan ada bahaya yang mengintai.
Ana membayangkan bahwa dirinya sedang berada di rumahnya, karena kebiasaannya saat di rumah memang suka berbaring di lantai sambil menonton TV. Dia merasakan lantai marmer yang terasa dingin itu dengan pipinya.
Namun tiba-tiba dia merasakan ada yang kurang pada dirinya, "tunggu! Dimana kalungku?" sambil meraba lehernya.
Segera Ana bangkit dari tidurnya mencari benda berharga miliknya. Dia menelusuri setiap ruang kamar yang dia bersihkan hari ini, tapi tak ada tanda-tanda keberadaan kalungnya.
Lekas dia menyusuri setiap tempat yang dia lewati, tapi tak menemukan kalung tersebut. Bahkan di dalam lift yang dia gunakan tadi pun sudah tidak ada.
"Ya Tuhan, bagaimana ini? Di mana kalungku?" Begitu sedih Ana kehilangan kalung miliknya.
Kalung itu bukan hanya sekedar perhiasan saja, tapi benda itu adalah pemberian mendiang ibunya.
"Ana, kau kenapa?" tanya Loli yang yang tidak sengaja melihat temannya itu duduk sendiri dengan raut wajah sedih dan kebingungan.
"Kak Loli, aku kehilangan kalungku. Apa Kakak melihatnya? kalungnya berliontin kan cincin."
"Aku tidak melihatnya." Jawabnya sembari menatap Ana ragu.
Karena setiap melihat Ana, dia jadi teringat kesepakatan yang dilakukannya dengan Lia tempo hari. Sebab sampai hari ini pun, Loli masih bingung, apakah harus melakukan perbuatan kotor itu.
Sejumlah uang memang sudah di berikan Lia, tapi untuk melunasinya hanya dalam kurun satu bulan sangatlah mustahil. Apalagi Lia mengancam dirinya jika tidak melunasi dalam waktu yang di tentukan, wanita itu akan menceritakan pekerjaannya yang dulu pada keluarganya.
"Kak, ada apa? Apa Kak Loli sakit? Wajah Kakak pucat sekali."
"Ti-tidak. Kakak tidak apa-apa." jawabnya gugup.
"Baiklah, aku mau lanjut mencari kalungku dulu ya, Kak?" Lekas Ana berlalu meninggalkan Loli.
Ping
Suara notifikasi pesan singkat dari ponsel Loli.
Deg
Mata Loli membulat melihat pesan yang ia buka. Pesan gambar dirinya yang sedang bersama seorang pria di kamar hotel tanpa menggunakan sehelai benang pun.
'Ingat Loli, kau harus lunasi hutangmu dalam satu bulan atau foto ini akan memenuhi MEDSOS. Kecuali jika kau bisa memenuhi kesepakatan kita soal Ana.' Begitulah isi pesan ancaman yang di kirim Lia.
Tubuh Loli gemetaran. Dia membekap mulutnya sendiri terkejut. Tak bisa ia bayangkan jika foto vulgarnya sampai tersebar ke media sosial, semua orang akan melihat. Dan yang terburuk adalah keluarganya akan mengetahui pekerjaan kotor yang sempat ia geluti. Kecuali jika dia melakukan apa yang di perintahkan Lia, mungkin hidupnya akan selamat. Hanya itu yang bisa Loli pikirkan saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments