Sebuah ruang kerja bergaya monokrom yang di dominasi warna abu-abu, terlihat Felix duduk di kursi kantornya sambil menatap serius Demis yang ada di depannya.
"Bagaimana? Apa kau sudah dapat kan informasinya?" tanya Felix
Lalu Demis menyerahkan sebuah map berwarna biru. "Ini, Tuan."
Felix membukanya, dan membaca dengan seksama kertas-kertas yang berisikan informasi gadis tawanannya, siapa lagi kalau bukan Ana.
"Kau yakin dia bukan mata-mata?"
"Ya, Tuan. Saya sudah menyelidiki semua aktivitas dan latar belakang keluarga nya." Ujar Demis.
Tapi ada informasi yang menarik perhatiannya, yaitu Kakek Ana adalah seorang mantan marinir yang pensiun dini akibat kecelakaan dalam tugas. Namun semakin dia membaca isi informasi tentang latar belakang keluarganya, semakin dia di kejutkan tentang kedua orang tua kandung gadis itu.
Kertas di tangannya itu memuat tulisan tentang ibu kandung Ana yang bernama Delina dan ayah kandungnya adalah seorang warga berkebangsaan Rusia, yang terdeteksi pernah tinggal di kota Moskow, namun masih belum di ketahui namannya.
"Demis, suruh orangmu untuk mencari tahu sekali lagi soal orang tua Ana, terlebih Ayahnya. Siapkan mobil, aku mau bertemu dengannya." lanjutnya.
"Baik, Tuan." Kemudian Demis pergi meninggalkan ruangan.
"Delina..." gumam Felix sembari mengepalkan salah satu tangannya.
Saat itu juga Felix pergi dari kantornya menuju ke suatu tempat bersama Demis. Sebuah gudang pabrik terbengkalai yang tersembunyi di kawasan ladang anggur miliknya.
Saat sampai di sana, Felix langsung masuk ke dalam gudang dan di sambut beberapa anak buahnya yang berjaga.
"Selamat datang, Tuan." Sambut salah satu anak buahnya, dimana dia adalah ketuanya.
"Apa dia sudah membuka mulutnya?" tanya Felix sambil melangkah lebar.
"Belum, Tuan." Jawab anak buahnya yang mengekor.
"Dasar bedebah!" umpatnya. Lalu Felix mempercepat langkah lebarnya.
Ketika telah sampai di dalam sebuah ruangan yang cukup kotor itu, Felix mendekati pria yang tengah terikat di kursi dalam keadaan penuh luka. Lalu tangan besarnya menarik kuat rambut pria tersebut sampai wajah babak belur pria tawanannya itu terlihat jelas.
"Sampai kapan kau akan menutup mulutmu itu, Boris?! Ceritakan saja semua, maka akan aku berikan kau kematian yang paling muda."
"Hahaha!! Sudah ku katakan beribu kali, aku tidak tahu soal informasi itu!"
Bugh...
Pukulan keras Felix pada Boris atas jawaban yang tak memuaskan hatinya. Lalu ekor matannya melirik Demis, "urus dia!"
Boris seketika menelan ludah saat Demis mendekatinya dengan melempar tatapan membunuh.
Siapa yang tak kenal Demis. Di dunia bawah, dia orang yang terkenal kejam bahkan melebihi Felix sendiri. Banyak kabar yang mengatakan bahwa dia tak segan menguliti korban nya hidup-hidup seperti hewan yang akan di jadikan santapan.
Demis memulai kegilaannya dalam menyiksa tawanannya. Pria berwajah agak oriental itu mencabut kuku Boris dengan tang lancip. Alhasil teriakan kesakitan yang memilukan menggema di ruangan tersebut.
"Aaaghh...!!" Boris mengerang kesakitan setiap kali jarinya kehilangan kukunya.
Sedangkan Felix duduk santai sambil menghisap cerutunya. Seperti dia sangat menikmati penderitaan tawanan yang di siksa tangan kanannya itu.
Penyiksaan itu terus berlanjut. Dan hasil dari itu semua, Boris kehilangan ke sepuluh kuku jari tangannya. Tidak hanya kuku, wajah pria malang itu di rusak Demis dengan menyayati wajahnya.
"Cukup Demis!" Titah Felix saat anak buahnya itu akan melanjutkan penyiksaannya.
Demis pun menghentikan kegiatannya.
"Apa kau masih bersikeras menutup mulutmu itu, Boris?" tanya pemimpin organisasi Wolf Syndicate tersebut sembari mengangkat salah satu alisnya.
"A-aku benar-benar tidak tahu. Aku s-sudah tak berhubungan lagi dengan keluarga Ivanov." Jelas Boris di sisa tenaganya. Pria itu seperti orang yang sedang sekarat.
Demis kemudian menyiksa kembali Boris setelah mendapat perintah dari bosnya lewat mata tajamnya. Dan sudah jelas nasib Boris saat ini adalah mendapat penyiksaan yang mengerikan tanpa bisa di bayangkan oleh manusia gila sekalipun.
"Ampun...ampuni aku...!" suara lirih Boris yang tak tahan dengan siksaan Demis, "baiklah, akan aku ceritakan yang ku tahu." Tambahnya.
Felix menyuruh anak buahnya itu berhenti menyiksa sembari mengangkat tangan dengan telapak terbuka.
Demis kembali berhenti dan mundur beberapa langkah dari tempatnya semula.
