Aku dan Putri

“Excuse me!” kataku sambil mengetuk-ketuk pintu kamar bertuliskan Putri.

“Excuse me!” kuulangi lagi.

Kuulangi sampai 5 kali mungkin. Aku menyerah dan kembali ke asramaku. Aku bicaranya besoknya pikirku. Tapi baru selangkah saja aku mendengar suara benda berat terjatuh di dalam kamarnya. Aku khawatir dan reflek membuka pintunya. Aku hanya melihat ruangan gelap. Aku meraba-raba ke tembok samping, karena aku tahu setiap kamar saklar lampunya pasti sama. Aku menemukan tombolnya tapi saat ku tekan lampunya tidak nyala. Aku masuk kedalam karena mungkin aku salah duga. Karena kamar Ketua OSIS hanya di huni 1 orang saja, dan hanya Putri saja serta kamarnya lebih kecil dari kamar asrama lain pada umumnya. Pintu kamar tiba-tiba tertutup. Mungkin kena angin pikirku. Aku jalan terus, tak terasa aku menabrak sesuatu. Sesuatu lembut dan besar.

“Aaaaa....!” teriak kecil putri.

“Putri!” aku sontak kaget memundurkan tubuhku.

“Iya aku, kamu siapa?” tanya dia

“Aku Kento dari Panitia Kontes!”

“Ada urusan apa?” tanya Putri dengan suara agak ketus.

“Sebentar bisa nyalain lampunya dulu! Masa kita ngomong gelap-gelapan begini!”

“Lampunya putus, aku baru nyari senter! Jawab dulu pertanyaanku tadi? Jangan-jangan....?” kata Putri belum selesai lalu aku potong.

“Gak ko..! Berarti kamu...!” kataku menebak sambil salting.

“Iya, bajuku ada di sebelah sana. Aku kok.....! ntar dulu aku mau pake baju dulu! Jangan menghadap kesini dulu!”

“Iya! Ati-ati.....!” aku belum menyelesaikan perkataanku. Putri sudah menabrak sesuatu dulu.

“Kamu cari senter di meja deket kasur” suruh Putri.

“TOK...TOK...TOK...” suara pintu terketuk. Putri berlari kearahku walaupun menabrak sesuatu dia tetap berlari cepat kearahku, mendekapku dan menggelindingkan badan ke kolong kasur.

“Putri... Putri..! Ini Pak Renaldy dari Tata Usaha ingin mengantarkan lampu sekaligus memasangnya!”  kata seseorang yang baru saja masuk.

Aku merasakan getaran hebat pada tubuhku. Baunya yang wangi sehabis mandi. Kulitnya yang lembut bagai sutra. Benjolan besar di kedua bagian dadanya. Dan beberapa tetes air yang mengucur di tubuhnya mengalir ketubuhku. Ini membuatku benar-benar lupa dan agak terangsang. Putri juga tidak bereaksi apa-apa. Dia tetap memelukku erat. Tiba-tiba dia menggigit kupingku dan menjauhkan diri dariku ke sisi kolong yang lain. Tak lama kemudian lampu menyala. Aku terdiam menatap tubuh indah wanita sempurna yang ada didepanku. Putri menendangku sampai keluar kolong.

“Pergi sana!” bentak Putri sambil keluar dari kolong.

“Maaf, aku Cuma mau bilang kalau aku udah balik dan gak usah cari aku, tadi!” kataku jujur sambil membelakanginya.

“Ya...ya aku udah tahu sekarang kamu keluar!” kata Putri.

“Okey, Good Night!” kataku meninggalkan kamarnya.

Esoknya Putri bersikap seperti biasa, walaupun saat hanya berdua saja dia lebih hati-hati padaku dan menatapku dengan tatapan tajam seperti ingin memakanku saja.

Hari ini seminggu setelah kejadian di kamar putri. Bahan untuk mendekor lorong gedung habis. Aku di mintai tolong Shirayuki untuk menggantikannya belanja ke toko dengan Putri dan Yang Yang.

“Kok kamu sih! Shirayuki mana!” komplen Putri.

“Dia buru-buru ke kamar mandi! Katanya dia sedang sembelit!” kataku apa adanya

“Tapi kenapa dia minta tolongnya sama kamu sih!” komplen Putri lagi.

“Ya sudah kalau gak mau! Cari yang lain aja!”

“Bukannya gak mau! Yaudah kamu lagi longgar kan?” tanya Putri menyerah.

“Iya, jadi Ni?” tanyaku memastikan.

“Ayo udah siang nih!” kata Jing.

Kami berangkat memakai mobil OSIS. OSIS mempunyai mobil pribadi untuk melakukan kegiatannya sendiri. Setelah 10 menit keluar dari gerbang, ada mobil yang mengikuti kami. Putri yang sadar di ikuti langsung balik arah menuju mobil mengikuti kami. Putri melaju dengan kecepatan tinggi seperti ingin menabrakan diri ke mobil itu. Tapi ternyata mobilnya melayang dan tetap melaju kencang menuju sekolah lagi. Mobil itu berbalik arah dan mengikuti kami. Mereka menembaki kami. Jing dan Putri menembaki mobil itu.

Karena tidak melihat arah depan kami hampir menabrak beberapa orang berpakain hitam yang mencegat kami di depan.

Aku,Putri dan Jing keluar. Kami terlibat perkelahian. Jing sama dengan Shirayuki, dia juga pintar menembak. Sedangkan Putri menggunakan ototnya untuk berkelahi. Aku mempertahankan diri sebisa mungkin dengan tangan kosong. Dari arah lain kami di tembak oleh beberapa orang lagi yang tiba-tiba muncul. Aku menemukan kayu dan menggunakannya sebagai pedang dan menahan peluru yang menembaku. Kekuatanku kembali menguasai tubuhku. Aku seperti di rasuki sesuatu dan membawa kabur Putri serta Jing berlari cepat ke arah sekolah. Kami sudah ada di depan gerbang sekolah.

“Kamu bis....!” kata Putri belum selesai, tetapi aku sudah tak sadarkan diri.

Aku bangun, aku sudah ada di tempat tidur kamar asramaku. Aku menggerak-gerak tanganku, tapi terasa berat sekali. Saat aku menengok ke kananku Putri sedang tertidur di pangkuan tanganku. Aku menggerakan tanganku lebih keras, tak lama kemudian Putri terbangun.

Dia melegangkan tangannya sambil berdehem panjang sebagai tanda dia bangun tidur. Wajah lucunya terlihat jelas oleh kedua mataku. Aku tersenyum menyanjung mata.

“Kamu sudah bangun? Maaf aku ketiduran!” kata Putri.

“Ini baru saja. Tadi kita bertarung kan?” tanyaku memastikan.

“Iya, tapi tiba-tiba kamu pingsan. Kamu sudah tidak kenapa-kenapa?” tanya Putri.

“Tidak apa-apa kok! Aku juga seneng ada yang nemenin!” kata aku sambil perlahan-lahan menegakkan tubuhku.

“Jangan-jangan waktu aku tidur…..!” tuduh Putri.

“Ya gak lah, aku aja baru bangun. Lagian bukannya kamu balik ke kamar aja, kenapa harus repot-repot menungguku bangun?” kataku heran.

“Aku Cuma mau tanya, kamu tadi bisa lari cepet! Gimana bisa?” tanya Putri keppo.

“Aku juga gak tahu, saat itu aku sangat takut kalau kita tertembak lalu aku memejamkan mata sebentar. Aku berlari sekuat tenaga menarik kamu dan Jing menjauh dari sana. Dan aku benar-benar gak sadar bisa lari secepat itu. Setelah itu aku tiba-tiba pusing dan aku gak ingat apa-apa lagi.” Jelas aku.

“Tapi kamu benar-benar gak tahu?” tanya Putri memastikan.

“Iyyaaa…..! Ngapain sih aku bohong!” jawab aku agak kesel.

“Ya udah, aku Cuma mau tanya itu doang! Semoga cepet sembuh!”

“Ok, Thanks!” jawab aku santai.  

Putri pergi ke kamarnya, akupun lanjut tidur kembali. Tapi setelah berusaha memejamkan mata beberapa kali sampai hampir dua jam. Aku tidak bisa tidur, Perutku berbunyi keroncongan. Aku berjalan menuju kulkas, dan ternyata semua bahan makanan habis. Yang tersisa hanya 3 buah pisang, dua botol minuman instans dan POPMIE. Aku keluar untuk mencari makan, bunyi perutku semakin kencang.

Saat di depan gerbang Sekolah aku bertemu Putri

“Kamu mau kemana?” tanya Putri.

“Kamu sendiri Sedang apa malam-malam begini keluar?” ganti tanya aku.

“Ditanya, kok balik nanya!” maki Putri.

“Aku juga pingin tahu!” kataku.

“Aku mau belanja bahan makanan, stok bahan makananku habis!” terang Putri

“Kok kamu ikut-ikutan sih!” kataku judes.

“Lah kok ikut-ikutan, aku duluan yang keluar!” kata Putri dengan suara meninggi.

“Gitu aja marah! Aku bercanda kok!” kataku

“Oh gitu ya!” balas Putri

“Ya udah, aku juga mau belanja. Ayo bareng!” kataku mengajaknya.

“Ok, tapi kamu jangan deket-deket aku!” kata Putri memperingatkan.

“Iya, iya!” jawab aku.

Lalu kami pergi berbelanja bersama. Pulangnya kami di cegat oleh beberapa orang bertopeng dan berbaju hitam. Semua ada empat orang, yang dua tinggi ideal, yang satu pendek dan yang satu tinggi kekar. Kami terlibat perkelahian. Untungnya aku membawa katanaku. Dan ternyata Putri juga membawa pisau belatinya. Kami seakan siap untuk bertempur. Aku memperhatikan, sepertinya mereka sangat professional beladiri. Gerakannya cepat dan pukulannya keras. Aku tahu saat pedangku menangkis pukulan dari orang kekar itu. Aku menarik Berlari ke arah sekolah.

“Kita akan berhenti dan bertarung lagi, mereka sangat kuat dan professional. Kamu harus hati-hati!” pesan Aku.

“Kamu Juga!” balas Putri. Kami berhenti mereka langsung menyerang kami dengan kakinya. Kami menghindar. Putri agak lengah saat salah satu dari mereka menyerang punggung Putri. Ku tahan dengan tanganku sambil bilang “AWAS”.

Kami mundur dan Putri bilang “Maaf”. Tiba-tiba aku seperti di rasuki sesuatu aku berlari dan menghantam mereka berempat dengan cepat. Tapi mereka menahanya. Aku menggunakan pedangku, mereka mengeluarkan senjatanya, yang dua ideal menggunakan pistol dan yang pendek menggunakan pedang. Putri juga ikut menyerang mereka. Saat aku menahan peluru-peluru yang mengarah ke tubuhku dan Putri, dari belakang Si kekar menghantamku dengan sikunya. Aku reflek mengayunkan pedangku kencang ke belakang. Tangan si kekar terpotong dan saat si pendek melihat temannya tangannya terpotong. Aku menebas tubuhnya. Sekarang wilayah itu penuh dengan darah. Lalu yang dua ideal kabur. Tak lama kemudian aku tak sadarkan diri. Tak lama kemudian aku sadar. Putri menunggu  sampingku di pinggir jalan.

“Ayo cepat sudah semakin larut!” kataku agak teriak pada Putri.

“Sabar, kita dari tadi udah lari terus dari mereka(penjahat), kamu gak capek!” keluh Putri.

“Ini juga gara-gara kamu motong jalan lewat gang!”

“Iya, iya maaf aku juga gak tahu biasanya juga lewat situ aman!”

“Maksudmu apa?” tanyaku bingung.

“Kamu se…!” aku belum selesai ngomong Putri sudah memotongnya.

“Ayo cepat! Sebentar lagi kita sampai!” kata Putri menyalib lariku.

Putri berhenti berlari karena sudah hampir sampai. Aku menyamai jalan bersama Putri. Kami baru saja selesai bernegoisasi dengan salah satu toko yang akan meminjami beberapa peralatan persenjataan. Karena tempat itu sangat rahasia jadi kami kesana berjalan. Tapi saat pulang kami di cegat beberapa orang bertopeng yang sepertinya salah satu anggota rahasia pembunuh.

Karena sudah terlalu larut jadi gerbang sudah terpasang pengaman listrik. Pengaman gerbang yang di aliri aliran listrik. Jadi siapa yang menyentuh gerbang akan tersetrum.

“Aduh pengamannya sudah di aktifkan lagi!” keluh aku.

“Tenang aku punya nomor ponsel satpamnya!” kata Putri dengan tenangnya.

Sudah hampir 20 menit Putri memegang ponselnya dan menaruhnya di telinganya. Dia semakin menjauh dariku.

“Mana! Kok gak datang-datang!” keluh aku pada Putri.

“Sabar ini baru aku hubungi!” kata Putri dengan nada mengeras.

Aku mencoba mempercayainya menunggu kabar darinya. Karena lama sekali aku pergi ke belakang sekolah.

“Tunggu! Kamu mau kemana?” tanya Putri menyusulku.

Aku tidak menghiraukan perkataannya dan tetap berjalan ke belakang sekolah. Dan ternyata benar saat menyentuh gerbang belakang yang  terpisah dari gerbang lainnya, ternyata aku tidak tersetrum. Tapi tetap saja gerbangnya terlalu tinggi bahkan lebih tinggi dari gerbang yang lain. aku mencoba untuk memanjatnya. Tiba-tiba dari sampingku Putri menyalib dan sekarang dia melompat dari ujung gerbang masuk ke bawah. Aku tidak mau kalah, aku juga menyusulnya. Lalu kami pergi ke kamar masing-masing. Tapi saat kami menuju asrama kami mendengar suara langkah kaki menuju kea rah kami. Kami bersembunyi di semak-semak. Saat mereka mulai kelihatan, kami tahu mereka adalah satpam yang bertugas hari malam ini. Putri keluar dari semak-semak. Tapi baru selangkah sudah ku tarik dan kubekap mulutnya.

“Diam dan lihat mereka!” kataku menggertak pelan.

Aku melepaskan bekapanku dan Putri melihat ke arah 2 satpam itu.

“Mereka…!” Putri belum selesai ngomong sudah ku bekap dulu.

“Siapa itu?” teriak salah satu dari mereka.

“MEONG!” kataku menirukan suara kucing.

Mereka pergi buru-buru ke gedung tua paling ujung Barat sekolah. Gedung tua itu sudah menjadi tempat barang-barang yang tak terpakai dan tempat penyimpanan soal ujian. Aku mengikuti mereka secara diam-diam. Walaupun pertamanya Putri menolak mengikutiku, tapi dia sepertinya dengan terpaksa  mengikutiku juga. Setelah sampai di depan pintu perpustakaan lama, ke dua satpam itu menengok kanan kiri seperti memastikan seseorang ada atau tidak. Tentunya aku dan Putri bersembunyi di tiang besar penyangga gedung.

“Mereka sedang apa sih! Bukannya keliling sekolah ini malah kesini!” kata Putri dengan suara kesal yang pelan.

“Ayo cepat!” kataku pelan berlari kecil menuju pintu Perpustakaan lama.

Kami lalu masuk, tapi kami kehilangan jejak mereka. Kami mengitari perpus dari lorong ke lorong tapi mereka tidak ada. Aku dan Putri bertemu lagi di lorong tengah perpus. Saat aku berjalan mundur dua langkah dari posisi semula, aku menginjak sesuatu. Saat itu juga lantai di bawah kaki Putri terbuka, Putri terjatuh ke dalamnya. Aku Reflek melompat juga ke dalam. Kami terjatuh ke dalam lorong bawah tanah dan ternyata lantai tadi menutup kembali. Kami masih kesakitan karena terjatuh tadi.

“Kita ada dimana?” tanya Putri panic.

“Aku juga gak tahu! Tapi tadi saat aku berjalan mundur di perpus aku menginjak sesuatu dan tiba-tiba lantai bawah kamu terbuka kamu jatuh aku juga mengejarmu!” kataku menceritakannya.

“Tuh kan! Gara –gara kamu lagi!” kata Putri

“Kok aku sih! bukannya tadi kamu yang ikut-ikutan aku mengikuti mereka!”

“Jadi ini semua salahku ku sendiri!”

“Sudah! Sudah! Kita harusnya mencari jalan keluar bukannya berantem begini!”

“Ya sudah kamu ke sana! Aku kesini!” kata Putri sambil menunjuk kedua arah jalan lorongnya.

Kami berpencar untuk mencari jalan keluar. Sudah jauh aku berjalan menelusuri jalan ini tapi tidak ada apa-apa. Tiba-tiba aku mendengar suara teriakan. Aku reflek berlari ke arah Putri. Aku seperti di rasuki lagi. Lari ku sangat kencang tak lama kemudian aku sudah di belakang Putri yang sedang kaget melihat tubuh kedua satpam itu terpotong menjadi dua. Di depan ada sebuah pintu, aku penasaran. Aku mendekati pintu itu. Saat aku menyentuh pintu itu ada seseorang muncul dan  dia berkata dengan bahasa asing padaku.

“Kami kesini hanya melihat ternyata mereka terpotong tubuhnya!” sambar Putri yang ternyata dengan Bahasa Indonesia.

“Mereka memaksa mengambil sesuatu yang berharga dariku untuk ku jaga!” kata manusia Besar bertelinga panjang dan bermata merah itu dengan Bahasa Indonesia.

“Memang apa yang kamu jaga?” tanya Putri dengan bahasa Indonesia.

“Bukan apa-apa! Pulang kalian!” kata monster itu sambil mengibaskan tangannya.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku! Apa yang kamu jaga?” paksa Putri

“Ternyata kalian juga menginginkannya!” kata monster itu yang lalu menyerang Putri dengan pedangnya.

Putri menghindar dan mereka berkelahi. Aku mengamati sebentar walaupun dia besar tapi gerakan monster itu juga cepat. Semakin lama gerakan monster itu semakin cepat. Aku menahan dengan pedangku saat monster itu berganti arah menebas pundak Putri. Kami bertarung tapi monster itu bergerak semakin cepat. Saat kami menyerang perutnya, dia berlari kebelakang dengan cepat dan hampir saja menebas kami untung saja aku mengetahuinya dan berlari kedepan menarik Putri dengan cepat. Aku semakin tak terkendali, seperti ada yang merasukiku lagi. Saat putri menghela nafas, aku langsung menyerang monster itu sendirian. Aku menghafal gerakannya, aku mencoba berlari membelakanginya dan merunduk serta mengayunkan pedangku. Tebasanku terkena pinggangnya.

“Hebat juga kamu bisa melukaiku!” puji monster itu.

Aku tidak mengerti ucapannya dan langsung menyerangnya kembali. dia menghindarinya dengan sangat cepat. Aku berlari menjauh dari Putri. Walaupun aku kehilangan kesadaranku, tapi aku masih tahu kalau aku sedang bertarung dan aku tidak mau Putri membantuku yang akan mencelakainya nanti. Kami melanjutkan pertarungannya. Tak lama kemudian aku hampir saja benar-benar kehilangan kesadaranku. Karena mungkin tenaga monster itu sudah habis. Monster itu mengangkat pedangnya. Aku berhenti menyerangnya. Dia kembali ke putri.

Mereka berbicara, tapi aku tidak mengerti.

“Apa katanya?” tanyaku agak pelan karena masih agak lemas.

“Katanya dia akan menyerahkan bukunya dan akan melindungi kalian kemanapun berada!” terang Putri.

Lalu tiba-tiba monster itu tiba-tiba hilang dan pintu tadi yang ku sentuh juga terbuka. Aku memasuki diam-diam, karena aku takut ada monster lagi atau jebakan lainnya. Tapi tidak ada apa-apa. Tiba-tiba ruangannya terang semua dan ada buku terbang menghampiri kami. Buku itu berkata “tolong jaga aku! Aku akan menjagamu juga!”. Aku mengerti itu adalah buku yang kedua satpam itu cari.

“Terus monster tadi mana?” tanya aku heran.

“Mungkin dia kembali ke asalnya!” jawab Putri sekenanya.

“Aku ada di sini!” kata buku yang ku pegang dengan bahasa Indonesia.

“Oh, dia adalah penjaga buku ini. Sekarang dia ada di dalam buku.” Terang Putri.

“Terus gimana caranya kita Keluar dari sini?” tanya aku.

Buku itu melayang menuju kearah kami lalu aku dan Putri terjatuh. Ternyata di dinding depan kami tadi terjatuh ada tombol untuk membuka. Kami di suruh memejamkan mata oleh buku itu. Seketika kami sudah ada di atas lagi. Kami berada di perpustakaan lama. Karena sudah sangat lelah kami pulang ke asrama masing-masing. Dan aku yang memegang buku ajaib ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!