Demis, sang tangan kanan bos mafia masuk ke dalam sebuah ruangan untuk menemui para wanita yang sudah di siapkan.
"Dimana wanita milik Tuan Felix?" tanya Demis pada Darwin dengan suara bernada dingin.
"Di sini, Tuan?" sambil membawa Lia di hadapan Demis.
"Aku butuh dua orang, carikan satu lagi."
Alhasil mata Darwin tertuju pada Ana yang sengaja menyembunyikan dirinya di balik para wanita di depannya. Pria itu jelas tahu, Ana sengaja menghindarinya.
"Ana, kemari lah!" panggil Darwin.
Sontak Ana kaget, begitu juga Loli yang ada di sampingnya.
"Kak, bagaimana?" Ana meremas tangan Loli. Tangannya yang gemetar menunjukkan betapa Ana sangat ketakutan.
"Ana, tenangkan dirimu dan atur nafasmu. Kamu masih ingat rencana kita tadi, kan?"
Ana mengangguk, lalu dengan langkah yang begitu berat, perlahan dia maju ke depan menghampiri Darwin.
"Ini Tuan, saya yakin Bos Tuan pasti senang dengan wanita ini."
Tak sulit bagi Demis mengenali siapa wanita di depannya itu. Sosok pekerja resort yang sempat berpapasan dengannya di lift kemarin.
Demis memperhatikan Ana yang tertunduk menyembunyikan wajahnya dengan tampilan yang jauh berbeda dengan pertemuannya pertama kali. Pria itu tak menyangka gadis yang awalnya dia kira seorang yang biasa dan polos ternyata wanita yang akan menghabiskan malam dengan tuannya.
"Kau, angkat wajahmu!" perintah Demis kepada Ana sambil mengepalkan salah satu tangannya.
Ana pun segera mengangkat wajahnya, dan mata mereka saling bertemu. Ana menelan saliva nya. Netra hitam yang begitu tajam mengingatkannya akan kejadian di lift waktu itu.
"D-dia pria itu, kan?" batinnya merasa cemas.
"Siapa namamu?" tanya Demis dengan suara rendah yang begitu dingin.
"A-ana, Tuan." Jawabnya ragu.
Kemudian Demis menjelaskan apa yang harus di lakukan Ana dan Lia saat melayani tuannya nanti.
Lia mengangguk mengerti dengan percaya diri, sedangkan Ana memasang wajah muram. Gadis itu hanya diam tak antusias.
Kemudian Demis membawa kedua wanita tersebut menuju kamar tuannya berada. Sampai pada akhirnya mereka sudah ada di depan pintu sebuah kamar. Demis sejenak terdiam seperti memikirkan sesuatu, dan selang beberapa detik ia membuka daun pintunya.
Demis membawa kedua wanita itu masuk.
Sedangkan Felix yang sedari tadi berada di balkon, langsung melangkah masuk setelah mendengar suara Demis. Di ambang pintu balkon, matanya langsung mengamati kedua wanita yang di bawa anak buahnya itu.
Di sisi lain, Lia tak percaya apa yang di lihatnya. Inikan pria yang akan aku layani? Begitulah kira-kira isi pikiran wanita licik itu.
Sebaliknya dengan Ana, bukannya terpesona, dia merasa takut dengan sosok pria berpostur tinggi tegap dengan handuk kimono yang di pakainya. Sampai-sampai dirinya tak sadar mundur perlahan seakan ingin kabur dari tempat itu.
Kemudian Ana merasakan sebuah tangan menahan punggungnya. Dan itu tangan milik Demis.
"Kau kenapa?"
Ana menatap Demis dengan mata mengembun ingin menangis. Berusaha berkata lewat matanya bahwa dia ingin pergi dari sini.
Tatapan memohon Ana membuat hati Demis terusik, sampai dia pun memalingkan wajahnya dari gadis yang ketakutan itu. Sebab tak mungkin dia membawa kabur wanita milik tuannya.
Felix yang melangkah mendekat mulai memperhatikan kedua wanita di hadapannya sembari mengisap segelas wine yang masih ada di tangannya. Lalu tatapan itu mengarah ke tangan kanannya.
"Kau tak usah menjagaku, pergi ke kamarmu dan nikmati para wanita yang sudah di sediakan." Titah Felix.
Ekor mata Demis terarah pada Ana sesaat, lalu lekas meninggalkan kamar tuannya.
Kini hanya ada Felix dan dua wanita yang akan melayaninya.
Di dalam kamar yang agak gelap dengan suasana yang sunyi mencekam, namun juga tercium harum maskulin kamar pria. Ana merasakan hawa dingin dari AC kamar itu bercampur dengan rasa cemasnya yang sulit dia kendalikan.