"Coba katakan!" Felix menatap Boris menuntut penjelasan.
"A-aku dengar Tuan Andrey memiliki seorang anak, dan ke-keluarga Ivanov se-sedang mencarinya."
Sesaat Felix hanya diam mendengar pengakuan Boris. Kemudian dia beranjak dari duduknya dan keluar dari ruangan itu, diikuti Demis.
***
Cuaca musim panas yang hangat menemani aktifitas padatnya yang sibuk di dalam rumah kaca bersama Adel. Dia begitu giat mengerjakan tugasnya penuh tanggung jawab merawat bunga dan tanaman tersebut.
"Duh, panasnya." Keluh Adel merasakan gerah di musim panas tahun ini. Karena suhu udara terasa lembab dan panas.
Sebaliknya dengan Ana yang tak merasa gerah sama sekali. hal itu membuat Adel heran.
"Kau tak merasa panas, Ana?"
Ana menggeleng sembari sibuk menyemprot pestisida pada bunga-bunga yang ia rawat.
"Aneh sekali. Padahal hari ini puncaknya musim panas, loh?"
"Itu karena aku terbiasa dengan suhu yang seperti ini. Karena tempatku tinggal malah bisa lebih panas dari ini."
Penjelasan Ana membuat Adel cukup terkejut, bahkan sempat tak percaya, tapi Ana dengan sabar menjelaskan di mana dia tinggal sebelumnya, hingga Adel pun percaya.
Saat waktu menunjukkan siang hari, di saat itulah keduanya menyudahi pekerjaannya dan keluar dari rumah kaca.
Sebenarnya jam kerja pelayan atau pekerja di mansion hanya enam jam, tapi itu biasanya untuk pekerja yang tidak tinggal di mansion ini, atau bisa di bilang setelah bekerja langsung pulang ke rumah sendiri.
Sedangkan untuk pekerja yang tinggal di mansion, ada beberapa pekerjaan yang harus siap di lakukan di luar jam kerja dan itu juga di beri upah tersendiri.
Waktu memulai bekerja pun di sesuaikan dengan pekerjaan masing-masing. Semisal Ana yang bekerja di luar, memulai pekerjaan dari jam tujuh pagi. Sedangkan pekerja lain yang mengurusi di dalam mansion, biasanya memulai jam delapan pagi, kecuali juru masak yang bisa bekerja lebih pagi dari dirinya.
Ana dan Adel duduk di bawah pohon maple yang teduh, sambil menikmati jam istirahat mereka.
"Hei, kalian!" Seru Dylan yang menghampiri mereka sambil membawa makanan.
"Makanlah ini, Ibuku yang buat." Menyodorkan beberapa sandwich pada keduanya.
Adel yang memang sangat lapar langsung mengambil sandwich itu dan memakannya, lalu Ana pun ikut mengambilnya.
"Kau akan pulang?" tanya Adel pada Dylan. Karena ini memang waktunya pria tersebut menyudahi pekerjaannya.
Dylan adalah salah satu pekerja yang tak tinggal di mansion, jadi saat pekerjaannya selesai, dia akan pulang.
"Tidak. Aku di tugaskan merapikan rumput di kolam renang lama. Apa kalian mau ikut?"
Adel langsung mengangguk cepat. Sedangkan Ana masih tak memberi jawaban.
"Ayo, Ana, kau ikut saja. Pekerjaan kita kan sudah selesai. Sekalian kita berenang." rayu Adel sembari bermain mata berkedip-kedip.
"Apa tidak masalah. Aku takut." Ucap Ana khawatir.
"Tidak apa-apa, itu kolam renang lama yang jarang di gunakan Tuan Felix. Tempatnya juga di kelilingi pagar tanaman tinggi, jadi tak akan ada yang tahu."
Mendengar penjelasan Dylan yang menyakinkan, Ana pun mengiyakan.
Saat sampai di kolam renang, Adel langsung menceburkan dirinya tanpa pikir panjang, karena dia sudah sangat gerah dan ingin berenang. Lalu di susul Ana. Sedangkan Dylan hanya menyaksikan keduanya sembari memotong rumput di sekitar kolam.
Di waktu yang sama, Felix telah kembali ke mansion. Dia memang kembali lebih awal dari kantornya karena ada yang harus dia urus.
"Tuan, anda sudah kembali?" tanya Ester pada majikannya yang sedang duduk di sofa ruang utama.
"ya." Lalu melihat ke arah Ester, " bagaiman dengan wanita itu, apa dia melakukan pekerjaannya dengan benar?"
"Ya, Tuan. Ana sangat tanggap dan anaknya pun rajin. Jadi tidak sulit mengajarinya."
"Baiklah, siapkan makananku di kamar lama, aku ingin beristirahat di sana." Felix bangkit dari duduknya dan pergi menuju kamar yang dia maksud.
Saat sampai di kamar itu, Felix langsung ke kamar mandi membersihkan diri. Setelahnya, dia keluar hanya dengan handuk yang melilit di pinggang.
Namun saat dia duduk santai di sofa sambil memejamkan matanya sebentar, samar-samar daun telinganya menangkap suara gelak tawa dari arah luar, tepatnya kolam renang yang berada tepat di bawah balkon kamar lamanya.
Dia melangkah penasaran, dan saat sampai di balkon, dia mengerutkan dahinya dengan raut wajah tak suka. Bahkan tangannya mengepal menyaksikan pemandangan yang di saksikan tepat di kedua matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments