Pontianak High School

Pontianak High School

Keinginan

Namaku adalah Kento Nishimoto. Aku salah satu pelajar terpintar di daerah Fujieda. Aku lahir satu bulan setelah FIFA World Cup 2018 di Rusia di gelar. Aku telah lulus dari SMP terbaik di Fujieda. Sekarang aku tengah menunggu pendaftaran di Horikoshi Gakuen yang akan di buka dua minggu lagi.

Aku yang genap berusia 14 tahun dan akan melanjutkan ke Horikoshi Gakuen, Tokyo. Sehari setelah hari ulang tahunku, saat pagi hari aku melihat seorang laki-laki dan perempuan sedang mengetuk pintu rumahku dari jendela kamarku di lantai dua. Ibuku yang berada di dapur tengah menyiapkan sarapan, memanggilku. Aku penasaran dengan tamu di depan dan turun sesaat setelah di panggil oleh ibu.

Saat itu aku bertanya pada ibu yang memberikan piring padaku untuk menempatkan makanan yang telah dimasak ke piring “Oka-san, soto ni dare?” (Ibu, di luar siapa?)

“Entah, ibu juga tidak tahu! Tolong ya makanannya, ibu akan membukakan pintu dulu!”kata Ibuku sambil membuka celemek masaknya dengan Bahasa Jepangnya yang fasih.

“Yosh, makase nasai!” (Baik, serahkan padaku!) jawab aku

Setelah itu ibu mempersilahkan mereka masuk. Ibu menyuruhku yang sedang berjalan ke arahnya untuk membuatkan minuman kedua orang itu. Sambil menyiapkan minuman aku kadang melirik ke ruang tamu melihat ibu seperti berbicara serius dengan kedua orang tadi. Aku juga mendengar samar-samar, kalau namaku seperti di sebut-sebut di obrolan mereka. Tak menunggu lama teh yang kubuat telah selesai. Aku segera ke ruang tamu untuk menghidangkan pada Ibu dan kedua tamu itu.

“Nah ini, tanya saja pada anakku!” kata Ibuku sambil mengkodeku untuk duduk di sampingnya dengan Bahasa Inggris.

“Nani ga warui oka-san?” (Ada apa ibu?)tanya aku.

“Kami dari Pontianak High School meminta penerus dari Takayumi untuk sekolah di sana!” kata sang lelaki yang diketahui namanya Elbrush Van Bowl dengan Bahasa Inggris.

“Who Takayumi?” tanya aku bingung pada mereka.

“Itu Ibu, Nama ibu yang dulu, Takayumi Minaka!” Jawab ibuku.

“Bukannya nama ibu Nozomi Nishimoto?” tanya aku pada ibu.

“Maaf sudah merahasiakan! Tapi ini demi kebaikan keluarga kita!” kata Ibuku.

“Ya, tapi maksudnya meminta penerus, maksudnya gimana sih!” tanya aku.

“Ok, akan ibu ceritakan semuanya. Tapi kamu dengarkan dengan pasti!” kata Ibu.

Setelah itu, Ibu menceritakan masa mudanya dulu di Pontianak High School sampai bagai mana bertemu dengan ayah dan menikah serta mempunyai anak, aku. Setelah di ceritakan dan berbicara kedua tamu itu, yang ternyata yang perempuan adalah Robot Humanoid yang bernama Lily. Aku terkejut dan tidak menyetujui untuk bersekolah di sana. Karena aku telah memilih sekolahku sendiri. Aku kesal dan pergi ke kamarku untuk menenangkan diri. Sepintas setelah aku pergi dari ruang tamu Ibu masih berbicara dengan kedua tamu itu. Tapi taklama kemudian mereka pergi.

Ke esokan harinya mereka berkunjung lagi, tetap pada tujuan yang sama untuk membujukku. Aku sama sekali tidak keluar dari kamar saat mereka berkunjung. Entah telah berapa lama ibu berbicara dengan mereka tapi aku sama sekali tidak memperdulikannya. Karena Ayah yang berangkat pagi, jadi ibu yang terus meladeni mereka. Entah kenapa ibu juga kuat menanggapi pembicaraan mereka. Esoknya juga mereka kemari lagi, tapi kali ini pas saat aku di depan. Aku langsung pergi ke dalam tapi Pak Elbrush menahanku.

“Chotto, watashi wa jikoshokai ga shitai desu” (Sebentar, aku hanya ingin berkenalan!) kata Pak Elbrush dengan terbata-bata.

Dari perkataannya tadi sepertinya dia benar-benar menginginkanku masuk ke sekolahan itu. Perkataannya yang kurang lancar tadi membuktikan tekadnya yang kuat untuk mengajakku bergabung. Tapi aku tidak memperdulikannya. Aku tetap pada pilihanku untuk melanjutkan ke Horikoshi Gakuen.

“I remained the same Choice!” (Aku tetap pada pilihan yang sama!)kataku dengan ekspresi memaksa.

“Ok, aku tidak akan ke sini lagi tapi dengarkan penjelasanku dulu!” kata Pak Elbrush dengan pandangan yang tajam padaku.

Aku mempersilahkan mereka masuk.

“Ok langsung pada intinya saja. Aku dari Wakil Pontianak High School ingin mengajak kamu bergabung. Walaupun kau menolaknya tapi pihak sekolah tetap ingin kamu bergabung. Jadi aku menyarankan untuk mencoba dulu!” kata Pak Elbrush belum selesai, aku bergegas pergi meninggalkan ruang tamu tapi tangan Pak Elbrush sekali lagi menahanku.

“Tunggu dulu, aku sudah mendaftarkanmu di Horikoshi Gakuen!”

Aku berbalik dan bertanya “What this is mean!” (Apa maksudnya?)

“Kamu coba dulu 1 bulan saja kalau kamu tetap tidak nyaman kamu boleh pindah ke Horikoshi School. Aku sudah mendaftarkanmu jika kamu tidak nyaman di Pontianak High School!” kata Pak Elbrush.

“Mana Buktinya?” tanya aku.

Setelah melihat tanda pendaftaran di Horikoshi School, aku percaya kalau dia tidak berbohong. Aku menuruti permintaannya untuk ikut dengannya. Tapi aku mengajukan Syarat kalau aku hanya bisa mencoba 1 bulan saja selebihnya, jika aku tidak nyaman, aku akan keluar. Tiga hari setelahnya Pihak dari Pontianak High School(PHS) mengabari kalau aku akan berangkat besok.

Saat itu aku belum berusia 15 tahun, padahal di kriteria untuk masuk ke PHS harus berusia 15 tahun. Aku tak mengerti cara berfikir mereka yang memperbolehkan aku sekolah di PHS yang seharusnya tidak di perbolehkan. Hari itu hari Kamis dan pertama aku masuk sekolah. Karena aku masih di bawah umur rata-rata dan memang aku berperawakan kecil jadi aku agak minder sedikit dan rasanya agak-agak malu gimana gitu. Aku dibimbing oleh Bu Silvia yang merupakan salah satu guru Konseling di PHS. Semua orang yang ada di PHS harus memakai Bahasa Inggris.

“Mari Dik Kento!” ajak Bu Silvia, melanjutkan ke kelasku. Aku lihat semua siswa dan siswi di sini memang memakai Bahasa Inggris semua. Walaupun ada beberapa anak kelas satu yang belum begitu lancar berbicaranya. Setelah 20 menit berjalan dari kantor guru 1 dan melihat beberapa murid yang berbicara di lorong akhirnya aku berada di depan kelasku. Aku di suruh masuk ke dalam kelas oleh Bu Silvia. Bu Silvia kembali ke kantor guru 1 Tadi aku sempat melihat seorang guru pembimbing dengan seorang cewek yang menuju ke kelas 10A( kelasku ).

Setelah menunggu 40 menitan akhirnya semua murid sudah berkumpul. Tak lama kemudian guru Mapel Bahasa Inggris datang dan memulai absen kami semua dengan Bahasa Inggris. Kulihat dari Jepang hanya ada 3 murid di kelasku dari 42 murid yang ada. Ketiga murid itu adalah Shirayuki Takheda, Kei Hinata dan Aku, Kento Nishimoto. Setelah absen selesai kami semua diperkenankan maju satu persatu oleh Pak Wiliam, Guru Bahasa Inggris kami untuk memperkenalkan diri. Tujuannya agar kami saling mengenal satu sama lain dan memanggil nama panggilan yang sesuai. Hari pertama aku masuk hanya ada dua mata pelajaran(Mapel) yaitu Bahasa Inggris dan Matematika. Setelah mengenalkan diri kami di beri ponsel khusus yang bisa melakukan apapun dan sebuah kartu. Ponsel itu berbeda dari yang aku punya. Bentuknya lebih simple tapi ketika di sentuh banyak menu bermunculan. Menunya banyak dari materi pembelajaran,toko online untuk bertransaksi, Informasi dan tentunya aplikasi untuk komunikasi. Sedangkan kartu yang di bagikan adalah kartu E-Pay untuk bertransaksi di wilayah sekolah dan Pontianak di luar Pontianak kartu itu tidak berlaku. Dari yang tadi di jelaskan Pak Wiliam kartu ini telah di terisi saldo sebesar 1000000 rupiah. Dan untuk menambahnya kami harus mendapat nilai yang di tentukan setiap ulangan mingguan. Jika kami melanggar aturan sekolah, merusak fasilitas sekolah dan mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal, saldo yang ada di kartu itu akan berkurang sesuai ketentuannya. Jika para murid melakukan tindakan baik yang di tentukan maka saldo juga akan menambah. Setelah mendengarkan penjelasan tentang Usephone( Ponsel Khusus di PHS) dan kartu . Kami di beri tugas untuk menerjemahkan bacaan 1 di Folder B.Inggris. Saat ku buka dan aku sempat kaget dan bacaan yang berjudul Jam Tanganku itu menggunakan Bahasa Jepang. Salah satu dari kami, Fred Ring yaitu orang Perancis bertanya pada Pak Wiliam “ Pak ini gak salah, bacaannya menggunakan Bahasa Prancis?”. Dan Pak Wiliam menjelaskan bahwa di Folder Bacaan menggunakan Bahasa Negara masing-masing. Dan folder itu digunakan untuk memberikan tugas pada muridnya untuk menerjemahkan ke Bahasa Inggris sebagai latihan. Dan itu bisa meningkatkan speaking and reading Bahasa Inggris para murid. Tugas itu harus di serahkan melalui email masing-masing ke email Pak Wiliam pada pukul 1 siang. Tepat saat kami selesai proses belajar mengajar.

Saat istirahat aku mengerjakan tugasku, tapi sebelumnya aku pergi ke kantin dahulu untuk membeli makanan dan minuman sebagai pengganjal perut. Bahkan ada beberapa temanku yang tidak keluar kelas demi menyelesaikan tugasnya. Pelajaran matematika di mulai, dan aku belum menyelesaikan tugasku walaupun hanya kurang dari 1 paragraf. Saat Pak Chen Fang Lau (di panggil Pak Chen) menerangkan, aku sebisa mungkin membuka Usephone dan mengerjakan tugasku. Ketika hanya tinggal satu kalimat saja, Pak Chen berdehem memandangi kami tajam. Aku kaget dan takut Pak Chen mengetahui kalau aku mengerjakan tugas lain, jadi ku kirim langsung saja dan langsung kututup Usephonenya. Dan ternyata tidak hanya aku yang di deheminya ada beberapa murid yang mengerjakan tugasnya juga. Dalam hati aku menyesal kenapa tadi tidak ku teruskan dan malah ku kirim langsung. Aku mendengarkan seluruh penjelasannya. Kami di suruh memrogram robot yang di bawa Pak Chen dengan rumus matematika. Sebelumnya Pak Chen sudah menjelaskan cara untuk memasukan sebuah program pada robot. Di awal tadi aku tidak memperhatikan karena mengerjakan tugas dari Pak Wiliam. Tetapi entah mengapa rumus matematika yang ku buat dan ku kirim ke CPUnya, robot itu bereaksi pada rumusku dan robot itu terprogram. Aku seperti mengetahui kalau rumus ini merupakan rumus yang benar. Akupun lolos dalam tugas ini, ada beberapa yang tidak lolos dari tugas ini. 7 dari 12 orang yang tidak lolos adalah mereka yang tadi juga mengerjakan tugas, sepertiku.

Setelah semua mapel selesai kami menunggu beberapa menit untuk menunggu guru pembimbing. Tak lama kemudian para guru pembimbing pun datang salah satunya ada Bu Silvia dan ada juga beberapa robot humanoid yang di sebut disini Android. Aku dan beberapa teman laki-lakiku mengikuti Pak Rifki yaitu guru pembimbing baru dari Bandung. Kami berjalan keluar gedung dan ke bagian utara sekolah bersama Pak Rifki. Asrama laki-laki dan perempuan di pisah jika asrama laki-laki di bagian utara sekolah sebaliknya asrama perempuan di bagian selatan sekolah. Sekitar 15 menit berjalan dari kelas Aku sudah sampai di Kamarku dan Tony. Memang setiap kamar untuk dua murid, dan aku berpasangan dengan Tony Law. Dia dari Berlin, Jerman. Dia duduk tepat di depanku saat di kelas.

Setelah kami merapikan barang-barang, kami saling memperkenalkan diri lagi sembari ngobrol tentang hal lain.

“Kamu tadi udah selesai belum tugas Bahasa Inggrisnya?” Tanya Tony tiba-tiba.

“Tadi Cuma kurang 1 kalimat doang, tapi karna Pak Chen berdehem, aku kaget dan takut ketahuan, lalu aku kirim aja seadanya!” terang aku.

“Aku juga tinggal 3 kalimat lagi, eh saat aku mau terusin Pak Chen memandangiku tajam! Langsung kukirim dan kumatikan Usephonenya!” Jawab Tony.

Kami pun berbicara sampai sore dan kami memutuskan untuk belanja ke super market terdekat yang ada di dalam wilayah sekolah. Saat berangkat aku tak sengaja menabrak seorang laki-laki berjas. Tiba-tiba kepalaku pusing dan ada ingatan di kepalaku jika pria yang ku tabrak akan di rampok. Seperti yang kurasakan seperti dulu, aku bisa tahu keadaan seseorang yang menyentuhku beberapa menit ke depan. Itu merupakan kemampuanku. Aku juga tidak tahu tapi yang jelas aku bisa hafal sesuatu dengan sekali lihat. Dan karena itu aku dapat nilai tertinggi dari semua murid lulusan SMP di daerah Shizuoka. Aku juga dapat mengetahui masa depan beberapa saat kemudian. Misal 1 jam lagi aku akan mengalami kecelakaan jadi satu jam sebelumnya aku sudah mempunyai ingatan tentang kecelakaan itu. Tetapi aku hanya bisa membaca sampai dua jam ke depan dari waktuku sekarang.

“Kamu gak apa-apa?” Tanya Tony mencemaskanku sambil memegang pundakku.

“Ayo, ikut aku?” kataku yang seketika tersadar dan menarik Tony mengikutiku berlari.

Aku menuju pria tadi dan menariknya berlari secepat mungkin bersembunyi di balik gang kecil.

“Siapa Kamu?” kata pria itu kasar, sembari melepaskan tanganku dari tangannya.

“MAA…” berontak pria itu, dan aku membekapnya.

“Diam! Lihat itu!” bisik aku dan menolehkan wajahnya ke kedua pencuri tadi.

“Mereka tadi hampir mencuri dompetmu!” jelas aku.

“Oh, gitu terr…!” kata pria itu lalu ku potong perkataannya.

“Cepat lapor polisi!” perintah aku.

Pria menurut dan melaporkannya ke polisi. Setelah melaporkannya kami tetap mengawasi pencuri itu. Para pencuri itu, mulai beraksi dan berlari ke seorang ibu-ibu yang memegang dompet. Aku mengejarnya tapi pencuri itu berlari terlalu cepat. Aku tetap mengejarnya walaupun jaraknya terpaut jauh. Di depan sudah ada mobil polisi. Polisi menembak kedua pencuri itu. Dan ternyata kedua pencuri itu adalah buronan yang sudah lama ada tapi mereka slalu berhasil lolos dari kejaran polisi. Pria itu mandapat apresiasi dari polisi dan di antarkan polisi menuju tempat tujuannya.

Aku dan Tony kembali menuju supermarket untuk membeli persediaan bahan pokok. Di jalan Tony bertanya heran padaku, kenapa aku bisa tahu kalau pria itu akan di jambret. Lalu kujawab “Hanya firasatku saja!”. Dia percaya padaku. Kami saling bagi tugas aku yang meracik dan membuat bumbunya sedangkan Tony yang memasaknya. Tak sampai sejam kami selesai memasak. Kami membuat steak dan kari ayam. Lalu kami memakannya di meja makan. Setiap kamar juga di lengkapi meja makan kecil muat untuk 3 orang dan kamar mandi di dalam.

“Ternyata kamu pintar juga meracik bumbunya!” puji Tony padaku.

“Ah, kamu bisa aja! Semua orang juga bisa!” jawab aku.

“Tapi, bener rasanya pas dan sepertinya dari caramu meracik dan memotong bahan tadi, kamu sudah sering memasak, ya?” tanya Tony lagi.

“Iyasih, tapi kamu juga hebat. Bisa memasaknya dengan efisien dan benar!” balas puji aku pada Tony.

“Okelah kita sama. Kita sama-sama jago memasak!” Tony menyamakannya.

“Sudah ngobrolnya, nanti keburu dingin!” tambah Toni mengingatkan.

Setelah makan kami ngobrol tentang hobi dan keluarga kami. Tak bertahan lama, karena sudah larut, kamipun tidur. Tempat tidurnya bertingkat, aku di bawah sedangkan Tony di atas.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!