"Siapa nama kalian?" suara bariton milik Felix memecah keheningan di kamar tersebut.
"Nama saya Lia, Tuan." Saut Lia dengan penuh percaya diri, memasang senyum menggoda. Lantas Felix yang melihat itu hanya tersenyum sinis.
"Dan kau, siapa namamu?"
Kini giliran Ana yang di tanya.
"A-ana, Tuan."
Ana menjawab dengan gagap pertanyaan Felix. Mungkin sangking takutnya, dia kembali menjauh mundur beberapa langkah di saat Felix mendekatinya.
"Apa kau takut, Ana?" Felix bertanya kembali sambil memegang tengkuk leher gadis itu, lalu mendorongnya tepat di depan wajahnya.
Ana bisa merasakan aroma alkohol yang menguar dari setiap nafas Felix, yang membuat kepalanya terasa pusing.
Sedangkan Lia yang berada di sebelah Ana tampak diam, sambil menggigit bibir bawahnya karena merasa tidak di pedulikan oleh pria tampan itu.
"Tuan saya akan memuaskan anda sepanjang malam ini, saya tidak akan mengecewakan anda."
Begitulah cara Lia mencari perhatian Felix. Apakah berhasil? Entahlah, mungkin berhasil, karena pria itu langsung terkekeh mendengar rayuan Lia.
Felix lalu menarik tangan Ana, membawanya duduk di tepi ranjang bersamanya. Sedangkan Lia sendiri di perintahkan berlutut di depan Felix dengan mata yang terbungkus penutup mata.
"Lia, kau pasti tahu kenapa aku menyuruhmu berlutut. Kau pun juga tahu gunanya mulutmu itu, kan?"
"Iya, Tuan."
Ingin mual dan merasa jijik, hal pertama yang Ana rasakan saat mendengar suara desahan dan erangan keduanya yang bersautan. Tubuhnya gemetar dan jantungnya terus berdegup kencang tak karuan. Rasa cemas di tengah kegilaan kegiatan panas mereka yang membuatnya gelisah.
Tak lama setelah itu suara erangan singa Felix yang mencapai klimaksnya terdengar memenuhi ruangan, sampai Ana di buat terkejut mendengarnya. Terlebih lagi tangannya di genggam Felix tiba-tiba.
Ana berusaha menarik tangannya, tapi genggaman Felix sangat kuat.
"Jangan melawan, Ana." lenguh Felix sembari menyandarkan kepalanya di bahu wanita di sampingnya, karena masih dalam pengaruh pelepasan endorfin.
"Tuan, mari kita lanjutkan." Ujar Lia seolah berharap kegiatan panas itu berlanjut di atas ranjang.
"Keluar!"
Lia terkejut atas perintah Felix tersebut. "Tapi, Tuan. Kita belum selesai."
Keluhan Lia membuat Felix menatap tak suka pada wanita di bawahnya. "Keluarlah! Tugasmu sudah selesai."
"Ta-tapi Tuan."
"Kau ingin keluar hidup-hidup atau keluar menjadi mayat."
Ancaman Felix membuat Lia menelan saliva nya. Lekas dia berlalu meninggalkan kamar tersebut setelah melepas penutup matanya. Kemudian keluar dengan perasaan kesal.
"Awas saja, semua ini gara-gara wanita jal.ang itu!" menggumam kesal.
***
Ana yang sadar dirinya hanya sendiri bersama Felix, berusaha tetap tenang dengan beberapa kali mengatur nafasnya dengan teratur.
Jika ingin keluar dari sini, dia tidak boleh panik. Tetap fokus dengan rencana awal dan segera keluar dari sini. Begitulah kiranya yang ada dalam pikiran Ana.
"Lepas penutup matamu dan kemari lah."
Saat itu juga Ana melepas penutup mata dan melihat sosok pria yang sedang duduk di sofa sambil menggoyang gelas kristal berisi wine merah. Matanya seakan menyala di tengah ruangan dengan cahaya temaram seperti hewan buas, membuat jantungnya kembali berdegup kencang cemas.
"Kemarilah!" perintah Felix sekali lagi.
Ana melangkah ragu ke arah pria asing berambut pirang tersebut.
Felix tahu betul wanita panggilannya itu sangat waspada terhadap dirinya. Saat wanita itu sudah ada di hadapannya, tanpa aba-aba Felix menarik tangan kecilnya hingga duduk di pangkuannya dengan posisi Ana yang membelakangi tubuhnya.
Felix merengkuh pinggang ramping gadis tersebut, lalu menyandarkan dagu di bahunya. Tercium aroma wangi parfum vanilla yang lembut dan manis di tubuh molek itu.
"Kenapa, apa kau takut?" suara rendah Felix yang menggoda. "Apa ini pertama kalinya untukmu?" tambahnya.
"A-Apa?!" Ana bingung, tapi tak butuh lama Ana paham maksud ucapan Felix, "i-iya" jawabnya kembali.
Sebuah ciuman di sertai gigitan tiba-tiba Ana rasakan di lehernya. Jelas dia kaget, berusaha melepaskan diri dari pemilik netra abu-abu itu, tapi tenaganya yang tak sebanding, membuatnya memilih pasrah.
"Ahh...tunggu, Tuan, saya..."
Belum sempat mulutnya berkata, kepalanya di putar sembilan puluh derajat hingga bagian merah dan ranum itu dengan mudah di lumat oleh Felix.
Ana tak berkutik. Semakin dia melawan, semakin lidah pria itu memperdalam menyusuri kedalam mulutnya.
Tangan besar itu terus mendorong tengkuk leher Ana hingga sangat dalam sampai terperangkap di dalam ciuman rakus sang mafia.
Sesak karena sulit bernafas, keadaan inilah yang di alami Ana. Beberapa kali dia memukul lengan Felix karena tak sanggup menerima serangan rakus dari pria tersebut.
"Hah...hah...hah..." Nafas dari keduanya saling memburu.
Saat itulah Felix dengan segera menutup mata Ana, lalu menggendong tubuhnya menuju ke ranjang. Pakaian minimnya yang tersingkap memperlihatkan betapa menggoda tubuh elok yang dalam posisi berbaring itu.
Menelan ludah sembari mencengkram tengkuk lehernya sendiri. Perasaan yang penuh hasrat yang sulit lagi dikontrol olehnya. Felix menindih tubuh Ana yang saat itu tak berdaya, membuat bibirnya dengan mudah menikmati kembali ceruk leher yang putih dan jenjang itu.
"Tu-tuan, bisakah kita minum dulu sebelum melakukannya. I-ini pertama kalinya buat saya, karena itulah saya merasa gugup."
"Kau bisa minum?" tanya Felix sembari membelai wajah cemas gadis yang tengah tertutup matanya itu.
Ana menggelengkan kepalannya sambil tersenyum simpul. "A-ajari saya, Tuan." menggigit bibir bawahnya.
Felix hanya bisa tersenyum mendengar permintaan Ana. Entah kenapa dirinya tak mampu menolak keinginan gadis tersebut. Segera dia bangkit, mengambil wine yang sudah di tuangkan ke dalam dua gelas kristal, lalu salah satunya di berikan kepada Ana yang sudah duduk di tepi ranjang.
Ana mengambil gelas berisi wine itu dan meminumnya, tetapi tiba-tiba memuntahkannya kembali tepat di tubuh Felix.
"Shit! Apa yang kau lakukan?! Kau pikir itu air putih yang di minum sekali teguk!"
"Maaf Tuan, Saya tidak sengaja. Saya tidak tahu cara meminumnya." Ujarnya sembari berusaha membersihkan tubuh Felix.
Felix memperhatikan Ana yang membersihkan bagian dada bidang dan perut sixpack-nya dengan jari jemarinya yang lentik sedikit sembarangan.
Segera Felix menuju kamar mandi.
Dan itu di gunakan oleh Ana untuk menjalankan rencananya. Ia memasukkan obat tidur yang ia sembunyikan di sela gunung kembarnya, kemudian memasukkan ke gelas wine milik Felix yang berada di atas nakas.
Siapa yang mengira Ana menggunakan obat tidur untuk bisa melarikan diri. Rencana yang sebelumnya telah di rencanakan bersama Loli adalah melumpuhkan pria yang akan di layani nya dengan obat tersebut.
"Ya Tuhan, semoga ini berhasil?" batin Ana penuh harap.
Tak lama kemudian Felix keluar dari kamar mandi, menuju tempat Ana berada. Ia segera duduk di tepi ranjang.
Ana yang tak mau membuang kesempatan, lekas menyodorkan segelas minuman yang ada di atas nakas tadi pada Felix. "Ini, Tuan, minumlah. Maafkan saya soal yang tadi."
Tanpa ragu Felix mengambil minuman itu.
"Yess...ayo minum! Cepat minum!" batinnya harap-harap cemas.
Namun tiba-tiba Felix melempar tatapan dengan sorot mata dingin ke arah Ana. Ujung gelas kristal berisikan wine yang sudah menyentuh bibirnya itu tak jadi di minum. Bahkan pria itu hanya menggoyangkan gelasnya dengan menyunggingkan sudut bibirnya.
Deg
"Apa aku ketahuan?" batin Ana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments