Ana masih mencoba menenangkan hatinya, mengatur nafasnya yang tidak karuan. Jantungnya mulai berdegup kencang, dan ia mulai was-was. Tiba-tiba tangan Felix mulai menyentuh wajahnya, membelainya dengan lembut.
"Hahahaha!"
Tawa kencang mengerikan mengisi seluruh ruang kamar tersebut.
Ana mendengar itu langsung menoleh ke arah Felix dengan raut wajah cemas. Namun Felix balik menatapnya. Spontan Ana mengalihkan pandangan dan menunduk.
"Aaakh!"
Ana merasakan sakit pada rahangnya karena sentuhan tangan lembut Felix, kini menjadi kasar.
"Apa yang kau lakukan?" menatap tajam ke arah Ana, "siapa yang menyuruhmu, jawab!" teriak Felix dengan suara yang begitu menggelegar, lalu melempar gelasnya ke sembarang tempat hingga gelasnya pecah berserakan.
Ana masih dalam kediamannya, tetap tenang walau sebenarnya situasi ini mengancam nyawanya.
"Kau mata-mata siapa?!"
Sebuah tuduhan sebagai mata-mata yang di layangkan Felix padanya jelas membuatnya terkejut.
Ana tetap diam dengan menahan sakit. Bulir air mata mulai menetes di sudut matanya. Hal itu membuat Felix semakin marah dan muak. Pria yang di penuhi amarah itu semakin memperkuat cengkraman nya.
"Jawab Kataku!" berteriak tepat dia di depan wajah gadis malang itu, "aku sudah tahu kau memasukkan obat tidur di dalam wine milikku, kan?!" imbuhnya.
Lalu, sebuah pukulan keras tiba-tiba melayang ke arah Felix tepat di bagian perutnya.
Bugh...
Pria itu meringis kesakitan, tapi itu hanya sebentar. Mungkin pukulan itu seperti tak berpengaruh besar pada tubuh kekarnya. Kemudian matanya membola ke arah Ana yang dalam posisi kuda-kuda bersiap menyerang kembali.
Siapa yang mengira pukulan yang sempat membuat Felix meringis kesakitan itu berasal dari tangan kecil seorang Ana. Dan hal itu membuat Felix semakin yakin bahwa Ana adalah mata-mata kiriman musuh.
"Dasar wanita sial.an!" gumam Felix.
Ana kembali menyerang Felix dan pemilik netra abu-abu itu menyanggupi perlawanannya.
Kepalan tangan kuat Ana mengarah pada wajah Felix, namun di tangkis dengan satu tangan dengan mudah, namun kaki Ana berhasil menendang tulang keringnya, hingga tubuh Felix sedikit goyah. Ana terus mencoba memukul mencari titik kelemahannya, tapi pukulannya tidak berpengaruh apa-apa pada pemilik tubuh besar itu.
"Ciih! Apa cuma itu kemampuanmu?" remeh nya.
Kini berbalik Felix menyerang Ana, mencoba mencengkram tangan gadis itu, tapi ia berhasil lolos. Tenaga Ana memang kalah jauh dengan Felix tapi kelincahannya dalam menghindari serangan membuat ia kewalahan.
Felix mencoba meraih leher Ana dan berhasil mencengkeramnya hanya dengan satu tangan, mengangkatnya dan membantingnya di atas meja.
Brak....!!
Suara benturan antara meja dan tubuhnya begitu keras. Ana mencoba melepas cengkraman Felix namun tidak bisa.
Benda-benda yang berada di meja jatuh berantakan. Ana menahan tangan Felix yang melingkar kuat di lehernya, namun cengkraman itu begitu kuat hingga wajahnya memerah karena kesulitan bernafas.
Pandangan matanya mulai kabur, dada dan kepalanya terasa panas. Mulutnya terbuka, seakan nafas inilah yang terakhir berhembus lewat kerongkongannya. Tangan yang tadinya berusaha sekuat tenaga menahan, kini melonggar dan jatuh.
"Kakek..." Batinnya.
Bulir air mata jatuh di kedua sudut matanya kala mengingat kakeknya yang jauh darinya. Mungkin dia sudah pasrah dengan nasibnya saat ini.
Namun saat Ana merasa putus asa, cengkraman itu melonggar tiba-tiba dan dia perlahan bisa bernafas dengan leluasa meski sedikit terengah.
"Siapa yang menyuruhmu? Jika kau mengaku aku akan melepaskan mu." Tanya Felix dengan sorot mata menuntut jawaban.
Ana kembali di buat bingung dengan tuduhan Felix. Dia menatap menantang pada mafia tersebut, seakan sorot matanya menegaskan bahwa dia bukan mata-mata seperti yang di tuduhkan padanya.
"Aku tidak bohong. Aku bukan mata-mata!" tegasnya.
Sudut bibir mafia itu menyungging tak percaya. Tangannya yang besar kembali menganiaya Ana. Kini dia menarik kasar tubuhnya lalu menghempaskannya ke lantai.
Saat Ana tersungkur di lantai, tak sengaja matanya melihat pecahan botol wine tepat di depannya.
"Aaakh...!!"
Suara kesakitan Felix sembari memegangi perutnya yang ditusuk dengan pecahan botol.
Darah mengalir dari balik kemeja putih milik Felix yang mulai berwarna merah karena darah.
"Brengsek!" umpatnya sembari menahan aliran darah dari perutnya yang robek akibat ulah Ana. Akan tetapi Felix masih bisa bertahan dengan luka yang di anggap kecil baginya itu.
Felix mencoba menarik tubuh gadis itu agar dalam jangkauannya. Tetapi dia berhasil menghindar
Suasana di kamar tersebut masih mencekam. Keduanya saling waspada dengan mata yang saling menatap tajam.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Felix
"Aku ingin keluar dari sini!" Seru Ana.
Mendengar permintaan gadis itu setelah membuat kekacauan, membuatnya tertawa kesal. Bagaimana mungkin Felix menyanggupinya? Itu tidak mungkin dan tidak akan pernah.
"Ingin keluar dari sini?! Jangan harap!" jawab Felix murka.
Kembali Felix menyerang Ana, meraih tubuhnya, membenturkan ke tembok dan kedua pergelangan tangan gadis itu di cengkram kebelakang hanya menggunakan satu tangan besarnya. Sedangkan satu tangannya lagi mengunci tengkuk lehernya.
"Apa kau masih punya tenaga untuk melawan?" tanya Felix dengan suara rendah di telinga Ana.
"Jangan remehkan aku, aku bisa membuatmu babak belur!"
"Hahaha! Rubah kecil sepertimu mana mungkin membuatku babak belur."
Bugh...
Tendangan tiba-tiba Ana yang mengenai tulang kering milik Felix, membuat cengkeramannya melonggar.
Dimanfaatkan lah kesempatan itu untuk melepaskan diri dari pria bringas itu. Ana memutar badanya hingga posisinya berada di belakang tubuh Felix, lalu membekapnya dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius.
Felix pun terkejut dengan apa yang di lakukan Ana. Jika bukan mata-mata, kenapa dia bisa melawannya hingga membuatnya kewalahan. Seolah gadis itu mempunyai naluri insting bertarung yang alami.
Pandangan Felix mulai kabur, kesadarannya mulai berkurang karena efek obat bius yang di berikan. Tapi pria itu mencoba untuk tetap sadar dengan memukuli wajahnya sendiri.
"Sialan! Brengsek!" gumamnya.
Tak ingin membuang kesempatan, berkali-kali bogem mentah dari tangan kecilnya mendarat bertubi-tubi ke wajah Felix, hingga bibir pria itu robek berdarah. Tubuh besarnya sempoyongan tanda mulai kehilangan kesadarannya.
Saat itu juga Ana memperhatikan langit-langit kamar dan memperhatikan semua ruang kamar mewah tersebut. Otaknya menuntunnya untuk segera melakukan sesuatu untuk menyelamatkan diri.
Menyiram kamar tidur dengan sisa wine yang masih ada lalu membakarnya. Hal itulah yang di lakukan Ana.
Wiwwiwwiw...!!
Alarm peringatan kebakaran berbunyi nyaring. Sudah pasti suara peringatan itu membuat semua penghuni resort panik, tidak terkecuali Demis yang berada di kamarnya.
***
Sebelumnya...
Demis menuju kamarnya. Duduk di sebuah sofa sambil menyandarkan punggungnya. Kedua tangan nya terlentang sembari memandangi langit-langit atap kamarnya dengan ekspresi datar.
Sesaat kemudian terdengar ketukan pintu.
"Masuk!" perintah Demis.
Masuklah seorang laki-laki yang membawa wanita yang akan melayaninya. Laki-laki itu sedikit membungkukkan tubuhnya, kemudian segera meninggalkan mereka.
Demis menatap wanita itu, lalu memerintahkannya untuk mendekat.
"Siapa namamu?"
"Loli, Tuan." Jawabnya sembari mencuri pandang pada Demis. Wajah tampannya berhasil mencuri perhatian Loli.
Kemudian wanita itu melihat pria di hadapannya mulai membuka ikat pinggangnya lalu berlanjut ke resleting. Perlahan nampak gagah bagian yang tersembunyi di balik celana itu.
Loli menelan ludah tak percaya. Itu rasanya sulit untuk di atasi olehnya. "Apa ini asli?" sambil mengedipkan mata beberapa kali.
"Kenapa diam? Lakukan!"
"Ba-baik Tuan."
Tak ingin memperburuk suasana hati pria di hadapannya, Loli langsung melaksanakan tugasnya.
Wajah Demis menegang lantaran gerakan dari lidah tak bertulang milik Loli terus memprovokasinya.
"Mmgh...An...ah!" Desahan itu lolos dari mulut Demis.
Lalu tangannya mencengkram rambut Loli untuk memperdalam gerakannya.
Sepuluh menit bertarung dalam permainan, akhirnya Demis melepaskan sel dari sistem reproduksinya.
"Cukup." Ujar Demis sembari memberi tisu pada Loli. Wanita itu menerimanya dan membersihkan cairan putih dari wajahnya.
"Tapi, Tuan. Saya belum selesai melayani anda." Dengan memasang raut wajah kecewa.
"Sampai di sini saja permainan kita, ini uang untukmu dan pergilah!" Dilemparkannya amplop coklat yang cukup tebal ke lantai dekat Loli yang tengah duduk.
Ana mengambil amplop itu antusias, meski dalam hati merasa kecewa karena tak bisa melanjutkan permainan yang sudah ia bayangkan sebelumnya.
Demis sendiri membenarkan kembali celananya dan duduk di atas ranjangnya sambil menyaksikan Loli yang keluar dari kamarnya.
Wiwwiwwiw...!!
Suara alarm peringatan kebakaran.
Tangannya refleks mengambil senjata yang ada di dalam laci. Seperti sistem pertahan, ini sudah menjadi kebiasaannya saat dia merasa ada yang berbahaya.
Sudah dipastikan pikirannya tertuju pada bosnya. Demis lekas keluar kamar dan di luar sudah ada anak buah yang lain menuju ke kamar sang Tuan.
Saat Demis dan yang lain sudah akan sampai di kamar Felix, terlihat Ana yang baru keluar dari kamar dengan keadaan cukup berantakan.
"Ada apa ini?!" seru Demis dengan pistol yang di bawanya.
Ana menelan saliva nya, ketika melihat gerombolan pria membawa senjata masing-masing di tangannya.
"Ada apa ini?!" sekali lagi Demis bertanya pada sosok wanita pemilik netra biru itu.
"Tuan, Ada yang menyerang Tuan Besar." sembari menangis ketakutan.
"Segera telusuri tempat ini, tutup semua jalur pintu keluar" Titah Demis pada anak buahnya. Lalu sebagian lagi masuk ke kamar Felix untuk memadamkan api.
Sedangkan Ana lekas pergi sebelum di curigai.
Deg
Lengannya tiba-tiba ditahan oleh Demis. Tubuhnya mulai gemetar merasa khawatir. Mungkinkah dia ketahuan? Begitulah pikirannya.
"Pakailah ini." Memberi kemeja hitam miliknya pada Ana.
Untuk sesaat Ana terdiam, karena masih dalam ketakutan, bingung dan kaget. Lalu mengambil kemeja itu segera.
"Terimakasih." Ucapnya lalu pergi.
Setelah itu, Demis langsung masuk ke kamar tuannya. Dan betapa terkejutnya dia, saat melihat tuannya dalam keadaan pingsan dengan kamar yang sangat berantakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments